Selasa, 29 September 2015

C.O.F.F.E.E [Cerpen]

You don’t spell love, you feel it – Pooh

***

Seoul, Juni 2011

Coffee.

Classic scene.

“Seung Mi eonni!”

Gadis cantik berambut panjang itu hanya bisa tersenyum kecil mendengar suara khas adiknya, yang menyapa dirinya tanpa malu-malu di tengah keramaian seperti ini –tipical. Kafe kecil dengan aroma kopi yang menggoda itu memang sedang dipenuhi oleh para pelanggan yang mendapat undangan atas pembukaan cabang baru ini. Termasuk dirinya.  

“Maaf, aku terlambat.” Ujarnya, sambil melayangkan senyum ke arah semua orang yang ada di seputaran meja kafe yang ia tuju, dimana adiknya, oppanya, dan tentu saja teman-teman oppanya sudah menunggunya.


“Gwenchana, aku sudah memesankanmu cappucinno.” Sahut oppanya, Hyuk Jae, perhatian seperti biasa.

Lagi-lagi ia tersenyum, senyum yang entah disadarinya atau tidak, telah membuat dua pasang mata tak dapat mengalihkan pandangan mereka darinya. Konyolnya, justru Eun Ah –adiknya, justru yang menyadari betapa sorot mata keduanya terlalu sarat akan kekaguman terhadap kakaknya tersebut.

Eun Ah tersenyum kecil, menyadari ide jahil yang kini melintas di otaknya. “Uhuk! Hae oppa, Kyu oppa, sampai kapan kalian akan memandangi Seung Mi eonni ? Both of you could make big hole with that stare! Hahahaha.”

Dong Hae, salah satu yang tertangkap basah, buru-buru meminum kopinya dan tersenyum kikuk seraya mengusap tengkuknya. Sementara yang satu lagi, hanya dapat memberikan glare-evilnya yang terkenal.

“Eun Ah-ya..”  Seung Mi melirik adik perempuannya yang usil itu dan kini sedang mengedipkan sebelah matanya jahil.

“Wae ? Oh, apakah kau menikmatinya, eonni ?”

Seung Mi  membulatkan matanya mendengar pertanyaan yang penuh dengan nada menggoda tersebut, “Yak, haish kau ini..” balasnya, dan seolah deja vu, segera saja jemari panjangnya mengambil gelas kopi yang ada di hadapannya, meminum cappucinnonya, yang kemudian tanpa sadar meninggalkan jejak-jejak cream di ujung atas bibirnya.

Kyu Hyun, yang duduk tepat di hadapannya, yang meski telah disindir oleh Eun Ah tetap saja tak dapat mengalihkan tatapannya, mulai berdebat dengan pikirannya sendiri dalam detik yang singkat ini. Haruskah ia mengambil tisu dan segera membersihkan cream yang ada di atas bibir Seung Mi seperti adegan klasik dalam film ? Atau...

“Uhm, Seung Mi-ya...”

Oh. Dan Great ! Karena Dong Hae yang kini duduk di sebelahnya, lebih dulu membuka suara.

“Nde, oppa ?”

“Uhm..igo...”

Telunjuk Dong Hae terangkat, menyentuh ujung atas bibirnya sendiri, terlihat ragu dan juga bingung, berharap Seung Mi mengerti bahwa jika bisa, rasanya Dong Hae akan langsung membersihkannya saja dengan tisu yang sudah ada di genggaman tangannya.

“Huh ?”

Hyuk Jae menoleh, mengalihkan sebentar perhatiannya dari Eun Ah yang sedang menceritakan drama terbaru yang sedang ditontonnya. Menatap kedua sahabatnya dan adiknya secara bergantian, dan segera mengerti apa yang terjadi, tanpa pikir panjang, ia segera berdiri, mengambil tisu, berjalan kebelakang Seung Mi, dan mengusap lembut sampai bersih cream yang tertinggal tersebut.

“Ada cream di bibirmu.”

“Hah ? Huh, oke, gomawo oppa.” Sahut Seung Mi yang masih sedikit bingung. Dan kembali melemparkan senyumnya ke arah dua laki-laki di hadapannya yang hanya dapat menelan ludah kekecewaan.

“Ck! Kalian lambat sih, padahal aku sudah mengalihkan perhatian oppa.” Ujar Eun Ah tanpa berniat 
untuk menghentikan tawanya kali ini.

*

Offering

Seung Mi tidak bodoh, dan orang bodoh sekalipun akan mengetahui bahwa dua laki-laki tampan ini sedang sama-sama berlomba merebutkan perhatian Seung Mi, yang sayangnya membuat kedua orang pintar itu jadi terlihat bodoh.

“Kau pesan spaghetti saja.”

“Aniya. Sausnya bisa mengotori bajumu, kau pesan muffin coklat saja.”

“Ya Lee Dong Hae, menurutmu Seung Mi anak kecil yang makannya berantakkan, huh ? Spaghetti saja ya, sama sepertiku, bagaimana ?”

“Muffin coklat saja, seperti yang ku pesan, ini enak, otte ?”

“Spaghetti.”

“Muffin Kyu, muffin..”

“Uhm...oppa..” Seung Mi mencoba menyela pembicaraan tidak penting yang menyangkut dirinya ini, yang tentu saja langsung mendapat perhatian dari keduanya secara serempak mendengar suara lembut itu menginterupsi mereka “Aku senang kalian ingin memilihkan menu untukku, tapi aku akan memesan lasagna saja, seperti punya Hyuk Jae oppa.” Ujarnya, yang serta merta membuat Dong Hae dan Kyu Hyun diam seribu bahasa.

*

Fiction

Kadang, Dong Hae berharap ia terlahir sebagai Lee Hyuk Jae, sahabatnya dan juga kakak kandung seorang Lee Seung Mi. Yang dapat memeluk gadis itu dengan mudahnya, mencium keningnya atau pipinya setiap saat, mendengar seluruh ceritanya sambil bertatapan mata. Semua hal sederhana yang dapat membuatnya tak memiliki jarak dengan Seung Mi tanpa perlu ada alasan yang mengiringinya.

Seperti apa yang disaksikannya saat ini, bagaimana Hyuk Jae mengusap sayang kepala Seung Mi, dan tawa Seung Mi yang terdengar begitu merdu di telinganya. Tidak peduli meski dengan begitu ia tak dapat memiliki Seung Mi, namun menjadi kakak bagi gadis itu jelas bukan hal yang buruk, sangat menyenangkan malah.

Imajinasi bahwa ia yang duduk di kursi yang di duduki oleh Hyuk Jae sekarang, bahwa pundaknya yang baru saja di senderi oleh kepala Seung Mi, bahwa tangannya yang baru saja menggenggam lembut tangan berjari lentik itu, bahwa...

“Yak! Mau kau apakan tanganku, huh ?!”

Dong Hae tersentak, memperhatikan tangannya sendiri yang sedang menggenggam tangan orang  yang duduk di sebelah kirinya, Choi Siwon. “Eh ? Aigo, kenapa tanganmu berpegangan dengan tanganku, kuda ?!”

*

Fear

Seorang Cho Kyu Hyun tidak takut pada apapun. Yang ada, smirknya, senyum evilnya atau tatapan mata tajamnyalah yang mampu membuat nyali orang lain menciut di hadapannya.

Tapi Lee Seung Mi mengubah segalanya. Pertemuan yang berlanjut perkenalan pada musim panas beberapa tahun lalu, ketika Lee Hyuk Jae, teman barunya di JHS membawa kedua adiknya, Seung Mi dan Eun Ah, ia langsung tahu, mengerti dan menyadari, bahwa senyum malu-malu sedikit kikuk yang 
Seung Mi berikan padanya waktu itu akan menjadi senyuman paling tak terlupakan sepanjang 
hidupnya.

Dan well, instingnya selalu benar.

Sejak hari itu, setiap senyum Seung Mi dan semua gerakan kecil yang dilakukan oleh perempuan cantik itu selalu menjadi kesukaannya, favourite thingsnya.

Begitu juga saat ini.

Kyu Hyun menikmatinya, menikmati bagaimana Seung Mi yang sedang mengobrol dengan Hyuk Jae  dan tertawa di hadapannya, bagaimana kedua ujung bibir merah itu tertarik sempurna, bagaimana kedua alis hitam tebal itu berkedut sedikit, bagaimana Seung Mi menyibakkan poninya dengan tangan kanannya untuk beberapa kali, bagaimana....

Hah. Kyu Hyun menghela nafasnya sendiri, pesona gadis ini benar-benar menyihirnya sekuat ini, membuatnya seperhatian ini. Menjadikan seorang Cho Kyuhyun untuk pertama kalinya merasa takut, takut untuk menyakiti, takut untuk mengecewakan, takut untuk membuat seorang Lee Seung Mi terluka.

“Oppa, rambutku berantakan..”

Suara yang terdengar begitu indah itu, yang begitu dikenalnya, membuat Kyu Hyun menoleh, membuat bola matanya bertumbukan selama seperkian detik dengan bola mata Seung Mi yang menawan. Senyum segera tercipta di bibirnya secara reflek, sementara Seung Mi entah mengapa membalasnya dengan senyum yang manis namun samar, seolah ada gugup yang membumbuinya.

Atau perasaannya saja ?

Dan detik-detik singkat itu, berakhir begitu saja ketika Seung Mi kembali memberi perhatiannya pada Hyuk Jae.

Hyuk Jae. Alasan lain dari rasa takutnya, rasa takut yang melintang dengan sendirinya, tentang persahabatan mereka, tentang rasa sayang Hyuk Jae yang ia tahu begitu besar.

Dan tentu saja, tentang rival yang tak pernah terucapkan, laki-laki di sebelah kirinya, Lee Dong Hae.

*

Effort

Seung Mi melirik arloji di tangan kanannya, masih sore, tapi besok ia akan melakukan interview pertamanya setelah sidang kelulusannya beberapa minggu lalu, dan seorang Lee Seung Mi akan mempersiapkan semuanya sebaik mungkin.

“Oppa..”

“Hmm ?” Hyuk Jae menatapnya lembut. Tatapan yang di dambakan semua adik perempuan di manapun.

“Besok interview pertamaku, jadi...”

“Ah, oke, aku juga tidak mau kau kelelahan.” Potong Hyuk Jae segera, mengerti. “Nah, aku rasa, aku Seung Mi dan Eun Ah akan pulang sekarang, Seung Mi harus mempersiapkan dirinya untuk interview besok.”

“Oh, besok kau interview ? Kalau begitu..” Dong Hae segera sibuk membuka salah satu gelang yang dikenakannya, “Ini, pakai ini, anggap saja gelang ini sebagai supportku untukmu.” Disodorkannya benda bulat berwarna biru laut, yang semua orang kenali sebagai gelang kesayangan Dong Hae.

“Hah ? Untukku ?”

“Nde, untukmu Seung Mi-ya..”

Tidak segera diterima, membuat Dong Hae berniat untuk menarik tangan Seung Mi, sekaligus ingin memakaikannya.

“Uhuk!” Hyuk Jae, berdeham, dan seolah tanpa dosa, dengan wajah polosnya yang masih seperti remaja belasan tahun, mengambil gelang itu dan memakaikannya secara sukarela ke tangan Seung Mi. Yang membuat Dong Hae menatapnya kesal, tapi tentu saja tidak dipedulikan oleh Hyuk Jae.

Seung Mi tertawa kecil, sedikit tidak enak kepada Dong Hae, “Gomawo oppa, I like this bracelet very much!” ujarnya semangat, setidaknya dapat membuat Dong Hae kembali tersenyum.

Sementara Kyu Hyun, hanya bisa bernafas lega, cukup selama ini ia sering melihat bagaimana Dong Hae lebih leluasa melakukan skinship dengan Seung Mi di banding dirinya. Terimakasih adalah kata paling tepat yang akan ia kirimkan melalui ktalk ke Hyuk Jae nanti.

“Mana usahamu, evil ?”

Entah sejak kapan, tapi Eun Ah sudah berdiri di sebelahnya, menyikutnya pelan, dan memandangnya dengan tampang menyebalkan. Tapi benar juga, Cho Kyu Hyun tidak boleh kalah aksi dengan ikan mokpo satu itu, dengan segera, tanpa kata sebelumnya, ia langsung melesat ke arah counter tempat memesan minuman di kafe ini.

“Mau kemana dia ?” tanya Hyuk Jae bingung, kepada siapapun yang memiliki jawaban atas sikap aneh temannya yang satu itu.

“Mau usaha.” Sahut Eun Ah enteng, sambil terkikik. “Sudah, ayo pulang, ayo eonni, tidak usah melihat si evil itu terus..hahaha...” tambahnya lagi, mendorong-dorong Seung Mi yang hanya di balas dengan pelototan-tak-galak khas kakaknya yang kalem itu.

Seung Mi memelankan langkahnya, masih berharap Kyu Hyun berbalik sebelum ia benar-benar keluar dari kafe ini, dan mungkin memang Tuhan begitu sayang padanya, ketika ia melihat laki-laki itu berjalan mendekat dengan langkah-langkah besar, tepat saat dirinya ada di pintu.

“Uhm..”

“Uhm ?”

“Igo, untukmu, dariku.” Ujar Kyu, singkat, menyodorkan segelas kopi dalam gelas kertas berukuran medium yang siap dibawa pulang.

Meski bingung, dan tentu saja, kikuk. Seung Mi menerimanya, dengan segera, membuat gelas itu berpindah tangan, dan beberapa jari mereka saling bersentuhan.

“Err..go..gomawo..oppa..”

Kyu Hyun mengangguk dan tersenyum, senyum manisnya yang hanya tercipta untuk Seung Mi, 
“Succes for tomorrow..” ujarnya kemudian, seraya membukakan pintu.

*

Love

“Eonni, kau duduk di belakang ya, aku mau di samping Hyuk Jae oppa,” Eun Ah tiba-tiba saja berjalan mendahuluinya, tapi kemudian ia berhenti, dan mendekat, “lihat gelas yang kau pegang, dan baca..”

Gadis mungil itu lagi-lagi tersenyum jahil, entah untuk keberapa kalinya hari ini, meninggalkan Seung Mi yang masih berdiri di samping mobil Hyuk Jae bertanya-tanya sendiri. Mengikuti saran Eun Ah, ia mengangkat gelasnya, dan menemukan goresan tulisan tangan yang begitu ia kenali.

Yang rapi dan ia kagumi.

‘hei, dont be nervous, i know you can do perfectly and get that job, you have my support and also my pray, this is so cheesy but..you’re sugar for my coffee. ILY’

Dan Seung Mi mengerti sekarang, mengerti kenapa detak jantungnya terasa tak normal sejak gelas ini ada di genggaman tangannya, seolah ada kadar caffeine yang besar dalam tubuhnya, yang membuatnya merasa tenang namun juga gugup. Kebahagiaan kecil yang berbuah senyum di bibirnya. 
Cinta.

Di jari-jarinya.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar