Minggu, 17 Juli 2011

Love for Love part 2

Rumah akan selalu menjadi rumah,
bahkan untuk cinta sekalipun

***

“Hyung, apa yang kau lakukan disini ?”

Seseorang menepuk-nepuk pipinya, membuat ia mau tak mau membuka matanya. Tampak Taemin sedang menatapnya penuh tanya.

Eunhyuk mendudukkan dirinya, dan menyandar ke kaca yang ada dibelakangnya. “Semalam aku menumpang tidur disini”


“Kau ini aneh hyung, punya rumah besar dan asrama bagus begitu malah memilih tidur disini” cibir Taemin yang hanya ditanggapi dengan cengiran oleh Eunhyuk.

“Luka-luka sisa kemarin belum hyung obati ya ? tunggulah disini, aku akan ke bawah mencari obat dan kompres” lanjut Taemin lagi sambil berdiri.

“Tak apa, sudah kering ini” cegah Eunhyuk.

“Nanti bisa infeksi hyung, lagipula hyung seperti itu kan karena ingin menolongku, jadi diamlah, aku akan segera kembali”

Tahu tak ada gunanya untuk menolak, Eunhyuk hanya tersenyum dan membiarka Taemin meninggalkannya. Ia menatap berkeliling ruangan dihadapannya ini. Ada cermin disetiap sisinya. Ya, ini memang tempat untuk berlatih  menari.

Sejak kecil, Eunhyuk sudah terobsesi untuk menjadi seorang dancer, namun tak pernah ada jalan untuknya masuk ke dalam dunia itu. Tapi bukan berarti ia tidak bisa menari sama sekali. Secara otodidak, dari banyak video yang ia download, Eunhyuk mempelajari tarian-tarian itu.

Dan sebuah kejadian, membuatnya mengenal Wooyoung, Gikwang dan Taemin. Street-dancer yang bersedia untuk menerima kehadirannya. Terhitung sejak saat itu, maka sudah satu tahun Eunhyuk selalu lebih memilih menghabiskan waktunya, di basecamp mereka yang kecil dan sederhana ini ketimbang di sekolahnya.

Ia merasa lebih hidup disini. Ditempat dimana ia bisa melakukan hal-hal yang ia cintai. Bukan hal yang harus ia cintai.

“Melamun hyung ?” Taemin telah kembali, membawa baskom berisi air dan kotak obat.

“Ani..sini biar aku saja, aku bisa sendiri” Eunhyuk meraih handuk kecil, merendamnya ke air, memerasnya, dan kemudian menyeka handuk itu kebagian wajahnya yang lebam. “Kau tidak apa-apa kan ? Gikwang ?”

“Kami tidak apa-apa hyung, jelas-jelas yang parah itu hyung”

“Haha..hanya seperti ini saja kok..” ujar Eunhyuk santai. Tangan kirinya yang menganggur, ia gunakan untuk meraih smartphonenya di saku jaket. Sejak semalam sengaja ia mematikan ponselnya tersebut, dan sesuai dugaanya, ketika benda persegi panjang itu kembali ia aktifkan..

23 missed call, 18 message. Sebagian besar dari Donghae dan ada juga dari hyung-hyungnya yang lain. Tanpa berniat untuk membalas atau menelpon balik, ia kembali memasukkan benda itu ke kantung jaketnya.

“Lagi ada masalah ya hyung ?” Taemin yang entah sejak kapan, mulai melakukan gerakan pemanasan sebelum melatih tariannya, menatap Eunhyuk melalui kaca.

Eunhyuk hanya tersenyum kecut, dan lantas berdiri di samping Taemin. “Nyalakan musiknya, menari bagus disaat seperti ini..”

***

Entah sudah berapa lama ia duduk disini, yang jelas ia tidak akan pergi dari sini kecuali orang yang ia tunggu sejak tadi datang. Semalaman tadi ia tidur dengan gelisah. Dan ia tahu, hanya pertemuan inilah yang akan menenangkan perasaan hatinya.

Setelah tiga tahun. Setelah selama itu, akhirnya takdir mempertemukannya kembali.

“Bruuummm..” suara deru motor membuat ia segera berdiri dari duduknya. Dan benar saja akhirnya, orang itu datang. Berdiri di hadapannya, menatapnya tajam.

Tatapan mata yang tak pernah berubah.

“Hyukkie-ahh..”

Namja itu tidak menggubrisnya sama sekali. Mementahkan penantiannya beberapa jam ini. Dengan langkah angkuh, tanpa menoleh, tanpa menatapnya, tanpa berusaha melihatnya ada, namja itu hanya berjalan melewatinya.

“Kau ini kenapa, hah ?!” meski tidak menoleh, ia tahu, bahwa Hyukkie juga menghentikan langkahnya. 
Namun tak sampai beberapa detik kemudian, kaki itu kembali menjauh darinya. Dengan segera, ia berbalik, dan menarik tangan Hyukkie.

“Kenapa kau begini ? kenapa kau bersikap seperti ini kepadaku ?!”

Hyukkie hanya melirik sekilas ke arah yeoja itu dengan tatapan acuh-tak-acuh miliknya. Dan dengan sekali hentakan ia melepaskan tangannya dari tangan yeoja itu.

“Kau sudah berjanji padaku untuk mengambil ini, kenapa kau tidak mengambilnya, hah ?!!” lagi-lagi teriakannya menghentikan langkah Hyukkie. “Gelang ini..masih ada padaku..”

“Eunmi ?”

Kedua orang itu menoleh ke asal suara. Mengetahui siapa yang memanggilnya, Eunmi langsung menundukkan wajahnya, tak mengerti harus bagaimana. Sementara Eunhyuk, seolah tak menghiraukan hal tersebut, melenggang begitu saja masuk ke dalam asramanya.

“O..oppa..”

“Kau sedang apa disini ?” Donghae berjalan ke arah gadis itu, “Sepertinya, kalian berdua benar-benar sudah saling mengenal ya ?”

Eunmi menghela napasnya, mengangkat wajahnya, melihat Donghae yang sedang menatapnya. “Mungkin aku salah orang...” desahnya pelan.

“Kau kenapa ?” tanya Donghae lagi, beberapa bulan sudah ia mengenal Eunmi, belum pernah ia melihat raut wajah seperti ini.

“Ani, aku baik-baik saja..”

“Ada kafe yang bagus di dekat sini, ayo kita minum disana” tanpa mendengar jawaban Eunmi, Donghae langsung menarik tangan yeoja itu dan mengajaknya pergi.

Meski tidak mengerti ada apa dan kenapa. Namun Donghae sudah dapat menerka bahwa pernah ada yang terjadi antara Eunmi dan Eunhyuk sebelumnya. Bukan hanya sekedar asumsinya semata, karena sudah hampir satu jam berlalu, dan Eunmi hanya terus mengaduk-aduk coffe-latte dihadapannya. Sama sekali tidak berniat meminumnya.

“Kau bisa menceritakannya padaku Eunmi..” ujar Donghae, “Kalau kau percaya padaku”

“Mwo ?”

“Terus mengaduk kopimu tidak akan membuat bebanmu terangkat, kau hanya akan menciptakan buih di gelasmu”

Eunmi tersenyum tipis. Ia menghentikan aktivitas-anehnya itu, dan menatap Donghae, yang sejenak ia diamkan tadi. “Apa oppa masih ingat dengan pertemuan pertama kita ?”

“Tentu saja, aku tidak begitu mempunyai banyak teman yeoja, bahkan bisa dibilang kau satu-satunya yeoja yang paling dekat denganku”

“Oppa ingat pernah bertanya tentang ini ?” Eunmi mengangkat tangannya, menunjukkan sebuah gelang yang melingkar disana.

“Ya, saat itu kau...”

*

Alunan musik klasik berdenting memenuhi ruangan besar itu. Orang-orang tampak berkumpul membentuk kelompok-kelompok kecil dan tampak sibuk membicarakan berbagai topik. Para pelayan berlalu lalang membawa nampan berisi kudapan-kudapan sedap dan gelas-gelas wine. Dress-dress mewah rancangan desainer terkemuka dan jas-jas mahal yang digunakan oleh seluruh orang diruangan itu, menambah kesan glamour layaknya panggung fashion week di Eropa.

“Donghae-ssi, mau menemaniku ?”

“Kau mau kemana ?”

“Kemana saja yang jelas keluar dari sini”

Donghae hanya bisa menganggukan kepalanya, dan yeoja yang baru satu jam lalu dikenalnya itu langsung berjalan mendahuluinya, bahkan tidak berpamitan dengan orang tua mereka yang masih sibuk mengobrol. Mereka melangkah dalam diam, menyelinap dan sesekali melempar senyum kepada orang yang mereka kenal.

“Nah, disini lebih bagus..” ujar yeoja itu puas. Dua orang itu kini sedang berdiri di sebuah beranda menatap langit malam yang tak begitu cerah dengan bintangnya. “Sepertinya kau begitu menikmati pesta seperti ini Donghae-ssi..”

“Kau lebih muda dariku setahun kan ? panggil saja aku oppa..”

“Err..baiklah, oppa, jadi oppa benar-benar menikmati hal semacam ini ya ?” ulang Eunmi lagi.

“Nikmat ataupun tidak, ini sudah jadi bagian hidup kita kan ? jadi ya lebih baik dinikmati saja..”

Eunmi hanya tersenyum mendengar penuturan itu. Jawaban itu, jawaban yang setipe dengan semua orang yang pernah ia tanyai hal yang sama. Memang hanya ada satu orang di dunia ini yang mempunya jawaban yang sama dengan dirinya, dan entahlah ada dimana orang itu sekarang.

“Memangnya kau tidak menikmati hal semacam ini ?”

“Tidak, dulu bahkan aku selalu kabur dari pesta semacam ini, tapi sejak aku berusia enam belas tahun kemarin, aku rasa, aku tidak bisa terlalu kekanak-kanakkan seperti itu lagi” dengus Eunmi sambil memutar bola matanya.

“Haha, kau mengingatkanku pada sahabatku”

“Oh ya ? tidak banyak orang yang mempunyai pikiran sama denganku..”

Donghae hanya tersenyum. Gadis manis ini terlihat begitu blak-blakan dan ceria. Pembawaanya ramah, mengingat mereka baru saja kenal, dan gadis ini sudah berani mengajaknya ‘kabur’ dari pesta tadi. Ia tidak tahu, apakah gadis ini sudah tahu, bahwa mereka akan dijodohkan.

Eunmi menatap ke arah langit, namun ekor matanya mencoba melirik ke arah laki-laki tampan yang baru ia kenal. Baru ia kenal dan akan menjadi naungan masa depannya. Ia masih cukup-marah mengingat kedua orang tuanya bahkan ikut campur dengan siapa ia harus menikah. Dalam beberapa bulan lagi, ia akan lulus dari sekolahnya di Paris dan saat itu ia harus rela ‘terikat’ dengan namja ini. 
Memikirkan tentang ini semua, reflek, ia menyentuh gelang perak ditangannya. Benda yang terus melekat dan tak pernah ia lepaskan.

“Gelangmu bagus..” celetuk Donghae tiba-tiba.

“Ini benda yang sangat penting untukku”

“Kenapa ?”

“Karena seseorang telah membuat janji untuk mengambilnya kembali”

*

Donghae terkesiap sejenak, ketika obrolan beberapa bulan lalu itu berputar di matanya. Otak pintarnya bekerja cepat, menghubungkan setiap titik yang terpisah menjadi garis yang terlihat menyatu.

“Jadi ?”

“Ayolah, ku yakin oppa sudah dapat menebak pembicaraan ini tanpa perlu untuk ku jelaskan” sahut Eunmi pelan.

“Ia hanya berjanji untuk mengambil gelangnya kan, bukan yang lain..” entah darimana asalnya, lidah Donghae seolah berbicara sendiri.

“Oppa..” Eunmi menatap Donghae, ada nada-tak-mengenakkan yang ia tangkap dari kalimat itu.

“Eh..” Donghae gantian menatap Eunmi, rasanya ia sendiri baru sadar dengan apa yang baru saja ia katakan. 
“Mianhe Eunmi-ahh..aku tak bermaksud untuk..ehm..”

“Ne..ne, aku mengerti oppa, oppa benar..Hyukkie hanya berjanji untuk mengambil gelangnya kembali, bukan 
yang lain..” Eunmi mengangkat gelasnya untuk pertama kali, dan menyeruput kopi yang telah dingin itu.

Ada getir di dua bola mata bening itu. Getir hening yang terasa perih, Donghae merasakannya, meski cangkir putih itu menutupi sebagian wajah Eunmi. Yeoja itu benar-benar pintar menyembunyikan perasaan. Namun yang paling aneh adalah, perih itu juga terasa di ulu hatinya sendiri.

***

Suara ketukan dipintu kamarnya sejak tadi, ia hiraukan begitu saja. Eunhyuk lebih memilih bergelung dengan selimut dan gulingnya di tempat tidur. Sama sekali tidak berniat untuk bangkit.

“Kalau kalian ingin makan atau ada acara, pergi saja” teriak Eunhyuk pada akhirnya, dan ketukan dipintu itupun tak terdengar lagi. Ia memutar badannya dan menatap langit-langit kamarnya. Lampu kamar yang belum ia nyalakan, membuat ruangan itu menjadi gelap. Tapi keheningan seperti ini, adalah saat dimana ia terkadang merasa begitu menikmatinya.

Sesekali, ia mencoba memikirkan tentang hidup yang sedang ia jalani. Terlahir di keluarga yang lebih dari cukup, dan bisa mendapatkan segala fasilitas mewah, tentulah merupakan sesuatu yang harus ia syukuri. Namun kehidupannya beberapa tahun terakhir ini, membuat ia ingin keluar, pergi dari dunia yang sudah menjadi takdirnya. Mencari takdir lain dan mengubahnya.

Sesuatu yang terdengar konyol mungkin. Tapi memang itulah yang ia rasakan. Jiwanya memberontak namun raganya tak pernah benar-benar sanggup untuk berlari keluar jalur yang telah dibuat untuknya. Ia memang sudah sering mendapat masalah atas kelakuannya, namun itu semua hanyalah sebagian kecil dari seluruh keinginannya.

Appa-nya adalah seorang pengusaha sukses, dan eomma-nya merupakan kaum socialite yang terpandang. Sejak kecil ia lebih banyak menghabiskan waktu bersama noona-nya, itu sebabnya bagi Eunhyuk, noona-nya lebih ia hormati dari apapun juga. Dan meski sejak kecil, ia sudah dikenalkan dengan berbagai aturan dan kehidupan yang seperti ini, sejak saat itu juga ia merasa tidak pernah menyenangi seinci pun dari hal-hal tersebut.

Baginya, asrama ini adalah tempat dimana ia dapat pulang. Sementara basecamp kecilnya, adalah tempat yang akan selalu menerimanya. Namun rumah mewahnya, hanya sekedar simbol yang tak berarti apa-apa.

“Kau tidak makan, huh ?”

Eunhyuk memutar kepalanya ke arah pintu, “Tidak lapar”

“Boleh aku masuk ?”

“Setengah badanmu sudah ada di kamarku, dan kau baru minta izin” cibir Eunhyuk, dan Donghae –orang yang mendatanginya- hanya nyengir dan kemudian mendekat ke arah Eunhyuk.

“Ada yang ini ku bicarakan..”

“Dari tadi kau sudah bicara, Hae..” lagi-lagi Eunhyuk mencibir. Sesuatu yang memang sudah menjadi kebiasaanya.

“Aku serius, ini tentang Eunmi, Song Eunmi” Donghae tidak mengarahkan matanya ke Eunhyuk, namun dari nada bicaranya, Eunhyuk jelas-jelas tahu sahabatnya ini memang sedang ingin serius.

Eunhyuk menghela napas, dan duduk di sebelah Donghae. “Apapun, yang kau tahu ataupun tidak, aku tidak ada hubungan apapun dengan Eunmi, sama sekali tidak”

Drrt..drrt..drrrrt. Ponsel Eunhyuk bergetar-getar di atas kasur, buru-buru Eunhyuk melihat pesan yang baru saja masuk, sesaat keningnya berkerut dan sejurus kemudian ia langsung meraih kunci motornya.

“Aku keluar, mungkin sampai malam, bilang pada Leeteuk hyung tak usah menungguku” ujar Eunhyuk cepat dan berlalu begitu saja.

Namun kata-kata yang melekat di otak Donghae, adalah kata-kata Eunhyuk yang sebelumnya. Meski Eunhyuk meyakinkannya, keyakinan itu malah terasa begitu janggal ditelinganya. Bersahabat bertahun-tahun, ia tak sedangkal itu untuk merasakannya segalanya.

Donghae baru akan keluar kamar, ketika ia memutuskan untuk menyalakan lampu di kamar Eunhyuk terlebih dahulu. Dan ternyata sahabatnya itu tak pernah benar-benar berubah. Kamarnya masih saja menjadi yang terapi, tertata dengan urut dan terlihat bersih. Matanya tertumbuk pada sebuah frame yang terpajang di rak buku Eunhyuk.

Hanya ada dua foto di kamar ini. Foto Eunhyuk dan noonanya, serta foto Eunhyuk dan Donghae. Melihat itu, sebuah senyum kecil terpeta di bibir Donghae. Perkenalan mereka berbelas-belas tahun silam, mengantarkan mereka bertahan hingga hari ini. Sejak kecil, Eunhyuk memang sudah seperti ini meski tidak sedingin sekarang. Ia selalu menolong dan membela Donghae. Dan yang tak dapat dilupakan Donghae adalah ketika mereka berdua saling bertangis-tangis ria di hari keberangkatan Donghae ke Amerika.

Akankah persahabatan ini berakhir begitu saja ?

***

Hup. Eunhyuk menangkap sebotol air mineral yang dilemparkan ke arahnya, dan langsung menghabiskannya dalam beberapa kali teguk. Tubuhnya terasa sangat bahagia meski tak bisa dipungkiri bahwa ia juga cukup letih.

“Hari ini kita mendapatkan banyak” seru sebuah suara. Dan Eunhyuk hanya tertawa menyetujui, melihat Gikwang sedang menghitung lembar-lembar uang di tangannya.

Seperti malam yang sudah-sudah. Malam ini mereka baru saja menampilkan aksi dance mereka di depan sebuah pusat pertokoan, dan para penonton dadakan itu melemparkan nominal-nominal yang lumayan ke dalam kotak yang sudah mereka siapkan.

“Bagaimana jika malam ini kita makan-makan ?” usul Taemin, melirik ke arah tangan Gikwang.

“Yak, uang ini harus kita gunakan untuk hal lain yang lebih penting” ujar Gikwang, buru-buru memasukan uang tersebut ke dalam saku jaketnya.

“Aku setuju dengan usulan Taemin, makan-makan adalah hal terbaik untuk momen seperti ini” sambung Eunhyuk, “Sudah, ayo aku yang traktir..” tambahnya lagi.

“Jinjja hyung ? haha..ayo kalau begitu” sahut Wooyoung semangat, di sertai anggukan oleh Taemin dan Gikwang.

“Tapi kalian hanya boleh memesan satu porsi saja ya”

“Aish, ternyata kau tetap pelit hyung” celetuk Gikwang.

“Kau ini, mau kutraktir tidak” desis Eunhyuk sambil melirik tajam, namun Gikwang hanya membalasnya dengan tawa. Dan tak lama kemudian, empat namja itu larut dalam tawa dan kekonyolan mereka.

Langkah mereka terhenti ketika sebuah mobil sedan berwarna hitam, berhenti melintang tepat di hadapan mereka. Eunhyuk mendengus kesal, menyadari siapa pemilik mobil itu.

“Mianhe, kalian makan saja bertiga, nanti akan ku ganti” bisiknya, dan ia berjalan meninggalkan tiga orang tersebut, supir mobil tersebut turun dan membukakan pintu untuknya. Eunhyuk masuk dengan malas. Bersiap akan kejutan ‘indah’ yang pasti sudah terhidang untuknya.

***

Matanya langsung memandang berkeliling ruangan ketika kakinya memasuki tempat ini. Ia bersedia datang karena sebuah alasan dan alasan itu sepertinya lagi-lagi tak muncul di hadapannya. Sebuah tangan tiba-tiba saja meraih tangannya dan menggenggamnya erat, membuat ia sedikit tersentak.  Donghae hanya tersenyum tipis melihat reaksinya itu, membuat Eunmi merasa tidak enak.

“Hei, kalian sudah datang, kemarilah..”

Donghae tersenyum ke arah namja yang barusan menyapa mereka, Choi Siwon, meski tak begitu mengenalnya, tapi Eunmi rasa tidak ada seorangpun dari kalangan mereka yang tidak mengenal seorang 
Siwon.

“Hai Eunmi, Choi Eun Ah imnida, maaf aku tak dapat hadir ke acara perjodohanmu kemarin..” seorang yeoja, yang tadi duduk di samping Siwon menghampiri Eunmi dan mengajaknya berkenalan lebih dahulu.

“Song Eunmi, tak masalah..ehm, aku merasa pernah melihatmu ?”

“Ya, kurasa kita pernah bertemu di sebuah acara amal beberapa tahun lalu” sahut Eun Ah ramah, “Sini, ku kenalkan kau pada yang lain..”

Dan dalam sekejap, Eunmi sudah berkenalan dan terlibat  pembicaraan seru dengan sekumpulan yeoja, yang tak lain dan tak bukan merupakan yeojachingu teman-teman Donghae. Selain Eun Ah yang merupakan yeojachingu Siwon ada Choi Hyun Ki, adik kandung Choi Siwon dan pacar seorang Lee Sungmin, lalu Park Hyori tunangan Kim Heechul, Choi Shin Hwa pacar Cho Kyuhyun, dan yang terakhir Jung Hyemi yeojachingu Henry Lau.

Yang menyenangkan bagi Eunmi adalah, teman-teman barunya ini ternyata berpikiran luas dan tidak dangkal. Ia selalu saja khawatir akan tumbuh seperti eomma-nya yang hanya tahu belanja dan menghabiskan uang saja.

Namun meski ia sudah tertawa dan juga menikmati obrolan-obrolan mereka, sesekali matanya tetap saja berharap ketika pintu terbuka, Eunhyuklah yang akan masuk dan bergabung dengan mereka. Meski semakin ia berharap ia juga semakin tahu itu tidak akan terjadi.

Ia mengenal Eunhyuk, atau entahlah, ia lebih nyaman memanggilnya dengan sebutan Hyukkie. Sudah begitu sejak pertama mereka berkenalan. Baginya, panggilan itu spesial dan hanya Eunmi yang boleh memanggil Eunhyuk begitu. Berteman dengan orang itu membutuhkan usaha keras namun Eunmi selalu mampu menemukan banyak kesenangan disana. Ia merindukan saat-saat berlari bersama Hyukkie dari pertemuan-pertemuan membosankan itu.

Tatapan mata Donghae yang lembut dan polos namun menenangkan itu menyapu matanya, dan membuat Eunmi kembali sadar akan statusnya hari ini. Kenyataan yang diterimanya tentang hubungan Donghae dan Eunhyuk, entah sejak kapan, tiba-tiba saja menimbulkan rasa bersalah di hati Eunmi.

“Eunmi-ah, gwenchanayo ?” Hyun Ki yang duduk di sebelahnya, menyentuh punggung tangan Eunmi dan menatapnya penuh tanya.

“Ani, aku baik-baik saja. Ah ya, adakah dari kalian yang juga dijodohkan sepertiku ?” tanya Eunmi, membuat beberapa yeoja dihadapannya tersenyum.

“Perjodohan itu memang terkenal konyol, namun aku rasa tidak terlalu masalah” ucap Hyori menanggapi.

“Jadi, kau di jodohkan dengan Heechul oppa ?” Eunmi kembali bertanya.

“Err..tidak sepenuhnya sih, aku dan dia sudah mengenal sejak lama dan kita berdua sama-sama terobsesi dengan bidang yang sejenis, lalu kemudian karena kedekatan itu munculah ide orang tua kami untuk membuat hubungan ini berlanjut”

“Memangnya kau tak setuju dengan perjodohanmu dan Donghae oppa ?” Hyemi memberi tatapan ingin tahu ke arah Eunmi.

“Aku ? entahlah, logikaku masih merasa perjodohan merupakan hal yang sangat kolot, tapi Donghae oppa orang baik, jadi aku juga tidak merasa masalah jika harus di jodohkan dengannya”

“Kau terdengar plin-plan sekali, Eunmi-ah..” celetuk Shin Hwa, membuat semuanya tergelak.

TBC

1 komentar:

  1. Hei, ceritamu keren. Kalo gak salah kamu pernah juga comment di blog aku yg ada novel yg bercerita tentang Giri, Sarah dan Lexy. Inget gak?

    BalasHapus