Di sudut ruangan yang gelap, agni meringkuk sendiri, memegang kedua lututnya, berusaha menghilangkan rasa gemetar yang menghantuinya. Ingin rasanya ia menangis, meraung dan berteriak sekuat-kuatnya, karena mungkin itu akan lebih membuat hatinya lega, daripada ia harus seperti ini, menahan rasa sesak di dadanya.
“Agni..” ify langsung menghambur ke arahnya dan memeluknya erat.
“Alvin fy..alvin..” desah agni bergetar. Ify mengangguk-angguk, sambil mengelus-elus punggung agni, berusaha menenangkannya.
“Salah gue enggak ngasih tahu ke elo dari awal” ujar ify pelan.
“Ceritain ke gue semua tentang alvin fy..” pinta agni memelas.
“Nanti, kalo keadaan emosi lo udah lebih baik dari ini” agni melepaskan dirinya dari pelukan ify, ia menghapus sisa-sisa air yang masih menempel di pipinya, merapikan poninya yang tampak acak-acakan, lalu tersenyum.
“Gue udah siap denger semuanya..”
“Ayo ikut gue..” ajak ify. Agni pasrah, ia mengikuti ify. Mereka berdua menyusuri lorong-lorong rumah sakit yang tampak sepi di malam hari. Ify memasuki sebuah cafetaria kecil di samping rumah sakit, ia tersenyum ramah pada penjaga cafetaria tersebut, tampak begitu akrab.
“Coklat panas neng ?” tawar bapak tua penjaga cafetaria itu.
“Iya pak, dua ya” sahut ify sambil menarik kursi dan menyuruh agni untuk duduk.
“Sejak setahun lalu, cafetaria ini jadi satu-satunya tempat yang bersahabat buat gue di rumah sakit ini” agni memberikan tatapan penuh tanya atas perkataan ify tadi.
“Lo mau gue mulai cerita ini dari mana ?” tapi bukannya menjawab tatapan itu, ify malah memberi agni pertanyaan.
“Terserah elo, yang penting lo ceritain semuanya ke gue” ify tersenyum tipis melihat agni yang tampak pasrah.
“Lo pernah denger nama Marisa ananta ?” agni merasa familiar dengan nama itu, ia memejamkan matanya sejenak, mencoba mengingat dimana ia pernah mendengar nama tersebut.
“Bukannya itu penyanyi lama ya ? nyokap gue koleksi beberapa kasetnya dia” jawab agni akhirnya.
“Iya, dia penyanyi lama, dan dia nyokapnya alvin” agni membelalakan matanya mengetahui hal itu, tidak pernah ada dipikirannya paling liar sekalipun, tentang ini.
“Neng ify, ini coklat panasnya dua..” sela bapak tua tadi, sambil meletakkan dua gelas coklat panas dengan asap yang masih mengepul-ngepul diatasnya.
“Makasih ya pak..” sahut ify ramah, sementara agni masih berusaha mencerna kata-kata ify barusan.
“Alvin anaknya marisa ananta ? setahu gue marisa ananta enggak pernah nikah, bukannya dia tinggal di luar negeri sekarang ?”
“Publik emang tahunya gitu, karena emang marisa ananta enggak pernah ngakuin keberadaannya alvin. Anak dari hasil pernikahan sirinya sama seorang produser..”
“Lo bercanda ya fy..” timpal agni polos.
“Ekspresi yang sama juga gue tunjukkin saat gue tahu hal ini untuk pertama kalinya ag, tapi emang ini kenyataannya. Apa lo pernah ke rumah alvin ? disana enggak ada satupun foto keluarga yang terpajang, karena sampai sekarang, ini semua masih rahasia”
“Terus apa hubungannya semua ini sama keadaan alvin yang sekarang ?” tanya agni yang tidak melihat benang merah diantara kenyataan yang baru ia tahu dan keadaan yang ia lihat.
“Kata cakka, dari dulu alvin enggak pernah ngeluh. Dia berusaha jalanin hidupnya kaya biasa aja, walaupun hidupnya di penuhin sama kebohongan. Alvin ngalihin semua rasa kesepian itu, sama basket dan gitar. Dua hal yang enggak pernah bisa di pisahin dari alvin..” ify jeda sejenak, untuk menyeruput coklat panasnya.
“Enggak ada satupun hari alvin lewatkan tanpa bermain basket dan gitar. Buat alvin basket sama gitar segala-galanya, dia selalu bersemangat setiap nyeritain mimpinya, mimpi kalo suatu hari nanti dia bakal main di nba, mimpi kalo suatu hari nanti dia bakal jadi gitaris terhebat yang ada di indonesia” lanjut ify lagi.
“Gue sama cakka cuma bisa ikut ngedoain itu, lagian kita yakin kok dia bisa. Seiring waktu, semakin kita tambah besar, alvin mulai ngerasa kalo hidupnya dia emang enggak seadil kaya orang kebanyakan. Dia tetap kelihatan optimis, menggebu-gebu, semangat tapi gue sama cakka enggak pernah tahu, kalo itu semua cuma topeng..” agni lebih memilih diam mendengar cerita ify, ia ingin mendengarkannya sampai tuntas malam ini juga.
“Tanggal 3 agustus setahun lalu, tepat saat hari ulang tahunnya dia. Kita bertiga lagi manggung di kafe punya tante gue, sekaligus buat ngerayain ulang tahunnya dia. Semua berjalan lancar awalnya, sampai tiba-tiba di tengah lagu, alvin yang saat itu jadi gitaris sekaligus vokalis, jatuh dan pingsan. Kita semua langsung bawa alvin ke rumah sakit, dokter juga langsung ngadain pengecekan lengkap ke alvin, karena enggak ada satupun tanda-tanda kalo kondisi alvin lagi enggak sehat, dan pas hasil lab itu keluar, hasilnya benar-benar jauh dari bayangan kita semua..” ify menengadahkan wajahnya, mencoba menahan butir air mata yang siap menetes kapan saja.
“Tanpa sepengetahuan siapapun, sejak kelas tiga smp, alvin sering mengkonsumsi semacam obat penenang, bukan narkoba atau sejenisnya, ini obat penenang yang dokter anjurkan untuk orang-orang dengan kondisi jiwa yang labil, dan sesungguhnya alvin bukan bagian dari orang-orang itu. Entahlah darimana asalnya dia bisa dapet obat itu, yang jelas, karena kurangnya pengetahuan, obat yang alvin konsumsi dengan rutin itu, menyerang saraf-saraf ditubuhnya..”
Agni memegang erat gelasnya, agar kehangatan yang ada mengalir di tangannya. Rasanya ia tidak sanggup bila harus mendengar cerita ify lebih jauh lagi, tapi agni tidak akan mundur, ia telah bertekad untuk tahu semuanya.
“Saat itu juga, dokter langsung memvonis kalo sistem saraf yang dapat bekerja di dalam tubuh alvin hanya tidak lebih dari lima puluh persen dan bertambahnya waktu, kemampuan itu akan terus menurun hingga bisa menyebabkan kelumpuhan total dan..” ify menggantung kata-katanya, ia menggiggit bagian bawah bibirnya, ada ketakutan sendiri baginya untuk melnjutkan kalimat tadi.
“Kematian ?” tebak agni pelan, ify mengangguk kecil, meski hatinya terasa miris.
“Alvin kecewa sama hidupnya, tepatnya sama dirinya sendiri, dia merasa udah ngancurin semuanya dengan kelakuan bodohnya. Sejak saat itu, alvin berubah, dia lebih banyak diam, dia menjauhi basket dan gitar, bahkan bertingkah seolah-olah dia enggak pernah mengenal dua hal tersebut”
“Kondisi jiwanya jadi enggak terkontrol, di awal-awal, alvin sering banget ngelakuin hal-hal gila untuk menyerah sama hidupnya, dia benar-benar udah enggak punya semangat hidup lagi, itu sebabnya gue sama cakka enggak pernah sekalipun biarin dia sendiri. Sebisa mungkin kita berdua selalu nemenin dia, kapanpun dan dimanapun” puzzle yang tadinya berserakan di otak agni, perlahan demi perlahan, mulai tersusun membentuk sebuah kejelasan.
“Gimana sama orang tuanya ? apa mereka enggak tahu ?”
“Hampir setiap malam, alvin selalu berharap mamanya nelpon dia, sekedar buat nanyain gimana keadaannya dia. Tapi kayanya sampai hari ini, keinginan itu enggak pernah betul-betul terwujud”
“Sekarang separah apa kondisi dia ?” tanya agni sambil berharap dalam hati jawaban baiklah yang akan di dengarnya.
“Inget kan waktu gue enggak masuk, saat itu, gue sama cakka lagi nungguin alvin disini. Dan dokter bilang, salah satu sarafnya ada yang udah mulai enggak berfungsi normal, menyebabkan sarafnya yang lain harus berbagi tugas, dan hal ini tentu aja bakal mempercepat proses kelumpuhan alvin”
“Enggak mungkin..” sahut agni lirih, seolah dengan ia berkata demikian, semuanya tidak akan benar-benar terjadi.
“Alvin yang mempercepat itu sendiri” sahut cakka yang tiba-tiba datang dan duduk disamping ify.
“Setiap gue ke kamar alvin, yang gue lihat cuma satu, sampai gue apal, alvin enggak pernah minum obatnya, botol-botol obat yang ada enggak pernah seinci pun letaknya bergeser dari tempatnya..” lanjut cakka lagi. Ify meraih tangan cakka untuk ia genggam. Cakka memang terlihat sedikit berantakan saat ini.
Seandainya tidak ada rasa takut yang masuk dan memenuhi seluruh sudut tubuh agni, mungkin ia sendiri akan melontarkan sejuta kata penghiburan untuk dua orang di hadapannya yang memang paling terpukul dengan semua ini. Tapi kenyataan yang ada adalah, dirinya sendiri saat ini, butuh untuk di peluk sesaat, dikuatkan sejenak, di yakinkan bahwa alvin baik-baik saja, karena sejak beberapa saat yang lalu, agni sadar, ia ingin melihat senyum alvin lagi, khusus untuknya.
***
Setelah beberapa kali menarik napas dan meyakinkan hatinya, agni mulai memberanikan diri untuk masuk ke dalam ruangan di hadapannya tersebut.
“Ada sebuah ruangan di rumah alvin, disana tempat dia nyimpen semua benda yang berhubungan dengan basket dan gitar, elo bisa nemuin beberapa barang, karena yang sebagian lagi udah gue sama cakka ungsiin ke rumah kita sebelum di hancurin sama alvin..”
Ruangan itu tampak tidak terlalu besar, dan seperti yang di katakan ify, isinya di dominasi oleh benda-benda yang berhubungan dengan gitar dan basket. Ada dua buah gitar klasik dan satu gitar elektrik yang terpajang disana. Ada juga rak, yang memperlihatkan trophy-trophy kejuaran yang alvin dapatkan. Beberapa bola basket, serta poster-poster pemain-pemain basket juga tersebar di setiap sudut ruangan itu.
“Drrtt..drrrtt...drrrrtt..”
“Halo fy, kenapa ?”
“Ag, lo ke rumah sakit sekarang ya”
“Kenapa ?’
“Udah cepetan lo kesini, oke..”
Klik. Ify langsung mematikan telponnya tanpa memberi agni kesempatan lagi untuk bertanya lebih jauh. Perasaan yang tidak-tidak langsung menghantui agni, dengan segera agni berlari menuju mobilnya dan pergi ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, agni kembali berlari menuju kamar alvin. Tidak mempedulikan, tatapan orang-orang untuknya. Ia ingin segera tahu apa yang terjadi pada alvin. Di ujung koridor, agni bertemu dengan ify dan cakka yang juga tampak berlari dengan wajah panik.
“Alvin kenapa ?” tanya agni langsung.
“Alvin enggak ada di kamarnya ag, gue sama cakka udah nyari dia hampir ke seluruh rumah sakit ini” jelas ify singkat.
“Emang dia udah sadar ? kapan ?”
“Gue juga enggak tahu, ya udah ayo sekarang kita cari aja dia” ajak cakka.
Agni baru mau ikut mencari lagi ketika seorang anak perempuan kecil berjalan menghampirinya. “ Kakak, kak agni ya ?”
“Iya, kenapa ?” tanya agni sambil berlutut agar setara dengan anak kecil tersebut.
“Ini ada surat buat kakak dari kakak ganteng” anak perempuan itu menyodorkan sebuah kertas kecil yang langsung di terima agni.
“Kakak ganteng ?” dengan perasaan bingung dan kalut karena mikirin alvin, agni membaca isi surat tersebut.
Ag, ajakin cakka sama ify ke atap rumah sakit dong, gue tunggu yaa..
-alvin-
“Kamu da...lho anak kecil tadi kemana ?” agni celingukan karena anak kecil yang tadi berdiri di hadapannya telah pergi begitu saja. Sambil menggenggam kertas tersebut, agni menyusul cakka dan ify yang bilang ingin mencari di bagian belakang rumah sakit.
Setelah menemui cakka dan ify, mereka bertigapun bergegas menuju bagian atap rumah sakit. Berbagai pikiran buruk sudah terlintas di pikiran agni, terbayang olehnya adegan-adegan di sinetron-sinetron yang sering tidak sengaja ia tonton saat menemani mamanya. Dalam hatinya, agni tidak berhenti melantunkan doa-doa untuk menenangkan pikirannya.
Kosong. Itulah yang mereka temukan sesampainya mereka diatas sana. Tidak ada siapapun. Tidak ada alvin.
“Alvin !!” panggil cakka keras.
“Ag, beneran kan dia nulis disini ?” tanya ify.
“Iya, ini tulisannya dia kan ?” tanya agni balik sambil menyodorkan kertas yang sejak tadi ia pegang.
“Tapi mana alvinnya ? alvin !!” teriak ify juga, sambil memandang berkeliling, kali-kali menemukan sosok itu.
“Alvin !!” agni juga tidak mau kalah.
“Gue disini..” mereka bertiga menoleh ke arah suara, terlihat alvin masih dalam balutan pakaian rumah sakit, tersenyum ke arah mereka.
“Lo kemana aja sih ? lo mau bikin gue mati khawatir sama lo !” ujar cakka sambil menghampiri alvin dan meninju pundaknya pelan. Terlihat sekali rasa lega terpancar di wajahnya.
“Hahaha..” alvin hanya tertawa melihat itu, tidak sadar bahwa ia baru saja menimbulkan kepanikan.
“Kalo mau bercanda jangan kelewatan kenapa sih ? jangan bikin gue parno..” timpal ify, matanya nampak berkaca-kaca. Selama ini ia berusaha tegar untuk cakka, tapi kali ini air mata itu turun juga.
“Lho kok nangis sih fy ? ya..maaf deh maaf..” alvin memeluk ify sambil mengusap-usap kepalanya. Sementara agni masih diam di tempatnya, ia melihat alvin dalam-dalam, seandainya boleh, rasanya ia ingin berlari menerjang tubuh itu, memeluknya erat, melepaskan semua rasa takutnya selama hampir 24 jam belakangan ini.
“Vin, udahan meluk cewek guenya, ada cewek lain yang minta elo peluk tuh” celetuk cakka sambil menunjuk-nunjuk agni. Alvin tersenyum melihat agni yang sedang menatap ke arahnya, ia mendekati agni.
“Maaf kalo kemarin bikin lo takut atau kaget ngelihat gue tiba-tiba kaya gitu, sekarang apa lo masih penasaran sama gue, basket dan gitar ?” agni hanya menggeleng, ia takut kalo ia bicara, malah air matanya yang keluar. Ia tidak ingin tampak konyol di depan alvin, ia tahu kapasitasnya yang bukan siapa-siapa untuk alvin.
“Kka, kita main basket yuk..” ajak alvin tiba-tiba sambil mengambil bola yang tampaknya sudah ia siapkan sebelumnya.
“Basket ? tapi elo..”
“Udah ayo, lo enggak kangen apa sparing sama gue ?” alvin melemparkan bola basketnya ke arah cakka. Cakka menoleh ke ify ragu-ragu, tapi ify membalas itu dengan senyuman kecil sambil mengangguk.
Sejurus kemudian, mereka berdua telah tampak asik berebut bola satu sama lain, tanpa ring, tanpa lawan lain, tanpa lapangan yang memadai. Hanya di atas atap rumah sakit, di saksikan oleh ify dan agni, setelah satu tahun, dua sahabat itu kembali memainkan basket bersama, kembali tertawa untuk lemparan-lemparan yang mereka lakukan, kembali bersemangat untuk permainan yang sederhana tapi mungkin akan berarti banyak di kemudian banyak hari.
“Fy, lo udah enggak nangis lagi kan ?” tanya alvin di sela-sela mendrible bolanya.
“Enggak, tapi tetep aja gue masih kesel sama lo” sahut ify sambil menggelembungkan pipinya.
“Ada coklat panas tuh, udah enggak panas sih, tapi spesial buat elo” ujar alvin tersenyum dan menunjuk sebuah gelas yang di letakkan di atas tembok kecil. Ify langsung mengambil gelas tersebut, mencium aromanya yang khas, sudah lama alvin tidak membuatkannya coklat panas seperti ini.
“Mau enggak ag ?” tawar ify sambil duduk di samping agni.
“Enggak..” jawab agni singkat dengan mata tidak terlepas dari alvin.
“Dia keren kan kalo lagi main basket”
“Fy..”
“Ya, kenapa ?”
“Dia enggak kaya orang sakit ya, semangat banget” ify tersenyum tipis.
“Emang kaya gitu ag, tapi sekalinya kondisi saraf-saraf itu melemah, buat ngangkat jari telunjuknya aja alvin enggak akan bisa” jelas ify. “Vin, kka udahan deh mainnya, elo masih harus banyak istirahat vin..” lanjut ify kemudian memperingatkan alvin dan cakka.
“Bentar lagi dong fy..” pinta alvin tampak tidak rela.
“Ify bener sob, cukup udah elo mainnya, besok-besok masih bisa kan, kapanpun elo mau main, gue siap” sambung cakka, sambil mengambil bola dari tangan alvin. Mereka berdua menghampiri ify dan agni.
“Ag, kok elo ngelihatin guenya gitu banget sih” ujar alvin.
“Enggak apa-apa kok” jawab agni singkat. Sesungguhnya ia merasa ada yang beda dengan alvin, kelakuan alvin yang tampak begitu bersemangat hari ini, malah membuat agni takut. Takut ini adalah semangat alvin yang terakhir, takut ini adalah semacam salam perpisahan secara tidak langsung dari alvin, takut ini adalah saat terakhirnya untuk menatap wajah itu, senyum itu, dan tawa itu.
“Balik aja yuk ke kamar lo, enggak baik lama-lama disini” bujuk cakka.
“Lo berdua balik aja duluan, ada yang mau gue omongin sama agni dulu” cakka dan ify tersenyum penuh arti.
“Ya udah, gue sama ify nunggu lo berdua di kamar ya” pamit cakka di sertai anggukan oleh ify.
“Oke..”
“Kka, fy..” baru setengah langkah mereka berjalan, suara alvin membuat mereka berbalik lagi.
“Kenapa vin ?” tanya ify lembut.
“Makasih ya..”
“Buat ?” tanya cakka bingung.
“Semuanya, selama ini, kalian emang yang paling sejati buat gue” cakka dan ify kompak tersenyum ke arah alvin, begitupun juga alvin tersenyum ke arah mereka. Sementara itu agni merasa terpaku di tempatnya, karena semakin ia memperhatikan tingkah laku alvin, semakin besar rasa ketakutannya bertambah.
“Kok hari ini lo kebanyakan bengongnya sih ag ? enggak seru ah..”
“Eh, enggak kok, perasaaan lo doang kali..”
“Gue punya surprise buat lo, tunggu disini ya..” agni hanya bisa mengangguk, ia melihat alvin mengambil gitar.
“Gitar darimana ?” tanya agni tidak bisa menyembunyikan rasa herannya.
“Tadi sebelum gue kesini, gue minjem dulu gitar ini sama satpam rumah sakit hehe. Nah sekarang lo diem disitu, dengerin lagu ini, lagu yang gue ciptain khusus spesial buat elo..” agni merasa speechless dengan ucapan alvin, baru alvin memainkan intro lagunya saja, hati agni sudah bergetar tidak karuan.
And now… I promise you
That I will so… so close to you
Like you want me too
Like I want it too
And now I think I’m in love with you
And…this scenes got my eyes on you
For the first time yee for the first time
That I will so… so close to you
Like you want me too
Like I want it too
And now I think I’m in love with you
And…this scenes got my eyes on you
For the first time yee for the first time
Alvin tersenyum ke arah agni, senyum yang terlalu indah, senyum yang berbeda dengan senyumnya selama ini, senyum yang mampu membuat agni merasa melayang di kelilingi berjuta-juta kebahagiaan.
And now… I’ll pick up the star for you
If you love me too if you love me too
I know I’ll fly you to the sky over the seven sky
If you love me too
If you love me too if you love me too
I know I’ll fly you to the sky over the seven sky
If you love me too
And now… don’t know what to do
You got me drown so deep into
Into you… so deep into you
You got me drown so deep into
Into you… so deep into you
Sambil terus memainkan gitarnya dan bernyanyi dengan suaranya yang lembut. Alvin berjalan mendekat ke arah agni, tampak begitu tampan, begitu mempesona, membuat agni terhanyut dalam suasana ini.
And now… I’ll pick up the star for you
If you love me too if you love me too
I know… I’ll fly you to the sky till the end of the rainbow
End of the rainbow
If you love me too if you love me too
I know… I’ll fly you to the sky till the end of the rainbow
End of the rainbow
Little by little pass your life embrace your heart
Light my love melt into your soul
Into your soul yeahhh
That my love that your life embrace your heart
melt into your soul
End of the rainbow
Over the seven sky yeiyeyehhh
Light my love melt into your soul
Into your soul yeahhh
That my love that your life embrace your heart
melt into your soul
End of the rainbow
Over the seven sky yeiyeyehhh
Di akhir lagu, alvin berhenti di hadapan agni. Ia meletakkan gitarnya, lalu meraih tangan agni, mengajaknya berdiri bersamanya.
“Ini untuk pertama kalinya lagi, gue main gitar setelah setahun gue ngejauhin gitar. Dan ini untuk pertama kalinya juga, sebuah lagu gue ciptain untuk seorang perempuan yang saat ini lagi berdiri di depan gue. Gue tahu, gue cuma seorang cowok lemah yang bahkan enggak bisa ngejaga diri gue sendiri, gue tahu, gue....”
“Stop, jangan ngomong lagi” potong agni sambil memeluk alvin. Air mata yang sejak tadi ia coba pertahankan agar tidak mengalir, akhirnya mengalir juga.
“Lo nangis ag ?” agni menggeleng kuat-kuat, ia tidak ingin alvin melihatnya menangis.
“Gue enggak minta lo jadi cewek gue, gue tahu kok, waktu perkenalan kita masih terlalu singkat, lagian gue juga tahu, lo pantes dapet cowok yang sehat enggak kaya gue, tapi biar gue enggak mati penasaran, gue cuma pengen tahu perasaan lo doang, gue....”
“Udah alvin udah, jangan ngomong lagi, tolong..” potong agni lagi di sela-sela tangisnya, entah kenapa setiap kata yang alvin ucapkan, terasa menguatkan naluri ketakutannya akan waktu-waktu terakhir diantara mereka.
“Agni, lo nangis ya ?” alvin berusaha melepaskan pelukannya dari agni, tapi agni malah semakin mengeratkan tangannya di pundak alvin.
“Gue sayang sama lo, gue enggak peduli seberapa lama kita kenal, gue sayang sama lo, dan gue enggak mau lo pergi kemana-mana..” bisik agni lirih.
Alvin mengelus-ngelus rambut agni, ia mendekap agni lebih kuat daripada sebelumnya “Kalo Tuhan ngijinin, gue sanggup meluk lo terus selamanya..”
***
Satu tahun kemudian.
Suara kicauan burung yang bersahut-sahutan riuh, menandakan pagi hari yang telah datang kembali. Membawa sejuta rencana untuk hari ini. Entah rencana yang mana yang akan Tuhan pilih untuk di kabulkan, yang jelas setidaknya, masih ada kesempatan untuk berharap di hari ini.
“Happy birthday to you..happy birthday to you..happy birthday..happy birtday..happy birthday alvin..”
Dengan gerakan singkat, agni mengecup kening alvin lalu tersenyum ke arahnya.
“Selamat ulang tahun my bro..” timpal cakka, menghampiri alvin dan memeluknya.
“Happy birthday ya vin..” sahut ify sambil meletakkan kue ulang tahun yang tadi ia pegang di meja samping tempat tidur alvin.
Alvin mencoba tersenyum meski bibirnya sama sekali tidak membentuk senyuman, ia mengedipkan matanya dua kali ke arah mereka bertiga. Agni menarik kursi dan duduk di samping alvin.
“Sama-sama ganteng..” ujar agni lembut, ia mengangkat tangan alvin yang terkulai lemas, dan mengeluskannya di pipinya.
Inilah alvin sekarang, sejak malam itu, alvin koma selama hampir satu bulan dan saat sadar, seluruh saraf di tubuhnya tidak lagi mau berfungsi untuknya. Hanya dengan kedipan mata saja, alvin dapat berkomunikasi. Sekali kedip, artinya sayang, dua kali kedip seperti tadi artinya terimakasih, dan bahasa isyarat lainnya, yang hanya agni, cakka dan ify yang tahu.
Selama setahun ini pula, agni, cakka dan ify bergantian menjaga alvin. Mereka salut dengan kemampuan alvin untuk terus bertahan, meski dokter sudah berulang kali memprediksi umur alvin tidak akan lama.
“Vin, aku punya hadiah buat kamu” agni mengeluarkan sebuah buku bersampul coklat susu dan memperlihatkannya di depan muka alvin.
“Ini buku yang di ambil dari kisah kamu, judulnya story in our life” terang agni sambil membuka halaman-halaman yang ada dan menunjukkannya untuk alvin.
“Elo mau tahu enggak kenapa judulnya story in our life ? karena buku ini, nyeritain tentang lo dari sudut pandang kita, dari sudut pandang gue, sudut pandangnya ify dan tentu aja sudut pandangnya agni. Cerita dalam kehidupan kita, itu kan artinya, semoga cerita lo enggak cuma ngisi hidup gue, ify dan agni, tapi juga ngisi semua orang yang baca buku ini” jelas cakka panjang lebar. Alvin mengedipkan matanya tiga kali, tanda ia mengerti maksud pembicaraan cakka.
“Gue bisa bayangin deh, buku ini bakal jadi best seller, dan bakal banyak orang yang ngidolain elo..” timpal ify.
“Alvinnya agni emang hebat” puji agni tulus, sambil meletakkan kepalanya di dada alvin.
“Alvin..” semua orang menoleh ke arah pintu, terlihat wanita paruh baya berdiri disana. Agni tampak berusaha mengingat karena wajah ini terasa pernah ia lihat sebelumnya, sementara cakka langsung menghampiri wanita tersebut.
“Kemana aja tante selama ini ? setelah sekian tahun, baru sekarang tante berani dateng !” ify mendekat ke arah cakka, ia meraih tangan cakka dan menggenggamnya, berusaha meredam emosi yang ify tahu bisa meledak kapanpun.
“Tante minta maaf, tante tahu tante enggak pantes berdiri disini, tante tahu itu..”
“Tante mamanya alvin ya ?” tanya agni pelan, wanita itu mengangguk, ia berjalan ke arah alvin.
“Alvin, maafin mama ya..” alvin mengedipkan matanya beberapa kali, membuat mamanya bingung dan menoleh ke arah agni yang berdiri di sampingnya.
“Alvin bilang, dia enggak marah sama tante, dia sayang sama tante” ujar agni layaknya seorang alih bahasa. Mamanya alvin memandang alvin lirih, ia mengangkat tubuh alvin, agar ada dalam dekapannya.
“Maafin mama ya vin, mama tahu, mama enggak pantes di sebut mama, karena mama bahkan enggak tahu apa yang kamu maksud, enggak tahu apa yang kamu mau, enggak ada saat kamu butuh mama, mama bener-bener minta maaf, dan selamat ulang tahun, jagoan..” agni merasa terharu dengan apa yang ia lihat ini, apalagi melihat alvin, yang meskipun pandangannya kosong, tetapi pancaran matanya yang bening, seolah menerima semuanya dengan ikhlas.
Begitu juga yang di rasakan oleh cakka dan ify. Seumur-umur cakka menjadi sahabat alvin, baru kali ini, ia melihat mamanya alvin memeluk alvin. Meski telah lama waktu yang terbuang hanya untuk sebuah pelukan itu, tapi setidaknya hal ini terjadi daripada tidak sama sekali.
“Kamu senengkan, di hari ulang tahun kamu, kita semua kumpul disini ?” tanya agni setelah mamanya alvin melepaskan pelukannya dan membaringkan alvin kembali. Alvin tampak mengedip lagi.
“Mau tidur ? tumben, masih pagi lho. Tapi ya udahlah, kamu tidur aja ya..” agni menarik selimut, dan menutupinya ke tubuh alvin.
Lagi-lagi alvin berusaha tersenyum, meski tetap saja tidak ada perubahan berarti di wajahnya, sejenak ia memandangi wajah orang-orang terkasihnya, agni cahaya yang menuntunnya untuk maju, cakka anugerah indah yang menerimanya apa adanya, ify kelembutan yang selalu menemaninya, dan yang terakhir, sosok yang selalu dirindukannya, yang hadirnya selalu ia nantikan setiap saat meski hanya sapaan di telepon, ibu yang melahirkan namun tidak membesarkannya, ibu yang mempertaruhkan nyawa namun tidak menganggapnya ada, ibu yang baru saja mendekapnya untuk pertama kalinya dengan penuh sayang dan nyata.
Perlahan demi perlahan, matanya mulai meredup, cahaya-cahaya mulai menghilang dari penglihatannya, dan akhirnya mata itu benar-benar terpejam. Tertutup bukan untuk terbuka kembali, tertidur bukan untuk terbangun kembali, terdiam bukan untuk bergerak kembali. Tapi untuk menjemput keabadiannya yang abadi, menuju tempat yang lebih indah yang suatu saat nanti juga akan mempertemukannya dengan orang-orang yang ada di sekelilingnya saat ini.
TAMAT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar