Kamis, 07 Juli 2011

End ? (3/3)

Siwon’s POV       

Rasa lelah yang menjalar ke seluruh tubuhku, membuat aku ingin cepat-cepat berbaring di ranjang dan memejamkan mata. Setelah menggantungkan jas yang baru saja ku kenakan, aku langsung duduk di ujung ranjang, merilekskan seluruh otot tubuhku.

Dulu, saat aku lelah seperti ini, maka sosoknyalah yang pertama akan ku cari. Meski hanya mendengar suaranya yang sedikit cempreng itu, aku sudah merasa puas. Ia selalu bisa mengangkat semua bebanku.

Dan kini, enam bulan ini, semua menghilang begitu saja. Perbedaan waktu yang mencolok antara Seoul dan London, membuatku tak dapat menelponnya sewaktu-waktu meski aku ingin, lagipula belum tentu juga ia akan mengangkat telponku.

Yeoja itu, ia senang sekali tidak mempedulikanku.


Dua minggu lalu, ketika aku akhirnya berkesempatan untuk mengunjunginya ke London, ia tampak baik-baik saja, menikmati hidupnya, dan tetap setia dengan keputusan sepihaknya untuk berpisah denganku. Tak mengertikah ia betapa aku begitu terluka dan sakit disini ?

Aku menatap sekeliling kamarku, dan merasa begitu kosong. Rasanya lebih baik malam ini aku tidur di dorm saja, hanya mereka yang mampu membuatku merasa lebih baik selepas kepergiannya dari sisiku.

***

“Hyung..”

“Aish ! sejak tadi kau selalu memanggilku, namun kau tidak juga menyatakan apa yang ingin kau katakan dan malah kembali menuangkan soju untukku, kau ini benar-benar !!” rutuk Heechul hyung, sambil mengerling ke arahku.

“Mianhe hyung..” sahutku sambil mengusap tengkuk belakang leherku. “Ehm..aku...”

“Yaya..Eun Ah kan ? kau masih sangat mencintainya kan ?” potong Heechul hyung cepat. “Bersikap cueklah maka ia akan kembali padamu” lanjutnya lagi.

“MWO ?!!” tanyaku berteriak.

“Yak !! kenapa kau berteriak kepadaku ?!! ini sudah malam, pabo !”

“Kau menyuruhku untuk bersikap cuek kepadanya hyung, bagaimana aku tidak kaget..” sahutku kembali ke nada normal.

“Dengarkan aku..” ujarnya dengan mimik serius. “Wanita itu adalah mahluk yang paling tidak bisa ditebak, dan kadang cenderung menyebalkan..”

“Lalu ?”

“Jangan memotong dulu Wonnie” sergah Heechul hyung dengan raut kesal. “Berhentilah untuk sering mengharapkan dirinya mengabarimu, atau setidaknya kurangilah perhatianmu padanya sedikit”

“Kau mengerti apa yang sering ku lakukan hyung ?”

“Kau pikir, aku, hyung dan para dongsaengmu tidak ada yang memperhatikanmu apa ? kau jelas-jelas terlihat selalu uring-uringan sejak kalian berpisah, dan bahkan, kau malah sempat menghilang di malam setelah kalian putus, menyusahkan saja..”

Aku menghela napas sejenak. “Tapi aku tidak bisa hyung, tidak akan bisa..”

“Hanya pura-pura, percayalah padaku, dengan kau berhenti mengiriminya email dan hal-hal lainnya, ia pasti akan penasaran dengan keadaanmu, biarkan ia yang datang sendiri kembali padamu”

“Bagaimana jika tidak ?”

“Ya berarti kalian memang tidak berjodoh, dan kau harus melupakannya” jawab Heechul hyung enteng, sambil kembali meneguk segelas soju dihadapannya. Padahal jawabannya itu jelas-jelas menjatuhkan mentalku.

“Ia tidak mencintaiku lagi hyung, ia menangis sambil memohon agar aku berhenti untuk menahannya, ia tidak akan kembali padaku” desahku pelan, tak peduli apakah kata-kataku ini didengarkan Heechul hyung atau tidak. “Aku menyesal telah terlalu egois dalam duniaku hingga mengabaikan perasaannya, aku hanya mendekapnya tapi tidak memberinya tempat untuk bernafas, aku memang bodoh..”

“Berhentilah menyalahkan diri seperti itu, aku mengenal Eun Ah, dia memang memiliki pendirian yang kuat, dan disitulah kelemahannya, jika dia benar-benar mencintaimu, maka harusnya sampai detik inipun ia masih mencintaimu”

“Aku tidak yakin..”

“Hanya sesaat, bukan untuk selamanya, bukankah kata orang, cinta itu baru terasa ketika kita kehilangan ?” Heechul hyung masih saja berusaha membuatku menyetujui sarannya, yang menurutku terlalu sulit untuk ku lakukan.

Mungkin itu hanya sekedar, tidak mempedulikannya untuk sementara, tapi percayalah, demi apapun itu sangat susah ku lakukan. Meski hanya sekedar bayangan, aku selalu ingin tetap ada dalam hidupnya.

“Ah..sudah-sudah, ku rasa sudah saatnya untuk tidur..” Heechul hyung melirik jam tangannya. “Kau jadi tidur disini kan ?”

Aku hanya mengangguk, di kepalaku kini disesaki oleh ide Heechul hyung tadi. Masih merasa tidak yakin, dapatkah aku melakukannya meksi hanya sekejap.

***

Eun Ah’s POV

Pukul lima pagi. Dan Seoul masih terlihat gelap. Aku menggosok-gosokkan kedua tanganku, mencoba menciptakan rasa hangat disana. Nenekku sakit, dan eomma memaksaku untuk pulang dengan segera.

Dan disinilah aku sekarang, di kota yang ku tinggalkan enam bulan lalu. Di kota yang merekam jejakku sejak aku untuk pertama kalinya menatap dunia hingga sebesar ini. Di kota yang menyimpan secuil kisah manisku dengan seorang Choi Siwon.

Dengan sebuah taksi aku mulai meninggalkan bandara menuju rumah, rasa kantuk serta jet lag yang menghampiri membuat mataku benar-benar terasa berat. Aku menatap ponselku sebal, mengingat appa-ku yang tadinya berjanji menjemput malah membatalkannya tiba-tiba. Huft, seandainya saja aku masih menjalin hubungan dengan Siwon oppa, mungkin ia yang akan menjemputku sekarang.

Meski sepertinya itu tidak mungkin juga, mengingat aktivitasnya yang tidak wajar untuk manusia normal, menurutku. Dan entahlah, ada apa dengan jadwalnya akhir-akhir ini karena sudah lebih dari seminggu ia tidak mengirimiku email sama sekali. Padahal semenjak kepulangannya dari London waktu itu, sehari ia bisa saja mengirimiku email hingga dua-tiga kali.

Terasa aneh. Tapi tiba-tiba saja, aku jadi merasa kehilangan. Sedikit ironis memang, mengingat aku yang memaksanya agar tidak bertahan untukku, dan kini aku merindukannya. Menyebalkan.

Mataku terpaku pada sebuah papan reklame yang terpampang di pinggir jalan. Menampakkan wajahnya dan para member Super Junior lainnya. Aku tersenyum kecil. Sudah lama aku tidak menemui mereka.

“Ahjussi, bisakah kau mengantarkanku ke Seoul Tower sebentar” ujarku tiba-tiba. Entahlah aku ingin kesana. 
Seluruh rasa lelah yang tadi menggelayuti tubuhku seperti menghilang seketika.

Setelah lebih dari tiga puluh menit, akhirnya kini aku sudah ada di depan Seoul Tower, Nam-san, maskot kota kami, negara ini malah. Dari kecil aku suka kemari. Entah bersama eomma dan appa, atau sahabatku. Tapi yang paling berkesan adalah ketika aku kesini bersama Siwon oppa.

-Flashback-

“Apakah kau bahagia Eun Ah ?”

Aku mengangguk bahagia. Ini memang bukan hal yang special, maksudku, aku bisa mengunjungi Seoul Tower kapanpun aku mau. Lagipula ini sudah hampir tengah malam, sepertinya tidak ada satupun orang, selain aku dan oppa disini.

“Mianhe, karena aku baru bisa mewujudkan keinginanmu sekarang” ujar oppa lagi. “Dan lihatlah apa yang aku bawa..” ia merogoh saku celananya, dan mengeluarkan sebuah benda berwarna keperakan.

“Oppa..” desahku pelan, ketika menyadari apa yang ada ditangannya. Itu memang hanya gembok. 
Tapi siapapun pasti tahu, legenda disini. Jika kita menuliskan harapan percintaan kita dengan orang yang kita inginkan di sebuah gembok, lalu mengaitkannya disekeliling pagar Seoul Tower, maka kisah cintanya akan bertahan dan tidak dapat terpisahkan selamanya, seperti gembok yang terkunci.

“Nah, ayo kita tuliskan keinginan kita..” Siwon oppa mengeluarkan sebuah spidol permanen, yang sepertinya memang sudah ia persiapkan. “Apa yang ingin kau tulis jagiya ?”

“Terserah oppa saja, aku tahu, aku dan oppa menginginkan hal yang sama, bahagia selamanya..”

“Kau ini..” dengan tangannya yang kekar, ia mengusap kepalaku penuh kelembutan. Sesaat, ia 
menuliskan sesuatu di atas gembok itu. “Bagaimana jika begini ?” tanyanya, mengarahkan benda itu 
ke arahku.

Eun Ah, teruslah ada dalam pelukanku dan mencintaiku, bahagia untuk kita selamanya – Choi Siwon
Kalimat yang cukup sederhana, dibubuhi dengan tanda hati kecil. “Kemarikan spidolnya oppa..” pintaku, dan kemudian gantian menulis.

Oppa, teruslah memelukku dan menerima cintaku, aku ingin kita bersama seterusnya – Eun Ah
Aku meniup-niup gembok itu, membiarkan spidolnya mengering. Menatap permukaannya yang kini jadi tertutupi oleh tulisanku dan oppa.

“Ayo kita kaitkan..” ajak Siwon oppa sambil mengangsurkan tangannya ke arahku.

“Aish, penuh sekali, kita akan memasang milik kita dimana oppa ?” tanyaku, setelah menyadari bahwa pagar itu sudah terlihat penuh dengan gembok berbagai warna milik pasangan lainnya.

“Selalu ada tempat untuk kita..” bisiknya, ia mengambil gembok itu dari tanganku, dan lantas berjongkok memeriksa adakah tempat kosong untuk mengunci gembok kami. “Nah lihatkan, kita 
bisa mengaitkannya disini” ujarnya bangga.

Dan dengan tangan yang saling bertumpu, aku dan Siwon oppa sama-sama mengaitkan gembok itu, sambil berdoa dalam hati kami masing-masing agar harapan itu dapat benar-benar terwujud. Lagipula, apa yang kami inginkan tidak terlalu muluk kan ?

Hanya ingin terus bersama, selamanya.

-Flashbakend-

Aku tersenyum getir sekaligus pahit menatap jejeran gembok di hadapanku. Sepertinya, takdir baik memang tidak berpihak pada hubungan ini. Aku dan oppa mungkin memang tidak seberuntung pasangan lainnya yang juga menuliskan harapan mereka disini.

Permintaan yang dua tahun lalu kupikir terdengar sederhana dan mudah itu, ternyata tidak dengan kenyataan yang ada. Aku menyusurinya, sambil sesekali berharap menemukan letak gembokku dan oppa. Meski rasanya itu sia-sia, karena sudah banyak tambahan gembok baru disini yang pastinya menutupi gembok milik 
kami.

Seperti kabut pekat ini, yang membayangi hubungan kami, yang membuatnya karam tak terkendali.

***

Dengan riang, sambil menenteng kotak makan bersusun di tangan kananku, aku memasuki sebuah gedung yang letak-letaknya masih ku hapal diluar kepala. Setelah kemarin dua hari, aku mengunjungi nenekku, hari ini aku ingin bertemu dengan Siwon oppa dan oppadeul lainnya. Dari manajer oppa, ku tahu bahwa hari ini mereka sedang berlatih dance di gedung SM.

Aku yang memang dulu sudah sering diam-diam datang kemari, mencuri waktu untuk dapat berpacaran dengan oppa, langsung menuju ruang latihan mereka. Beberapa staff yang mengenalku, tersenyum ramah melihat kedatanganku.

“Klek..” aku membuka pintu, berusaha sepelan mungkin. Untung musik yang mereka gunakan untuk latihan berdentum kencang, sehingga rasanya mereka tidak menyadari kedatanganku. Aku mengintip mereka, yang rupanya sedang istirahat, hanya Eunhyuk dan Donghae oppa yang masih tampak semangat melatih gerakan mereka.

“Siwonnie, jadi sekarang kau tidak lagi mengirimkan email kepada Eun Ah ?”  tanya Heechul oppa. Aku yang mendengar namaku disebut, memutuskan untuk diam ditempat, mengurungkan niat untuk menghampiri mereka.

Siwon oppa tampak mengangguk.

“Apa sekarang kau berniat untuk melupakannya ?” giliran Shindong oppa yang bertanya kali ini. Dan aku, entah mengapa, begitu penasaran sekaligus takut dengan jawaban yang akan disampaikan Siwon oppa. Sudah dua hari belakangan ini, aku begitu mengharapkan kehadirannya. Seoul tanpanya, seperti ada banyak yang hilang.

“Aku juga tidak tahu..” oppa menyandarkan tubuhnya di dinding. “Tapi mungkin memang harusnya begini, harus melupakannya..”

Untuk alasan yang aku sendiri tidak mengetahuinya, tubuhku serasa membeku mendengar itu. Menyadari bahwa pada akhirnya Siwon oppa melepaskanku, membuatku merasa sesak. aku tidak rela. Keegoisanku muncul tanpa terkendali.

“Bruuk !” kotak makan yang ku bawa, terjatuh, mendarat dengan dentuman di lantai, membuat semua mata yang ada disana menatap ke arahku. Siwon tampak terkejut dengan kehadiranku, begitu juga yang lainnya.

Tanpa pikir panjang, aku segera berbalik dan berlari. Rasanya sakit. Dan aku menangis.

Aku terus berlari hingga keluar gedung tanpa memperdulikan tatapan aneh orang-orang yang melihatku. Di pinggir jalan, aku melambaikan tanganku, berniat untuk menyetop taksi yang lewat. Saat ku rasakan tangan kiriku di tarik oleh seseorang.

“Eun Ah dengarkan aku !”

Namja tampan, yang lebih tinggi dariku itu, menatapku dengan sorot mata yang tidak aku mengerti.

“Lepaskan aku oppa, jebal, tidak ada yang perlu kau jelaskan” ujarku berusaha meronta, masih dengan air mata berlinang.

“Ikut aku !” paksanya, kekuatannya yang jauh lebih besar dariku, membuat tenaga yang aku keluarkan menjadi sia-sia saja. Ia terus menarikku hingga ke parkiran.

“Masuklah” pintanya, setelah membukakan pintu mobil miliknya untukku. Aku pasrah, dan segera masuk ke mobilnya.

Ia menjalankan mobilnya dengan kecepatan yang menurutku di atas rata-rata, dua tahun aku menjadi kekasihnya, belum pernah ku lihat ia seperti ini. Mobil melaju membelah jalanan kota Seoul hingga menuju ke daerah pinggiran kota yang seolah tak terdeteksi adanya keramaian.

“Pelanlah, aku masih ingin hidup” ucapku getir.

“Hentikan tangisanmu” sahutnya tanpa menoleh. Terdengar dingin.

“Tangisanku sudah berhenti digantikan rasa takut sejak oppa menyetir layaknya orang kesetanan !” raungku.

“Ciiiitttt...” dengan tiba-tiba Siwon oppa, mengerem mobilnya, dan membanting stirnya ke kiri. Menepi ke bahu jalan yang sepi. “Kenapa kau tidak memberitahuku bahwa kau ada di Seoul ?!! apa aku benar-benar tidak penting lagi dalam hidupmu ?!!”

Demi apapun, aku tidak mengerti. Emosi tampak berkilat di kedua bola matanya, membuatku takut menatapnya.

“Kau tahu sendirikan betapa aku mencintaimu hingga hari ini, esok dan seterusnya ?!! aku terima kau meninggalkanku begitu saja, aku berusaha memenuhi keinginanmu untuk menjauh, aku menahan semua rasa pedihku sendiri dan tidak bisakah setidaknya kau tetap menganggap keberadaanku !!”

Ia benar-benar tampak tak terkendali, mengguncang-guncang tubuhku, dan berteriak keras  hingga suaranya bergema memenuhi mobil ini. Benar-benar bukan seperti Siwon oppa yang ku kenal.

“Kau, menangis, hanya karena kau mendengar ucapanku untuk menyerah, pedulikah dirimu dengan 
keterpurukanku enam bulan ini, bertahan dengan luka yang lebih terasa perih dari luka yang mungkin kau alami, tidak kan ?!!”

“Oppa, berhentilah berteriak, aku takut..” ujarku polos, butir-butir air mata kembali turun perlahan membentuk alur sungai kecil di kedua pipiku. “Mianhe oppa, jeongmal mianhe”

Mungkin, ia tersentuh dengan air mataku, karena akhirnya kedua tangannya berhenti mengguncang tubuhku. “Untuk apa ? apa kau ingin memohon lagi padaku untuk berhenti mencintaimu ? sebegitu inginnyakah dirimu berpisah dariku Eun Ah ?”

“Apa iya Eun Ah, jawab aku, itukah yang saat ini paling kau inginkan dalam hidupmu ? benarkah kau ingin aku menghilang selamanya dari hidupmu ? jawablah, jika iya, maka aku rasa, aku akan berusaha untuk mengabulkannya” lanjut Siwon oppa pelan namun terasa menyayat.

“Ani oppa !!” reflek, aku melepas sabuk pengamanku dan memeluknya. “Mianhe..untuk keegoisanku, tapi aku..aku...” air mata yang terus mengalir sejak tadi, membuatku susah untuk berkata-kata, padahal apa yang ingin aku sampaikan sudah terasa di ujung bibir.

Hati kecilku terus berteriak dengan lantang, apa yang sebenernya aku rasakan selama ini. Keputusanku yang begitu ingin berpisah darinya, ternyata hanya semacam kamuflase egois yang memuncak sesaat. Tanpa pengalihan buku-buku dan tugas seperti jika aku di London, dan tanpa ke-labilanku yang meledak-ledak, disaat seperti ini, pikiranku malah terasa begitu jernih, dan aku mengerti, aku masih mau untuk terus bertahan disisinya.

“Aku benci mengakui ini, kenapa kau harus meninggalkanku ? Mengapa harus aku yang ditinggalkan olehmu ? Kau tau, ditinggalkan itu rasanya begitu sakit, sakit hingga ingin mati, karena semua terasa tiba-tiba dan sesak..” bisiknya ditelingaku, suaranya agak bergetar, mungkinkah ia menahan tangis ?

“Oppa..aku, aku...”

“BRAAAK !!” tiba-tiba, saja seperti ada yang meledak di sekitar kami, semua terasa berputar, dunia seperti di jungkir balikkan dengan paksa. Tubuhku seperti melayang dan tiba-tiba terasa sakit. Aku ingin berteriak, tapi yang ada aku hanya bisa memejamkan mata, dan dapat kudengar suara dengung yang memekakkan telinga.

Apa ini ? Gempakah ? Atau ada apa ?

Aku berusaha untuk membuka mata, setelah bermenit-menit ku rasakan seluruh tubuhku sakit. Seperti ada detik-detik yang terasa lenyap dari otakku. Dengan pandangan yang tidak seratus persen normal, aku bisa melihat, mobil Siwon oppa sudah terbalik dan ringsek disana-sini. Aku memandang berkeliling. Dan tubuhku ternyata sekarang sudah ada di jalan raya, terpental dari dalam mobil.

“Oppa..” panggilku lirih. Dan tak ada suara apapun. “Oppa..” panggilku lagi, berusaha lebih kencang dari yang tadi. Wajahku terasa basah, dan ketika ku raba, seluruh telapak tanganku berwarna merah. Denyut yang begitu memusingkan terasa mengcengkram kepalaku tanpa ampun. Tapi aku ingin berdiri. Rasa sakit itu tidak seberapa dibanding kekhawatiranku terhadap keadaan Siwon oppa, yang entah bagaimana sekarang.

Dengan usaha ekstra, akhirnya aku mampu berdiri. Ku lihat tanganku penuh luka gores, dan celana panjangku berlubang di bagian lututnya, disertai dengan bercak darah disana-sini. Terseok-seok, aku mencoba berjalan ke arah mobil, dan sedikit mengumpat kenapa tidak ada satupun kendaraan yang lewat di saat begini. Meski aku tahu, jalan ini memang terkenal sepi.

“Oppa..” aku tersungkur jatuh, hanya beberapa jengkal dari posisi mobil. Dan aku bisa melihat, tubuh Siwon oppa, masih terikat di kursinya, dengan mata terpejam dan darah yang mengalir dari pelipisnya. “OPPA!!! Raungku tak terkendali.

Pikiranku kacau, ia sepertinya tak sadarkan diri, dan ku harap memang hanya begitu. Air mata langsung mengalir lagi, dan aku benar-benar tidak mengerti apa yang harus ku lakukan.

“Bantuan..Eun Ah..bantuan..” gumamku untuk diriku sendiri, ditengah kepanikan yang terasa amat menakutkan. Aku merogoh kantong blazer yang ku kenakan, meraih ponselku, dan segera menelpon meminta bantuan.

“OPPA !!..tolong aku !!” tanpa basa-basi, segera setelah telponku di angkat, aku langsung saja berteriak sambil terisak.

“Eun Ah ? Gwenchanayo ? Ada apa ??” tanya Leeteuk oppa, orang yang kutelpon, tak kalah paniknya.

“Mobil..yang..hiks..”

“Tenangkan dirimu Eun Ah, aku tidak bisa mendengar jika kau terus menangis. Tariklah napas dan buanglah perlahan..”

Aku mengikuti saran Leeteuk oppa, dalam keadaan seperti ini aku memang harus tenang. “Aku dan oppa mengalami kecelakaan..”

“MWO ?!! bagaimana kondisi kalian ?! aku akan segera kesana membawa bantuan”

“Cepatlah oppa, aku takut, cepat..” lagi-lagi aku kembali terisak. Suasana yang begitu mencekam, rasa sakit yang terus mendera dan kondisi Siwon oppa dihadapanku yang seperti itu, benar-benar mengguncang akal sehatku.

“Ne..ne..jangan memutuskan sambungan, biar kau tidak merasa takut” usulnya, yang membuatku meletakkan ponsel di aspal jalan sambil mengaktikan loud-speaker. Dapat ku dengar suara gaduh disana, tapi setidaknya dengan seperti ini, aku merasa ditemani.

Lewat pecahan kaca, aku menggenggam tangan Siwon oppa, yang menurutku terasa semakin dingin dan semakin membuatku takut. Aku bahkan tidak peduli dengan serpihan yang tertancap di lenganku, aku hanya peduli pada keadaan namja di hadapanku ini.

“Oppa, bisakah kau mendengarku ? bertahanlah oppa, aku tahu kau bukan tipe yang mudah menyerah..bantuan akan segera datang..”

“Bertahanlah oppa..ku mohon..” ucapku terus menerus.

“Bertahanlah Siwon, kami akan segera datang !!” teriak banyak suara dari ponselku. Mereka juga terus berusaha menyemangati.

Ini terasa begitu lama, detik-detik paling lama dalam hidupku, lebih menegangkan dibandingkan dengan saat-saat pengumuman kelulusan dan jauh lebih menakutkan dibandingkan film hantu manapun.

“Eun Ah !” aku menoleh, dan kulihat banyak mobil serta ada yang berlari ke arahku. Tapi semua terasa berputar, dan tiba-tiba gelap.

***

Sekujur tubuhku terasa sakit. Rasanya seperti abis di peluk tanpa ampun oleh Hulk. Remuk dan ngilu. Pendar cahaya memenuhi mataku hingga silau, saat akhirnya, kurasakan aku dapat membuka mata.

“Eun Ah, kau bisa mendengar eomma ?”

Dengan gerakan kecil, aku berusaha mengangguk untuk merespon suara eomma. Ingin rasanya aku bersuara, tapi tenggorokanku yang terasa kering seperti membuat suaraku menghilang.

Aku bisa melihat bagaimana dokter dan suster datang lantas mengerubungi ranjangku. Bagaimana senter di arahkan ke retina mataku, dan lapisan stetoskop yang dingin itu menyentuh tubuhku.

“Masa kritisnya sudah lewat..” terdengar suara berat, yang kuyakini dari pria berjas putih di sebelah ranjangku. “Hanya saja kecelakaan itu meninggalkan, sedikit guncangan untuknya..”

Kecelakaan ? kata itu seperti membawa kilasan kejadian sebelum aku merasa semua gelap. Dan itu membuatku langsung memikirkan satu nama.

“Oppa, Siwon oppa, mana dia ?!” ajaib, setelah tadi aku bahkan tak mampu bersuara, kini tiba-tiba saja aku mampu untuk berteriak.

“Tenanglah Eun Ah, tenanglah..” eomma mendekat dan memeluk tubuhku. Yang entah mengapa malah membuatku takut.

“Eomma, mana oppa ? katakan padaku mana oppa ?!!” raungku lagi, sambil mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan. Di dekat pintu kulihat Heechul dan Yesung oppa sedang berdiri menatapku dengan pandangan yang tak dapat ku cerna.

“Oppa, dimana Siwon oppa ? Jawab aku, dimana dia ?!!” ku tujukan mataku pada mereka, menatap mereka dengan tajam agar mereka menjawab. Seorang suster mendekatiku, dan menyuntikkan sesuatu cairan ke dalam selang infusku.

“Oppa..” ucapku lagi, dan semua kembali gelap.

***

Dengan telunjuk tanganku, aku menyentuh pipi putihnya, menekan-nekannya lembut, berharap ia dapat membuka matanya dengan segera. Ia masih tampak menawan, garis wajahnya itu memang sudah ditakdirkan untuk membuatnya terlihat terlalu tampan apapun keadaanya.

“Oppa, bangunlah, jebal..” pintaku pelan, lirih, namun penuh harap.

Sudah satu minggu. Tujuh hari sejak kecelakaan sialan itu, dan pangeranku belum juga sadar dari komanya. Ia masih saja betah tertidur. Terus tidak mempedulikanku yang tak pernah absen untuk menunggunya membuka mata. Meski aku harus ada di kursi roda dengan selang infus yang tetap menggantung.

Dari yang aku dengar, setelah akhirnya aku tidak lagi histeris. Mobil kami yang sedang menepi diam tanpa dosa di pinggir jalan itu, di tabrak dengan biadabnya oleh sebuah truk container yang melintas dengan supir yang mabuk dan lantas melarikan diri. Membuat audi sport putih milik Siwon oppa berputar, terbalik dan terseret sejauh 200 meter dari tempat semula. Hingga tubuhku terlempar keluar dan menyebabkan Siwon 
oppa koma seperti ini.

“Aku benci mengakui ini, kenapa kau harus meninggalkanku ? Mengapa harus aku yang ditinggalkan olehmu ? Kau tau, ditinggalkan itu rasanya begitu sakit, sakit hingga ingin mati, karena semua terasa tiba-tiba dan sesak..”

Bisikkan oppa saat itu, terasa menari di kepalaku. Aku menggenggam tangannya, dan mengusapkannya ke pipiku.

“Mianhe oppa..apakah kau dendam padaku ? apakah kau ingin membalas kelakuanku ? ku mohon jangan..kau benar oppa, ditinggalkan rasanya begitu sakit dan membuatku ingin mati, jadi tolong sadarlah, jangan benar-benar meninggalkanku..mianhe oppa..”

“Dia tidak akan dendam padamu”

Aku memutar kepalaku ke belakang, dan ku lihat Heechul oppa berjalan mendekat. Ia meletakkan tas kertas coklat di meja, dan lantas berdiri tepat di belakangku.

“Dia begitu menyayangimu, dia pasti tidak akan dendam padamu” lanjutnya lagi, kali ini sambil mengusap kepalaku lembut. “Jangan menyiksa dirimu seperti ini..”

“Aku hanya ingin oppa segera sadar, aku ingin ia tersenyum lagi padaku seperti dulu, ingin ia memelukku lagi penuh sayang, aku merindukan semuanya oppa..” air mata kembali mengalir dari sela-sela sudut mataku.

Tangan Heechul oppa langsung menarikku, dan mendekapkan wajahku di tubuhnya. “Aigo..lihatlah dirimu, lingkaran hitam disekitar matamu itu semakin menjadi, dan lihat wajahmu, kusam begitu..kau pikir Wonnie-ah akan bahagia jika ia sadar dan melihat dirimu dalam keadaan seperti ini, kau seperti zombie, kau tahu ?”

Dengan kalimat kritik alanya yang khas, Heechul oppa membuatku tertawa kecil. Bagaimana bisa ia memintaku untuk memperhatikan penampilan, sementara kekasihku, atau yang saat ini berstatus mantanku sedang terbaring antara batas garis hidup dan mati.

“Kau sudah makan ?” tanyanya lagi. Yang hanya ku jawab dengan gelengan kepala.

“Yak Eun Ah, kau ini, sebegitu inginnyakah kalian menjadi pasangan yang begitu sehidup semati seperti ini !” dengusnya kesal. “Aku masih mempunyai waktu satu jam sebelum harus kembali ke lokasi, aku akan menemanimu makan dan kau tidak boleh membantah..”

“Tapi oppa, bagaimana...”

“Wonnie tidak akan apa-apa, ia kuat, ia yang paling kuat, percayalah padaku..dan aku rasa ia tidak akan keberatan jika kau menghirup udara segar sebentar” belum sempat ku jawab, Heechul oppa telah mendorong kursi rodaku untuk keluar dari kamar rawat Siwon oppa. Ia mengajakku menuju taman rumah sakit yang tidak terlalu ramai.

“Tunggulah disini, aku akan membawakan makananmu” perintahnya sambil berlalu meninggalkanku sendiri. Aku hanya mengangguk. Meski di taman ini banyak terdapat bunga-bunga indah, pikiranku tetap saja tak ada disini. Diam-diam, tanpa ingin kuberitahu pada siapapun, aku begitu takut, takut akan fakta yang mungkin saja terjadi. Bagaimana jika Siwon oppa benar-benar pergi ? Pergi dan takkan pernah kembali untukku lagi.
Inikah yang orang bilang. Kehilangan adalah titik dimana kita bisa merasakan sebuah ketulusan. Karmakah ini untukku ? Inikah balasan Tuhan karena kemarin aku telah membiarkannya sakit atas kepergiaanku yang sepihak. Tidak bisakah aku diberi kesempatan kedua ? Aku masih ingin bersamanya, memperbaiki semuanya. Aku tidak akan bertindak egois lagi. Aku akan lebih mengerti posisinya. Aku tidak akan menuntut apapun. Aku akan terus menerima apapun dia, sebagaimana adanya dia, tanpa terkecuali.

Penyesalan ini membunuhku. Rasa sesal ini, benar-benar memelukku tanpa ampun. Aku masih mencintainya. Sangat mencintainya dan tak dapat hidup tanpa dia. Kembalikanlah ia padaku Tuhan. Kabulkan permintaan ini sekali, dan akan ku jaga dia seumur hidupku.

“Kau melamun ya ?” Heechul oppa tiba-tiba saja sudah ada disebelahku, dengan sebuah mangkok ditangannya. “Bubur ini terlihat tidak enak..perlukah ku telponkan Wokkie agar dia memasakkan bubur yang enak untukmu”

“Ani oppa, itu berlebihan..” sahutku sambil tersenyum. Beruntung sekali memang aku ini, mereka sudah menganggapku seperti adiknya dan aku dengan teganya bersifat egois untuk segala kebahagiaan ini.

“Makanlah..aaa...” ia menyuapkan sesendok bubur ke dalam mulutku, yang rasanya, benar seperti apa yang ia katakan, tidak enak. “Cukup oppa, aku kenyang..”

“Yak kau ini !! satu suap bubur apa yang membuatmu kenyang ! apa yang ingin kau makan, hah ? akan kubelikan”

“Aku akan makan banyak jika Siwon oppa sadar nanti, seberapa banyakpun yang ia minta, akan ku makan” sahutku, membuat Heechul oppa menatapku pias.

Ia berjongkok di hadapanku. “Satu lagi, jebal..” ujarnya sambil kembali mengangkat sendok ke mulutku. 
“Ayolah, tegakah kau melihat aku hingga seperti ini hanya untuk memintamu makan sesuap lagi, hah ?!”
Intimidasinya berhasil, aku membuka mulut dan kembali menelan bubur tanpa rasa itu. “Cukup oppa..”

“Ne..” tahu akan percuma, ia meletakkan mangkok itu di bawah asal, dan kembali menatapku. “Mianhe Eun Ah..”

“Untuk apa oppa ?” tanyaku bingung.

“Huft..” ia mendesah pelan, membuatku bertanya-tanya. “Akulah yang menyarankan Siwon untuk sedikit bersikap cuek padamu, seandainya aku tidak menyuruhnya bertindak begitu, kejadiannya tidak akan begini..” dapat kulihat gurat penyesalan di wajah Heechul oppa, sesuatu yang jarang atau malah tidak pernah kutemui sebelumnya.

“Ani oppa, bukan salah oppa. Akulah yang paling bersalah, aku yang menuruti keegoisanku dan tidak mengerti dengan keadaannya, aku yang salah” tahu mataku telah kembali berkaca-kaca, Heechul oppa langsung berdiri dan memelukku lantas mengusap-usap pundakku.

“Jangan menangis lagi, ia paling tidak suka melihatmu menangis, ia sangat mencintaimu, terlalu mencintaimu malah, ia tidak akan menyalahkanmu, percayalah Eun Ah..”

Mendengar pernyataan itu, aku malah kembali menangis. Menangis karena kebodohan yang kurasakan. Bisa-bisanya aku melepaskan diri dari oksigenku. Bisa-bisanya aku berusaha berdiri dengan kakiku sendiri sementara selama ini, tanpa ku sadar, Siwon oppalah tempatku bersandar.

***

“Eun Ah..saranghae..”

“Kembalilah padaku, ku mohon..”

Aroma parfum Armani yang khas dan begitu ku kenali terasa kental di hidungku, perlahan kubuka kedua mataku. Dan dapat ku lihat sebuah wajah yang begitu kurindukan.

“Eun Ah ? kau sadar ? kau bisa mendengarku ? terimakasih Tuhan..” ia mengecup kening dan tanganku berkali-kali sambil menengadahkan wajahnya ke atas. Membuatku bingung.

“Kau sudah sadar Eun Ah ? akan ku panggilkan dokter Wonnie-ah” suara seseorang, yang terdengar seperti suara Donghae oppa disertai langkah kaki yang terburu-buru meninggalkan ruangan ini.

“Oppa kau sudah sadar ?” bisikku lirih. Membuat kedua bola matanya menatapku penuh tanya.

“Apa yang kau bicarakan Eun Ah ? aku sudah sadar di malam setelah kecelakaan yang menimpa kita..” ujarnya, yang membuatku semakin bingung bukan main. Rasanya tadi aku masih menungguinya yang sedang terbaring koma.

“Bukannya kau koma oppa, sudah lebih dari satu minggu kau koma oppa” ujarku berusaha meyakinkannya.

“Kau ini bicara apa Eun Ah ? kaulah yang koma, ini hari ke sepuluh kau koma, kau kehilangan banyak darah karena memaksakan diri untuk menguras energimu waktu itu..” penjelasan ini benar-benar tak dapat ku terima dengan akal sehatku, bagaimana bisa seperti ini.

“Sudah pikirkan itu nanti, yang penting kau sudah sadar sekarang, tahukah kau, kau membuatku benar-benar takut. Jangan lakukan hal ini lagi padaku atau aku benar-benar akan mati karena kehilanganmu..”

“Bisakah tinggalkan ruangan ini sebentar, kami akan memeriksa nona Eun Ah dulu” sela sebuah suara lain. Siwon oppa menjauh dari sebelahku, melepaskan genggaman tangannya, sementara aku masih linglung dengan pikiranku sendiri. Apa yang terjadi selama ini ?

***

Jadi akulah yang koma, dan bukannya Siwon oppa. Ialah yang menemaniku setiap hari, hingga ia memohon untuk meminta izin dari perkerjaannya sesaat. Ialah yang selalu berdoa kepada Tuhan setiap waktu untuk kesembuhanku. Dan ialah orang yang selalu merasa bersalah dengan kondisiku. Bukannya aku.

Mungkin ini tak dapat dicerna dengan akal pikiran manusia. Aku telah bertanya kepada semua orang, dan memang akulah yang tak sadarkan diri begitu lama. Bahkan aku yang masih ingat dengan jelas tentang waktu yang kuhabiskan bersama Heechul oppa, nyata-nyatanya itu tidak pernah benar-benar terjadi.

Tapi aku tidak peduli. Ku anggap itu cara Tuhan untuk menyadarkanku tentang berharganya sebuah kehilangan. Ia membuatku merasakan sakitnya ditinggalkan dan penyesalan, agar segala keegoisanku runtuh dan aku dapat mengakui apa yang benar-benar hati kecilku rasakan. Tak terlalu penting, apakah saat itu aku hidup didunia mimpi atau apapun. Yang jelas, semua itu berhasil untuk membuatku mengerti, tentang arti hidup.

Dan kini, setelah sebulan aku tinggal di rumah sakit, akhirnya aku diizinkan juga untuk segera keluar dan kembali ke aktivitas normalku, meski tentu saja aku tidak boleh segera kembali ke London. Yang paling menyenangkan, satu bulan ini aku memiliki Siwon oppa secara utuh tanpa terganggu jadwal apapun. Ia benar-benar selalu ada di sisiku, 24 jam penuh dengan segala perhatiannya.

Aku tersenyum melihat sebuah headline news di televisi kamarku. Tampak dirinya yang sedang mengadakan sebuah konferensi pers kecil di bawah, tepat di depan rumah sakit tempatku berada. Sosoknya yang satu bulan ini tak nampak di layar kaca, dan keberhasilan netizen melacak keberadaannya sejak kecelakaan itu, membuat hubungan kami akhirnya terbongkar juga.

“..aku benar-benar meminta kepada seluruh elf dimanapun kalian berada, gadis ini sangat penting untukku, aku sudah berkali-kali hampir kehilangannya, dan yang terakhir benar-benar membuatku takut, posisinya di hatiku sama seperti posisi kalian untukku, kalian dan gadis ini sama-sama hal penting dalam hidupku, aku mencintai kalian dan juga mencintainya, jadi ku harap kalian juga dapat mencintainya sebagaimana yang aku lakukan..”

“Mungkin ada yang kecewa dengan keputusanku, tapi tidak pernah sekalipun aku berpikir untuk mengecewakan kalian, karena kalian begitu berharga, jadi sekali lagi ku minta, tetaplah mendukung Super Junior, tetaplah mendukungku, kita akan sama-sama berbahagia...gomawo” dengan sopan ia membungkukkan badannya di hadapan seluruh kamera yang sedang menyorotnya. Membuatku terharu melihatnya.

Kuraih remote, dan ku matikan tv tersebut. Tak lama kemudian, tubuhnya yang tegap masuk ke dalam kamarku beserta senyumnya yang menawan tentu saja.

“Oppa membuatku terharu, terimakasih oppa..” ujarku langsung.

“Harusnya itulah yang ku lakukan dari dulu untukmu, agar membuatmu nyaman untuk selalu berada disisiku” ia mengecup keningku cukup lama, dan aku begitu menikmati cintanya yang begitu terasa.

“Apa kau sudah siap ?” tanyanya, berbisik lembut ditelingaku.

“Sudah kutunggu begitu lama agar dapat keluar dari sini oppa..” rengekku manja, membuatnya tertawa kecil. Ia mengulurkan tangannya dan ku sambut dengan senyum yang mengembang.

Terkejut, ketika aku menemukan ada banyaknya wartawan dan elf di luar rumah sakit yang menyambut kami. Aku sedikit takut, bukan apa-apa, tapi aku belum begitu siap dengan apa yang akan mereka lakukan padaku. Dimiliki oleh seseorang dari sebuah boyband ternama dengan fans yang begitu banyak, aku mengerti apa resikonya.

Diluar dugaan, ternyata mereka malah menyambutku dengan ramah, genggaman tangan oppa juga membuatku lebih percaya diri untuk berjalan melewati mereka menuju mobil. Ku coba untuk tersenyum, aku ingin membuktikan bahwa aku pantas berdiri di samping Siwon oppa, tenang saja elf, akan ku jaga dia dengan segenap kemampuan yang kubisa.

“Aku sudah menelpon eommamu, bahwa kita tidak akan langsung pulang ke rumah” ujarnya dari balik kemudi, mobil baru yang ia miliki.

“Kita mau kemana oppa ?”

“Lihatlah nanti..” sambil tersenyum sok rahasia, ia mengerling jahil ke arahku. Tapi kemanapun, selama tetap bersamanya, aku tidak peduli.

Ia mengemudikan mobilnya dengan pelan, membuatku tersenyum, mungkin ia sendiri masih sedikit trauma dengan kecelakaan maut yang baru saja aku dan oppa alami. Sesekali ia melirik ke arahku sambil tersenyum, membuatku mabuk kepayang dibuatnya.

Ternyata ia mengajakku ke Seoul Tower. Tempat dimana, cinta kami terikat secara simbolis. Setelah memastikan penyamarannya telah rapi, dibalik topi, kacamata, serta masker, aku dan dia mulai meniti langkah mendekati Tower itu.

“Kau masih mengingatnya kan ?”

“Tentu saja, tapi sepertinya gembok kita sudah tertimbun oleh banyak gembok lainnya” gerutuku kesal, dan ia hanya tertawa.

“Jika aku dapat menemukannya, apakah kita bisa kembali ?”

“Kembali ? eh...”

“Hahaha..apakah kau lupa bahwa kau telah memutuskanku..” ucapannya itu benar-benar membuat wajahku merah padam, dan ia kembali tertawa. “Setidaknya, biarkan aku sedikit berusaha untuk mengembalikan cerita kita..”

Dan tanpa berkata-kata lagi, ia mulai berjongkok dan mencari gembok kami yang entah telah berada dimana. Satu jam..dua jam...tiga..empat..dan..lima jam..bahkan matahari mulai tergelincir turun perlahan, dan oppa masih tampak mencari.

“Oppa..sudahlah, tak apa kalaupun tak ketemu, lagipula kau sudah tahu jawabanku kan ?”

“Tunggulah sebentar lagi Eun Ah, pasti akan kutemukan untukmu” sahutnya masih penuh semangat.

“Perlukah aku membantu oppa ?”

“Ani ! tetaplah duduk disitu, sebentar lagi, pasti akan kutemukan untukmu”

“Haha..itu tidak terlalu penting untukku oppa, bagiku selama ada opp...”

“Ya Eun Ah kemarilah !” panggilnya dengan wajah berseri-seri. Aku bangkit dan menuju tempatnya berjongkok, dapat kulihat ia sedang memegang gembok milik kami yang sudah mulai berkarat. “Lihatkan, aku membuktikannya kepadamu bahwa aku bisa menemukannya..”

Aku tersenyum, dan kemudian memeluk punggung Siwon oppa, melingkarkan tanganku di perutnya. “Oppa tahu, aku tak peduli sekarang, apakah kita harus bertemu diam-diam, apakah oppa harus memakai segala penyamaran oppa untuk berkencan denganku, apakah nanti saat aku harus ke London dan oppa tetap disini, aku tidak peduli ! Yang aku tahu, oppa akan selalu ada dihatiku selamanya, dan akan selalu begitu..saranghae oppa..”

Ia bergerak, dan akupun melepaskan pelukanku. Kami berdiri berhadapan, ia mengusap pipiku, menyingkirkan sedikit rambut yang menutupi wajahku.

“Nado saranghae..”

-TAMAT-

Fiuuuuh..akhirnya bisa juga nyelesein bagian yang ini. haha, gimana ? udah nggak gantung lagi kaaaannnn..kekeke

Err..pada ngerti kan ya ceritanya gimana ? bilang ya kalo bingung, nanti aku jelasin ehehe. Bagian kecelakaannya itu ter-inspirasi dr mv my coagulation – kry , dan bagian ditabrak truknya ( karena di mv itu nggak diceritain ) terinspirasi dari chat aku-prima-gita semalem hahaha *curcol*

Share pendapat dan kritik kalian setelah baca cerita ini yaa..jejak komennya aku tungguin lhoo..
Gomawooo ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar