Jumat, 03 Oktober 2014

As Much As You Love Her [Cerpen]



Sir, I'm a bit nervous
'Bout being here today
Still not real sure what I'm going to say
So bare with me please
If I take up too much of your time,

*

Desahan nafas lega jelas terhela dari bibir mungil berwarna cherry itu. Tanpa peduli dengan terik matahari yang menyengat atau bagaimana angin mengibarkan helaian rambut hitam panjangnya, perempuan bercardigan jingga itu setia di tempatnya sejak setengah jam lalu. Sejak benda bersayap dengan corak dan warna hijau yang khas tersebut meninggalkan landasan dihadapannya dan kini mendarat kembali.

Degup jantungnya masih berirama cepat, meski bukan baru pertama kalinya, tapi tetap saja, melihat akrobatik di udara selalu membuatnya berdebar.

“Dia pilot yang hebat, jangan meragukannya.”

Suara yang tiba-tiba menyapa jelas membuatnya sedikit tersentak, “Mama, bikin kaget aja sih.”

“Haha, habis kamu, terlalu serius melihatnya, tahu ?”

Dan ia hanya mengulum senyum, lantas menolehkan kembali kepalanya ke arah landasan, menyaksikan bagaimana laki-laki yang tampak begitu gagah dalam balutan seragam oranye sedang menuruni pesawat yang baru saja di kemudikannya. Tangguh dan memang terlihat hebat.

“Aku tahu dia hebat ma, aku hanya ingin menyaksikan kehebatannya dengan mata dan doaku.”

*

See in this box is a ring for your oldest
She's my everything and all that I know is
It would be such a relief if I knew that we were on the same side
Very soon I'm hoping that I...

*

Ashilla, anak pertama dari tiga bersaudara, dengan seorang adik laki-laki berjarak dua tahun dan adik perempuan berjarak empat tahun darinya. Pernah merasakan tinggal di hampir semua wilayah kepulauan besar di Indonesia, kecuali Irian dan Bali. Ayahnya adalah seorang Tentara, penerbang Angkatan Udara lebih tepatnya. Itu sebabnya, ia dan adik-adiknya tidak pernah menetap di satu kota untuk waktu yang lama, selalu berpindah dari satu kota ke kota lainnya, dari satu pulau ke pulau lainnya.

Ia selalu bangga akan pekerjaan Ayahnya. Baginya, Ayahnya adalah laki-laki paling berani, Suami yang paling perhatian dan tentu saja Ayah yang paling hebat.

Salah satu tugasnya, sejak ia kelas empat SD sampai saat ini –sekarang Ashilla bekerja sebagai editor muda di sebuah majalah remaja ibukota, adalah memasangkan pangkat-pangkat di seragam dinas Ayahnya. Sesuatu yang dulu tidak begitu disenanginya, dan kini telah ia hapal diluar kepala, bahwa tanda nama itu berada di sisi kanan seragam, sementara tanda wing dan tanda lainnya di sisi kiri.

Sesuatu yang kini juga sedang dilakukannya.

“Besok, kamu ke kantor dari pagi ?”

“Hmm..” Sahut Shilla sambil menganggukkan kepalanya, masih berkonsentrasi pada tanda-tanda pangkat yang belum terpasang.

“Enggak mau nemenin Mama ke kantor Ayah lagi ? Enggak mau lihat Alvin terbang lagi ?”

Shilla melirik Mamanya yang sedang duduk di pinggiran tempat tidur, memutar matanya pelan sambil mengerucutkan sedikit bibirnya. “Berhenti menggodaku Ma..” Pinta Shilla yang hanya dijawab dengan kekehan oleh Mamanya. Gadis itu kembali serius menekuni tugasnya, memasangkan tanda pangkat terakhir, lantas segera duduk di sebelah mamanya.

“Ma..”

“Ya ?”

“Mama pernah takut ? Ehm..jadi istri seorang Tentara, jadi istri penerbang terutama ?”

Mamanya yang masih tampak muda itu tersenyum, “Khawatir itu pasti ada, begitu juga dengan takut. Tapi semua sudah ada yang mengatur, kan ?”

Pertanyaan balik dari Mamanya hanya ditanggapi dengan anggukan oleh Shilla. Ia tahu itu jawaban yang tepat, tapi tetap saja, rasanya ia butuh kalimat yang lebih daripada itu.

“Shil, kamu serius sama Alvin ?”

Dan untuk pertanyaan yang kali ini, Shilla membuat mamanya sedikit menunggu. Ia mengamati gelang bewarna perak yang terlingkar di tangan kirinya, yang berbandul A dan A.

Tidak kunjung mendapatkan jawaban, jemari-jemari panjang yang hangat itu menggenggam jemari mungilnya, “Menjadi istri dengan apapun profesi suami kamu itu berat Shil, karena seorang istri harus siap untuk selalu ada dan mendukung suaminya. Dan karena Mama berpengalaman menjadi istri seorang Tentara, Mama akan mengatakan padamu bahwa jadi istri seorang tentara itu berat, tapi bukan berarti tidak bisa dilalui, iyakan ? Mama membesarkanmu dan adik—adikmu, juga mendampingi Ayah di setiap tempat tugasnya, dan Mama bisa melakukannya. Dan Mama juga yakin, kamu bisa melakukannya.”

Shilla mengangkat kepalanya, menatap kedua bola mata teduh wanita yang begitu disayanginya, “Kalau Shilla kesulitan, Mama bakal bantuin Shilla dengan segala pengalaman Mama, kan ?”

“Tentu saja, sayang. Selalu.”

“Terimakasih Ma..”

“Tapi ada baiknya kamu juga melakukannya dengan caramu, Alvin mencintaimu apa adanya, kan.”

Dan ada rona merah jambu yang tiba-tiba berpendar di kedua pipinya.

*

Can marry your daughter
And make her my wife
I want her to be the only girl that I love for the rest of my life
And give her the best of me 'till the day that I die, yeah
I'm gonna marry your princess
And make her my queen
She'll be the most beautiful bride that I've ever seen

I can't wait to smile
When she walks down the isle
On the arm of her father
On the day that I marry your daughter

*

Alvin mengancingkan kemeja biru mudanya, menyisakan kancing di bagian paling atas tetap terbuka, menunjukkan kaos putih yang ia kenakan sebagai dalaman. Memeriksa sekali lagi penampilannya di kaca sebelum meraih kunci mobil di ujung meja dan segera beranjak keluar kamar.

Mess tempatnya tinggal, memang tidak terlalu jauh dari rumah Shilla. Tapi malam ini, mereka akan menghabiskan makan malam bersama, setelah dua minggu berturut-turut Alvin memiliki jadwal terbang malam yang tentu saja tidak bisa ia tinggalkan.

Sekali lagi –untuk yang kelima kalinya, ia memastikan bahwa sisiran rambutnya sudah cukup rapi dari kaca spion mobil, dan tidak ada lipatan di kemeja atau celana jinsnya sebelum ia melangkah masuk ke halaman rumah Shilla.

Ia tidak pernah menduga, perempuan yang ditemuinya tiga tahun lalu di sebuah pesta ulang tahun temannya, yang langsung membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama adalah anak dari seorang Tentara juga. Yang tentu saja berpangkat dan bepengalaman jauh di atasnya. Membuatnya selalu gugup setengah mati bahkan setelah hubungan mereka berjalan dua setengah tahun ini.

Karena demi Tuhan, Ayah Shilla masih akan selalu duduk di ruang tengah –yang bisa melihat dengan jelas ke ruang tamu, sambil membaca korannya dan memperhatikan mereka berdua, karena Ayah Shilla masih hanya membalas sapaannya dengan sesingkat mungkin dan membuat obrolan mereka tidak pernah berkembang kemana-mana, karena Ayah Shilla masih menjadi orang yang membukakan pintu rumah ketika Alvin mengantarkan Shilla pulang di malam hari setelah mereka pergi bersama, karena Ayah Shilla masih menjadi satu-satunya orang disekitar gadisnya itu yang susah ia taklukan.

Alvin sudah sering mengantarkan Mama Shilla ke pasar setiap minggu pagi, menonton pertandingan sepak bola atau pertunjukkan musik bersama Adik laki-laki Shilla, dan mendengarkan curhatan Adik perempuan kekasihnya itu.

“Hey jagoan.”

Alvin segera tersenyum melihat Shilla yang berdiri di teras rumahnya, tampak begitu cantik dengan dress selutut berwarna hijau-mint. Ia memendekkan jarak diantara mereka, dan segera mengecup puncak kepala Shilla, menghirup aroma chamommile dari rambut hitam itu yang bercampur dengan wangi vanilla yang selalu menjadi ciri khas Ashillanya.

“I miss you..”bisiknya tulus, lembut, penuh arti.

*

She's been hearing for steps
Since the day that we met (I'm scared to death to think of what would happen if she ever left)
So don't you ever worry about me ever treating her bad
I've got most of my vows done so far (So bring on the better or worse)
And tell death do us part
There's no doubt in my mind
It's time
I'm ready to start
I swear to you with all of my heart...

*

Jari-jari Shilla yang bertaut diantara jari-jarinya membuat Alvin tahu bahwa apapun yang akan terjadi beberapa jam ke depan, genggaman Shilla akan selalu ada untuknya, selalu.

“Ayah nunggu kamu di ruang kerjanya, good luck,” bisik Shilla sambil merapikan ujung-ujung rambut Alvin, “Everything will be okay, he just love me a bit too much.”

“And I love you too much too.” Sahut Alvin, membiarkan matanya membingkai senyum Shilla yang rasanya semakin hari semakin manis.

“You just need to prove it to my Dad then.” Shilla berjinjit sedikit lantas memberikan kecupan sekilas dan tipis di kening Alvin.

*

I'm gonna marry your daughter
And make her my wife
I want her to be the only girl that I love for the rest of my life
And give her the best of me 'till the day that I die, yeah
I'm gonna marry your princess
And make her my queen
She'll be the most beautiful bride that I've ever seen

*

“Vin..”

Shilla kembali memanggil nama laki-laki yang kini sedang berkonsentrasi menyetir disebelahnya, dan masih saja tak ada respon yang berarti. Gadis itu menggigit bagian dalam bibirnya, ada rasa khawatir yang tersirat dalam hatinya, Alvin hanya diam tanpa ekspresi sejak keluar dari ruang kerja Ayahnya lima belas menit lalu dan kemudian menariknya ikut ke mobil yang sampai saat ini tidak begitu ia ketahui pasti kemana tujuan mereka sebenarnya.

Menyerah, akhirnya Shilla hanya mendaratkan tangannya yang entah kenapa terasa berkeringat di atas punggung tangan kiri Alvin yang sedang memegang perseneling.

Dan sepanjang perjalanan, keheningan tetap menjadi pengisi utama yang melelahkan.

Alvin menghentikan mobilnya tepat ketika Shilla akhirnya mengerti kemana tujuan mereka. Tempat yang sangat tidak asing baginya, dan tentu saja juga untuk Alvin.

“Landasan ?”

Ada senyum tipis di sudut-sudut bibir merah Alvin, ia mengisyaratkan keduanya untuk turun dari mobil dan Shilla mengikutinya. Alvin berdiri bersandar pada kap mobil, begitu juga dengan Shilla.

“Kapan pertama kali kamu lihat Ayah kamu terbang ?”

Shilla menoleh, tidak menyangka Alvin akan memecah sepi diantara keduanya, tersenyum, Shilla memandangi landasan di hadapannya kembali, “Aku lupa umur berapa, tapi rasanya waktu itu aku masih sangat kecil, rasanya sejak aku bayi atau malah mungkin saat aku masih di dalam kandungan Mama, aku sudah menyaksikan Ayah terbang dengan pesawatnya.”

“Dan kamu masih selalu khawatir setiap melihatnya sampai saat ini ?”

“Iya. Tapi itu wajar, kan ?” Shilla menatap Alvin lembut, “Aku tahu kemampuan Ayah, dan aku mempercayainya. Tapi tetap saja, rasanya menakutkan, untuk itulah aku pernah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak akan menikah dengan seorang pilot seperti Mama, terutama dengan pilot pesawat tempur seperti Ayah.”

“Dan kita bertemu..”

“Ya, kita bertemu, dan kamu, Alvin seorang pilot pesawat tempur yang mempunyai hobi terbang dan termasuk yang terbaik di angkatanmu.”

“Ayahmu mengatakan banyak hal padaku..”

“Apa saja ?”

“Yang sejujurnya nyaris semua yang ia katakan telah ku ketahui sebelumnya, seperti kamu yang tidak begitu pintar memasak, kamu yang sangat sulit di bangunkan di hari libur, kamu yang kadang masih sering menangis ketika berantem dengan adik-adikmu, intinya Ayahmu mencoba mengatakan padaku, bahwa anak perempuannya belum bisa menjadi seorang istri.”

Rona merah merekah sempurna di kedua pipi putih Shilla, meski Alvin sudah mengetahui semuanya, tetap saja ia merasa malu, “Lalu, kamu mengatakan apa pada Ayah ?”

“Kalau Ayahmu bisa mencintaimu yang seperti itu sampai sekarang dan seterusnya, kenapa aku tidak bisa melakukan hal yang sama, iyakan ? Kamu tidak terlalu buruk di dapur, dan aku juga tidak keberatan untuk menikmati nasi goreng andalanmu setiap hari. Kita bisa bersama-sama menghabiskan waktu di hari minggu atau hari libur dengan bersantai, its called holiday for a reasons, right ? Dan kamu memang kadang over-sensitif, tapi aku janji, aku tidak akan membuatmu menangis, kita hanya harus berdiskusi bukan beradu argumen apalagi bertengkar.”

“Kamu mengatakan semua itu pada Ayah ?”

Alvin menganggukkan kepalanya, “Kurang lebih, iya.”

“Tanggapannya ?”

“Ia kembali melanjutkan cerita tentangmu, tentang putri kecilnya, tentang ketakutanmu pada terbang, tentang kekhawatiranmu pada penerbang.”

“Vin...”

“Dan aku mengatakan ini padanya, bahwa kau, Ashilla, tetap bisa mencintai Ayahmu dan bangga terhadap profesinya sejauh ini, jadi tidak ada alasan bagimu untuk tidak mencintaiku dan bangga terhadap apa yang aku kerjakan, iyakan ?”

Shilla tersenyum lagi, ia melingkarkan tangannya ke tubuh Alvin, lantas menyandarkan kepalanya di dada kekasihnya itu, “As expected, you’re the bravest man ever to facing my Dad..”

“Kamu tahu Shil, selama kamu mau menjadi rumah untuk aku selalu pulang, menjadi pelukan untuk aku melepaskan segala penatku, menjadi landasan untuk setiap pendaratan yang ku lakukan, aku akan selalu kembali padamu, sejauh apapun aku pergi dan terbang, aku akan selalu kembali padamu.”

“Kembali padaku dan tetap utuh, berjanjilah..”

“Selalu Shil..”

*



I can't wait to smile
As she walks down the isle
On the arm of her father
On the day that I marry your daughter

Tidak ada komentar:

Posting Komentar