Kamis, 07 Juli 2011

End ? (1/3)

“Lepaskan aku, aku mohon..” aku meminta dengan sangat pada seorang namja yang sedang menahan pergelangan tanganku erat. Sambil berusaha menahan air mata yang siap mengalir kapanpun.

“Tolong, jangan pergi..tetaplah disini, bertahanlah sesaat lagi..” sahutnya pelan.

Mungkin ia benar, aku tahu, ia mencintaiku, dan akupun masih mencintainya. Tapi bukan hubungan seperti ini yang ingin ku jalani. Aku tidak bisa. Takdir mempermainkanku dan aku memilih untuk menyerah.

“Sepanjang kita bersama, aku tidak pernah meminta apapun, apapun..jadi kali ini, aku mohon lepaskan aku Siwon-ssi..” desahku ketika menyebutkan namanya. Terasa begitu menyakitkan. Dua tahun, dalam dua tahun aku terbiasa memanggilnya ‘oppa’ tidak seperti tadi.


Aku dapat merasa, ketika tangannya mengendur dari pergelangan tanganku. Ia sendiri mungkin kaget, aku akan menyebut namanya. “Ku mohon, jangan pergi...”

“Ku mohon, lepaskan aku..” ujarku lagi. Menghentakkan tangannya, dan berjalan menjauh darinya. Terus berjalan. Aku tidak mau menoleh. Tidak mau melihatnya. Aku tahu, aku tidak akan sanggup melihatnya.

“Eun Ah !”

Raungannya memanggil namaku, terasa begitu memilukan. Namun aku terus berjalan dan tak sedetikpun ingin berbalik meski aku ingin. Aku takkan merubah semua keputusan yang telah kupikirkan berminggu-minggu ini. Beruntung kali ini ia tidak mengejarku lagi.

-@-

Pandangan matanya terus mengikuti yeoja yang terus berjalan tanpa menoleh ke arahnya sedikitpun. Hentakan high-heelsnya yang begitu kuat menyentuh aspal jalan, seolah menyiratkan tentang kemauan kerasnya untuk benar-benar mengambil jalan ini, meninggalkan dirinya dalam keterpurukan.

“Eun Ah !!!” teriaknya sekeras mungkin, dan jatuh berlutut. Namun bayang gadis itu telah menghilang, lampu taman tak mampu menangkapnya lagi. Menghilang dengan paksa, pergi tanpa ia inginkan.

Air matanya mulai mengalir, seseorang yang dua tahun ini bersabar di sampingnya, akhirnya menyerah juga. Dan hatinya, mulai merutuki semua kebodohannya. Ia merapuh kali ini. Gelarnya sebagai si Tuan Sempurna, menguap begitu saja. Melemah di balik air mata dan segala rasa kehilangannya.

***

Aku mungkin wanita paling bodoh, melepaskan seorang Choi Siwon. Laki-laki dengan sejuta pesona yang membuat perempuan manapun rela melakukan apa saja untuknya. Dua tahun inipun sesungguhnya tanpa cela, seperti yang diketahui, ia sempurna dan selalu membuatku bahagia.

Penyanyi, pemain film, anak seorang pengusaha kaya, tampan, berkharisma. Semua ada pada dirinya. Tak dapat di sangkal oleh siapapun. Awalnya, aku memang merasa menjadi orang paling beruntung di dunia ini, ketika ia akhirnya memintaku untuk menjadi kekasihnya. Ku jalani hari-hariku penuh kebahagiaan bersamanya.

Namun lambat laun, rasa lelah akan semua kesabaran yang telah ku beri itu akhirnya berakhir juga. Aku tidak lagi sanggup, harus bermain kucing-kucingan hanya untuk bertemu dengan pacarku sendiri. Aku maklum ketika ingin berdua dengannya, ia harus memakai atribut penyamaran yang super lengkap. Aku tak masalah, bila hanya dapat menemuinya di malam hari itupun di sekitar dorm-nya dan tak dapat berkencan dengannya ke taman hiburan seperti sahabatku yang lain. Aku juga tidak keberatan, saat ia di gosipkan dengan yeoja-yeoja lain yang memang dekat dengan dengannya.

Tapi rasanya menjadi begitu sakit ketika aku harus terus-menerus disembunyikan dari para netizen yang mulai berkasak-kusuk tentang hubungan kami. Mengapa ia menjadi begitu pengecut untuk mengakuiku ? bukankah dengan ia mengatakan semuanya hubungan kami akan dapat berjalan normal ? Masalah diperparah dengan jadwal-nya bersama Suju M yang harus membuatnya tidak tinggal di Seoul untuk sementara waktu, dan membuatku kelelahan sendiri hanya untuk mengetahui keadaannya padahal ia pacarku.

Dan salahkah sekarang jika aku menyerah ? aku sudah berusaha bertahan dan ia masih saja memintaku menanti. Aku punya kehidupan yang ingin ku jalani secara normal. Nonton bioskop berdua, berjalan-jalan ke pasar malam, ia datang menjemputku di rumah, dan hal-hal sepele lainnya yang dilakukan selayaknya laki-laki terhadap perempuan yang ia cintai.

Aku memeluk boneka beruang berwarna merah jambu, yang ia berikan di saat kami jadian. Aku kehilangannya. Harusnya satu minggu ini, satu minggu ketika akhirnya ia dapat menghabiskan waktu di Seoul, akan setidaknya ada kisah yang mampu kami torehkan. Dan satu jam yang lalu, aku baru saja memutuskannya.

Linangan air yang terus mengalir dari kedua bola mataku, ku biarkan begitu saja. Aku kehilangan dia, tak ku pungkiri itu. Namun aku takkan kembali. Tidak akan.

***

Ku langkahkan kakiku menyeruak di antara desakkan puluhan manusia yang baru saja bersama-sama denganku turun dari subway. Semalaman tadi aku menangis, bagaimanapun aku masih mencintainya dan melepaskannya tentu saja menjadi cobaan berat dalam hidupku. Tapi aku tidak boleh menyerah, aku harus berjuang untuk melupakannya.

Manik mataku menatap tertarik pada segerombolan gadis-gadis muda berseragam SMA yang sedang berkerumun, dan ketika ku dekati, ternyata mereka tampak asik melihat sebuah acara di televisi, dan setelah ku perhatikan lebih jauh, aku baru paham bahwa Super Junior-lah bintang tamu dalam acara tersebut.

Tersenyum miris, aku memutuskan untuk segera berbalik dan menjauh dari titik itu. Meski bukan ELF sejati, namun dulu tentu saja aku tak pernah melewatkan setiap acara yang menampilkan SuJu, karena dengan begitu aku merasa bisa begitu dekat dengan Siwon.

“..Siwon sedang kurang enak badan, makanya ia tidak kemari, kepada seluruh ELF kami mohon doanya agar ia dapat segera berkumpul dengan kami kembali...” reflek kakiku berhenti. Aku bisa mendengar ucapan itu dengan jelas, sepertinya suara Leeteuk oppa.

“Sakit ?” gumamku, seolah akan ada yang menjawab. “Pabo kau Eun Ah, untuk apa mengkhawatirkannya, ia bukan pacarmu lagi..” lanjutku setelah sebelumnya memukul kepalaku sendiri.

Aku mencoba untuk tidak peduli. Ini sulit. Namun aku tahu, aku harus melakukannya.

***

Mungkin ini sudah yang ketiga kalinya, aku menghela napasku sendiri. Aku sedang mencoba untuk menyingkirkan segala benda yang dapat membuatku mengingat segala hal tentangnya, dan hal ini tidak berjalan mudah. Aku bahkan perlu bermenit-menit hanya untuk memasukkan frame berisi fotonya ke dalam kardus.

Lagi-lagi kegiatanku terhenti ketika tanganku ingin memasukkan sebuah mug bergambar foto kami berdua. Aku tersenyum kecil menyaksikan betapa lebarnya tawa kami dalam foto tersebut. Yang dengan sial-nya membuatku jadi merindukan senyumnya yang begitu menawan.

“Drrt...drrttt..drrrtttt...” aku menoleh, melihat ponselku bergetar-getar di atas meja, dan segera ku raih. Keningku sedikit berkerut melihat siapa yang menelpon malam-malam begini.

“Eun Ah, apakah Siwon ada ditempatmu ?” bahkan aku belum sempat menyapa, suara Leeteuk oppa langsung terdengar begitu saja, dengan nada panik, yang malah membuat otakku perlu beberapa detik untuk mencernanya.

“Mwo oppa ?” tanyaku ulang.

“Apakah Siwon ada ditempatmu ? ia pergi dari dorm sejak tadi siang dan belum kembali, handphonenya tidak aktif dan ia juga tidak ada di rumahnya” jelas Leeteuk oppa agak tidak sabaran.

Aku menggeleng, dan menyadari kebodohanku bahwa tentu saja Leeteuk oppa tak akan dapat melihat gerakanku. “Ani oppa, aku tidak bertemu dengannya seharian ini, lagipula..aku dan dia sudah putus”

“Putus ? ahh, aku mengerti sekarang..”

“Mengerti apa oppa ?”

“Kapan kau putus dengannya ? apakah tadi malam ?” bukannya menjawab, Leeteuk oppa malah kembali menimpaliku dengan pertanyaan.

“Ne..”

“Tadi malam ia pulang ke dorm dengan keadaan kacau, tadi pagi ia hanya mengurung diri di kamar dan meminta ijin untuk tidak syuting. Adakah masalah yang belum selesai ?”

“Err..mianhe oppa, bukan aku tidak ingin memberi tahumu, hanya saja itu urusan pribadiku dengannya”

“Ya aku mengerti, tapi bisakah aku minta tolong sekali ini saja padamu ? bantulah kami mencarinya, mungkin kau tahu tempat yang sering ia kunjungi..aku hanya takut ia melakukan hal-hal yang di luar batas, kau tahu kan masalah Kangin..”

Ku lirik jam dinding di kamarku, sudah pukul delapan malam, ingin rasanya aku menolak meski di sisi lain ingin aku juga khawatir dengan keadaannya.

“Baiklah oppa, akan ku coba untuk mencarinya..”

“Gomawo Eun Ah, segera telpon aku jika kau dapat menemukannya”

“Ne..” aku menutup telpon, dan lagi-lagi menghela napasku. Ku pandangi benda-benda yang telah mengisi sebagian kotak biru di atas meja belajarku. Sesusah inikah menghapus jejak tentangnya ?

Aku meraih mantel coklatku lalu keluar kamar, dan mendatangi eomma serta appaku yang sedang ada di taman belakang.

“Appa, bolehkah aku memakai mobil ?” pintaku sambil memberi tatapan berharap.

“Sudah semalam ini, kau mau kemana Eun Ah ?” eomma-kulah yang merespon lebih dulu.

“Ada peralatan yang harus ku beli untuk praktek di kampus besok, hanya sebentar, boleh ya ?” rayuku sambil bersimpuh dan menarik-narik lengan baju appa.

“Baiklah, jangan ngebut, berhati-hatilah..” sahut appa.

“Tentu saja appa, gomawo, aku pergi dulu” ujarku riang, dan langsung bergegas meninggalkan mereka menuju mobil di garasi.

Sejujurnya aku tidak ada ide akan pergi kemana untuk mencari Siwon-ssi. Tidak banyak tempat yang sering kami kunjungi, kecuali taman sekitar dorm-nya, cafe di sekitar gedung SM atau tempat-tempat lain yang memang aman untuk kami bertemu. Sedikit miris memang, dua tahun dan hanya tempat-tempat itu saja yang menjadi latar pertemuan-pertemuan indah kami.

Aku hampir frustasi setelah hampir satu jam berputar-putar dan tak kunjung menemukan sosoknya. Dan hal ini malah membuatku lebih cemas dari sebelumnya. Ini bukan sosok Choi Siwon yang aku kenal, ia tidak se-emosional ini untuk ‘kabur’ dari masalahnya. Ia adalah orang yang selalu berpikir berkali-kali hingga matang  bahkan hanya untuk membeli sepasang sepatu. Ya, dia memang kadang terlalu sempurna.

Sempurna ? Tiba-tiba saja aku teringat tentang sebuah malam di penghujung november. Malam yang awalnya terasa biasa, ketika ia memintaku untuk bertemu di dormnya. Namun semua itu berubah menjadi indah ketika akhirnya ia mengajakku ke sebuah tempat. Tempat yang biasa dan tak istimewa, tapi itu adalah malam yang paling menyenangkan untukku. Saat itu, aku bersandar di dada bidangnya, memandang bintang, menikmati senyumnya. Ia tak mengenakan penyamarannya malam itu dan kami tak perlu takut akan ada yang memergoki aku dan dia. Malam itu benar-benar berkesan.

Dan rasanya aku tahu sekarang, kemana aku harus mencarinya. Tanpa buang-buang waktu, ku pacu segera mobil appa menuju tempat itu.

Untung malam ini aku keluar rumah dengan sepatu snikers andalanku, dan bukannya high-heels seperti biasa ketika aku menemuinya. Dengan napas yang masih memburu, aku hanya menatap punggungnya yang aku tahu, tak menyadari kehadiranku.

Aku ada di atap Hyundai Departement Store, yang tidak lain adalah milik keluarganya. Ragu merayapiku untuk menyapanya. Aku mengeluarkan ponsel dari saku mantelku, berniat untuk menghubungi Leeteuk oppa, dan lantas aku dapat pergi dari sini. Aku merasa belum sanggup menatap wajahnya.

“Euh Ah ? benarkah ini kau ?”

Ku angkat kepalaku, dan menyaksikannya yang terlihat terlalu berantakkan. Benar-benar tidak seperti dirinya yang biasa. Rambutnya berantakkan, matanya merah, pakaiannya kusut, dan ia tampak mabuk.

“Kau mabuk ?”

“Biarkan aku memelukmu Eun Ah..” ia mendekat. Dan aku mundur.

“Kita sudah selesai Siwon-ssi, aku bukan pacarmu lagi, terimalah itu” ujarku mencoba lantang, meski itu tidak mudah.

“Tapi aku tak bisa Eun Ah ! tegakah dirimu membuatku seperti ini ?!!”

“Aku sudah memberimu sekian waktu, aku bertahan di sisimu, meski semua mengira kau sendiri. Aku bertahan ! dan kau tak pernah menggunakan kesempatan itu..”

“Mianhe Eun Ah, biarkan aku memulai kembali semuanya” pintanya lirih. Jarak kami sekarang tak lebih dari sejengkal, dan dapat ku hirup aroma tengik dari minuman yang baru ia tenggak, memuakkan.

“Mengapa kau harus seperti ini Siwon ?! aku tidak mengenalmu yang seperti ini ?!!”

“Karena aku tidak bisa hidup tanpamu Eun Ah..” ia mengangkat tangannya ingin membelai pipiku, namun buru-buru ku tangkis. “Apakah aku sehina itu hingga kau tak mau ku sentuh ?” tanyanya menatapku pilu.

“Jangan membuatku jadi orang jahat karena membuatmu jadi seperti ini, jalanilah kehidupanmu, hiduplah dalam duniamu Siwon-ssi..”

“Duniaku semuanya berisi nama dan wajahmu, maka ketika kau pergi duniaku juga mati”

Aku dapat merasa, liang air mataku mulai penuh dan siap tertumpah. “Berhentilah mengiba, aku tak akan kembali padamu. Kita tidak berjodoh..”

“Aku akan mengakuimu di depan semua orang Eun Ah, aku akan mengenalkanmu pada semua kolegaku. Kita akan menikah di kapel kecil dengan hanya beberapa undangan, kau akan mengenakan gaun putih yang sederhana dan aku akan menjadi mempelai pria yang paling bahagia, kita akan membangun rumah dengan dua kamar saja di tepi pantai lalu aku akan mencari ikan sementara kau akan bermain dengan anak kembar kita, aku akan memelukmu setiap malam dan membacakan dongeng untuk anak-anak kita, kita akan berkeliling dunia, semuanya..semuanya seperti impianmu yang sering kau utarakan padaku Eun Ah..” namja di hadapanku ini, sama sekali seperti bukan Siwon. Ia benar-benar rapuh, tak ada jejak-jejak kesempurnaannya.

“Hentikan !” teriakku akhirnya, menangis. “Kemana saja kau selama ini ? aku memang egois karena aku tak merasa cukup hanya dengan memilikimu, aku egois karena aku ingin semua dunia tahu bahwa Choi Siwon hanya milikku. Tapi aku sudah menyerah, aku mundur dari duniamu..”

“Kau tidak boleh menyerah Eun Ah !” Siwon mengguncang-guncang bahuku, matanya juga berkaca-kaca. 
“Kembalilah, berilah aku kesempatan kedua, ku mohon..”

“Kisah kita sudah selesai, aku mungkin terlalu bodoh karena melepaskanmu. Tapi aku mempunyai hidupku, yang akan terus ku perjuangkan, aku akan ke London untuk melanjutkan study S2-ku, dan apa jadinya kita, sementara aku ada di Seoul saja, kau hanya dapat menyisihkan satu jam-mu dari seluruh harimu untukku. Aku juga menangis setelah melepasmu, aku kehilanganmu, kehilangan tangan kekar yang biasa memeluk dan menguatkanku, kehilangan senyummu yang selalu menentramkan hatiku, kehilangan tatapan matamu yang meneduhkanku. Tapi hubungan ini tidak akan berhasil..dewasalah seperti biasa Siwon-ssi, ku mohon..” aku menunduk, tak sanggup lagi menatap bola matanya yang seperti itu. Aku tak mau akhirnya luruh dan kembali.

“Temanilah aku malam ini, hanya malam ini saja, Eun Ah..”

“Tidak bisa, aku harus pulang, kau juga harus pulang ke dorm..”

Ia menggeleng. “Aku belum bisa pulang, aku masih perlu sendiri,aku perlu kau..”

“Berhentilah mengharapkanku Siwon-ssi, lepaskah aku, jika Tuhan benar-benar menghendaki kita untuk bersatu, aku percaya Ia akan menyatukan kita, tapi tidak saat ini”

“Melepaskanmu adalah sesuatu yang tidak ada di kamusku, aku tidak tahu caranya, dan tidak mau tahu”

“Jangan begini, aku mohon..kita hanya berpisah, dunia tidak kiamat”

“Kiamat untukku Eun Ah, atau aku tidak sepenting itu di matamu ?”

“Kau yang terbaik yang pernah mengisi hidupku, tapi kita sudah berakhir dan biarlah kenangan itu menjadi indah” aku berusaha untuk menekankan setiap kata yang ku ucapkan, berharap ia mengerti, berharap ia tak lagi seperti ini.

“Benarkah tak bisa kau menemaniku sejenak disini ? tak usah malam ini, lima menit saja, aku ingin melihat bintang berdua denganmu seperti dulu..” nadanya melemah, dan aku benar-benar tak sanggup lagi menolaknya, hingga aku mengangguk. Ia memberikan tangannya ke arahku dan ku terima.

Ia menggenggamku dan mengajakku ke tepi atap. Kami sama-sama menatap ke atas, melihat kerlip bintang yang tampak menawan meski hati kami sama-sama hancur lebur. Ia masih saja menggenggam tanganku erat seolah tak mau melepaskannya, dan ku biarkan kali ini.  Toh setelah malam ini, tak akan ada lagi detik-detik seperti ini.

“Kapan kau akan berangkat ke London ?” tanyanya masih sambil melihat bintang.

“Segera setelah semua urusan kuliahku disini selesai”

“Jika aku dapat datang sebelum keberangkatanmu, maukah kau memberikan kesempatan kedua ?”
Aku menoleh ke arahnya, melihat wajah putih mulusnya dari sisi kiri. “Coba saja, aku tidak mau membuat janji..”

Ia tersenyum tipis. “Apakah mencintaiku sebuah kesalahan ?”

“Siwon-ssi, tolong jangan mulai lagi..”

“Tetaplah salah, tetaplah mencintaiku..”

“Ku mohon Siwon-ssi..”

“Ne, aku tahu, aku mengenalmu lebih dari apapun, kau tak akan menarik segala ucapanmu. Bolehkan aku meminta satu, setelah itu aku akan melepaskanmu..”

“Mwo ?”

“Tetaplah panggil aku oppa, aku sudah terbiasa mendengar suara lembutmu memanggilku demikian”

“Baiklah oppa..” sahutku langsung. “Sudah lebih dari lima menit, dan sudah hampir dua jam aku meninggalkan rumah, eomma dan appa pasti sudah khawatir di rumah..”

“Pulanglah kalau begitu, kau naik apa kemari ?”

“Mobil appa, oppa sendiri ?”

“Aku masih mau disini..”

“Kalau begitu aktifkanlah ponselmu oppa, hyung dan dongsaeng oppa sangat mencemaskanmu”

“Akan ku aktifkan nanti” ujarnya pelan. Ia tersenyum ke arahku, dan melepaskan genggaman tangannya. 
“Berhati-hatilah, aku akan menghukum diriku sendiri jika  sampai ada apa-apa denganmu..”

“Aku mengerti, sampai jumpa oppa, dan..berjanjilah padaku jangan seperti ini lagi, kembalilah seperti dulu, Tuan Sempurna..”

“Haha..” ia tertawa lirih, membuat tawanya tampak begitu kering. “Bolehkah aku memeluk dan mengecup keningmu ?”

Aku terpaku sesaat, dan lantas tersenyum. “Mianhe oppa, aku yakin akan ada waktu lain untuk itu, aroma tubuhmu hanya akan membelengguku untuk beranjak pergi dari cerita kita, mianhe..” ujarku sambil membungkukkan badan.

Dapat ku tangkap sorot kecewa di matanya, tapi ia mengangguk mengerti. Aku menatapnya sekilas dan segera meninggalkannya. Sepertinya malam ini aku akan menangis lagi, tapi setidaknya aku tahu, ia akan melepaskan aku, dan aku sendiri akan berusaha untuk lepas dari segala candu tentangnya.

***

Hidup berjalan terlalu normal sejak hari itu. Tanpa terasa tiga bulan terlewati begitu saja. Sesekali Siwon oppa mengirimiku sms, meski kadang ada saja yang tak ku balas. Aku senang melihatnya telah kembali bersemangat di panggung. Aku yakin ia akan menemukan gadis yang lebih sabar dan mampu menemani serta menerimanya apapun kondisi hidupnya, tidak egois seperti aku. Aku sendiri akhir-akhir ini di sibukkan dengan persiapanku untuk bersekolah di London, dan lusa adalah hari keberangkatanku.

Aku menutup koperku yang terakhir setelah memastikan semua yang ingin ku bawa telah ku masukkan. Aku memandangi paspor dan tiket pesawatku. Dan pandanganku teralih ke ponselku. Ku raih benda berwarna putih itu, dan aku segera mengetikkan beberapa kalimat.

To : Siwon oppa
Oppa, mengganggukah aku ? kalau iya, mianhe >.<
aku hanya mau memberi tahu, bahwa lusa aku
akan berangkat ke London..
sampaikan goodbye-ku pada seluruh member di dorm
dan sukses untukmu oppa, hwaiting !

***

Aku sudah tiba di bandara sejak satu jam yang lalu, dan sedikit merasa bodoh karena tiba-tiba saja aku mengharapkan kehadirannya. Kalimatnya di atap Hyundai DS malam itu terasa terngiang-ngiang di telingaku. Padahal aku sendiri tidak tahu apakah aku akan memberinya kesempatan kedua lagi, jika ia benar-benar muncul. Karena meski berat, tapi nyatanya tiga bulan ini aku masih bisa bernapas dengan baik-baik saja 
tanpanya.

“Eun Ah, apa lagi yang kau tunggu ? ayo kita harus masuk sekarang..” ujar eomma menyadarkanku dari lamunan. Eomma dan appa memang mengantarku sampai ke London.

“Ne eomma..” sahutku singkat dan mengikutinya. Sesekali aku masih menoleh ke belakang, dan hanya dapat tersenyum sendiri ketika tubuh jangkung itu tak nampak juga.

Ia memang tak datang, dan mungkin ini memang jalan Tuhan untuk aku dan dia. Tak ada kesempatan kedua, semua benar-benar telah berakhir.

“....untuk seorang istimewa yang hari ini akan berangkat ke London..”

Langkahku terhenti. Itu jelas-jelas suaranya. Buru-buru aku menoleh ke segala arah, mencari darimana suara itu berasal. Dan terkejut ketika mendapatinya ada di layar tv ruang tunggu bandara. Ia sedang bersama personil SuJu M-nya.

“..aku minta maaf karena aku tak bisa datang, seperti yang kau lihat, aku di Taiwan sekarang dan mereka akan membunuhku hidup-hidup jika aku sampai menyusulmu ke Seoul meski aku mau. Aku memang tidak bisa mengantarmu, tapi ku mohon, berilah aku kesempatan kedua..”

Aku menutup mulutku, tak mampu berkata-kata dengan keberaniannya itu. Aku yakin setelah ini, netizen akan segera memburunya untuk segala pernyataan yang baru saja ia keluarkan. Tak dapat ku bendung mataku untuk tidak berkaca-kaca. Aku tersenyum bahagia. Entah kapan aku dan Siwon oppa bisa bertemu, tapi apa yang telah ia lakukan ini cukup untuk meringankan kakiku menuju London.

-Tamat-

Mianhe – maaf
Ne – ya
Ani – tidak
Oppa/hyung – kakak (sebutan u/ yg lbh tua)
Dongsaeng – adik (sebutan u/ yg lbh muda)
Gomawo – terimakasih
eomma – ibu
appa – ayah

Cerita ini, di ketik dalam waktu dua jam, setelah aku enek sendiri mantengin matdas buat snmptn *curcol* lagi-lagi ff suju, hehe, butuh banyak kritik, jadi minta kritiknya yaa..
Buat cdd-nya atau cerpen icil lain, dalam waktu deket ini belum bisa aku bikin, karena selain pikiran aku masih fokus buat snmptn, aku juga kehilangan feel sama icil..
Kalau ada yang mau baca dan ninggalin jejak-jejak yang bisa buat aku seneng dan lebih semangat, makasih banyak yaa..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar