Jumat, 22 April 2011

Story in Our Life part 4

Alvin merapikan kemejanya sambil menatap pantulan dirinya dari kaca mobil. Entahlah tapi ia ingin terlihat lebih rapi dan beda hari ini. Di depan teras rumah, agni telah menunggunya.
“Gampang kan vin cari rumah gue ?” tanya agni basa-basi, sambil mempersilahkan alvin masuk ke dalam rumahnya.
“Gampang kok ag, lagian dulu gue sama cakka juga sering jalan-jalan lewat komplek sini”
“Oh, mau minum apa ?”
“Terserah elo aja deh, enggak dingin ya tapi” agni mengangguk kecil lalu pamit untuk mengambilkan alvin minum. Alvin menggaruk belakang tengkuknya meski tidak gatal, ia merasa suasana antara dia dan agni barusan terkesan terlalu formal dan tidak seperti biasanya.
“Temennya agni ya ?” seorang laki-laki yang baru masuk ke dalam rumah itu bersama dengan seorang perempuan menghampiri alvin.
“Iya, ehm..alvin..” alvin menyodorkan tangannya.
“Gue rio kakaknya agni, ini dea cewek gue..” secara bergantian alvin menyalami rio dan dea.
“Hebat juga ya adek gue, baru beberapa minggu di jakarta langsung dapet kecengan gini” ujar rio enteng, alvin hanya dapat tersenyum tipis mendengarnya.
“Kak rio, apa-apaan sih lo !!” ternyata agni sudah berdiri disana sambil membawa baki.
“Elo curang ah, enggak pernah cerita-cerita lagi sama gue sekarang, eh malah langsung di bawa ke rumah” goda rio sambil mengerling ke arah alvin.
“Ahh, udah ah elo sama kak dea pergi aja sana, disini godain gue mulu” gerutu agni sambil mendorong-dorong rio agar pergi darisana. Sementara dea dan alvin, hanya bisa menikmati tontonan gratis kakak beradik ini.
“Yo, gimana kalo agni sama alvin ikut kita aja ? tiketnya kan ada empat” agni dan rio langsung kompak menoleh ke arah dea.
“Tiket apaan kak ?” tanya agni semangat.
“Ngajak dia ? ih enggak usah deh de” tolak rio sambil menunjuk agni.
“Apaan sih kak dea ?” tanya agni lagi, kali ini sambil mendekati dea.
“Gue sama rio dapet tiket nonton teater gitu ag dari temen, tiketnya ada empat, tadinya sih mau nonton bareng temen tapi dua temen gue itu enggak bisa” jelas dea.
“Gue mau kok kak, lo mau kan vin ?” alvin yang di tanya tiba-tiba, hanya bisa menganggukan kepalanya.
“Eh apa-apaan lo, gue bilang enggak ya enggak” timpal rio.
“Orang kak dea yang ngajak gue, kok elo yang sewot sih. Sekarang kak ?”
“Iya, ganti baju sana lo ag, masa alvinnya rapi gitu, elonya gini” sahut dea.
“Ah kak dea, jangan ketularan kak rio godain gue deh. Ya udahlah gue ganti baju dulu, bentar ya vin..” lagi-lagi alvin hanya bisa mengangguk untuk menjawab pertanyaan agni.
“Eh gue ikut dong ag, mau ikut ngadem di kamar lo bentar” ujar dea sambil ngekorin agni, meninggalkan alvin dan rio berdua saja.
“Lo temennya sekolah agni ?” tanya rio.
“Iya kak, kebetulan dia temen sekelasnya sahabat gue”
“Enggak usah pake kak ah, gue juga cuma beda setahun kok sama lo. Elo suka sama dia ?”
“Eh, ehm gue.....”
“Yayaya, gue tahu kok lo suka sama agni, kelihatan banget” potong rio tidak sabaran menunggu jawaban alvin.
‘hah ? apanya yang kelihatan ? emang gue suka sama agni ?’ batin alvin heran.
“Emang apanya yang kelihatan yo ?”
“Cara lo ngelihatin adek gue tuh beda, ya sebagai cowok gue tahulah maksud pandangan lo itu. Walaupun sering berantem gini-gini gue juga perhatian kali sama dia”
“Sebenernya gue enggak tahu perasaan gue ke agni, tapi gue cukup nyaman ada di dekat dia”
“Yah, elo gimana sih, jangan ragu-ragu gitu dong jadi cowok. Mungkin karena elo sama agni baru kenal aja kali ya makanya gini, tapi feeling gue bilang elo berdua saling suka kok, tenang aja vin, gue dukung lo kok..” ujar rio sambil menepuk-nepuk pundak alvin. Alvin hanya tersenyum tipis.
Kini di benaknya ada tanda tanya besar, apa iya hatinya telah sampai pada tahap menyukai agni. Secepat itukah perasaan itu menyapanya dan tumbuh dalam hatinya. Bukankah masih dalam hitungan minggu ia mengenal agni, seistimewa itukah agni, hingga sebegitu mudahnya membuat ia untuk mengaguminya. Ada sesuatu yang mengisi ruang yang selama ini kosong dalam jiwanya, dan agnikah yang telah mengisi itu, apa ini semua tidak terlalu cepat.
“Vin..helooo..”
Alvin tersentak kaget, mendengar teriakan agni tepat di telinganya. “Hah, apaan ag ?”
“Haha, lo abis ngelamunin apaan sih ? gue panggilin juga dari tadi” alvin menatap agni sambil tersenyum.
“Rio mana ?” tanya alvin celingukan.
“Hmm, kayaknya elo beneran asik banget ya ngelamunnya, kak rio sama kak dea udah keluar duluan tadi. Udah ayo ah, keburu siang nanti..” reflek agni menarik tangan alvin agar beranjak dari kursinya, tapi sedetik kemudian, agni melepaskan tangan itu.
“Lebih enak gue yang ngegandeng tangan lo daripada elo yang ngegandeng tanga gue” bisik alvin sambil menggenggam jari jemari agni, dan menimbulkan semburat merah jambu di pipi agni.
***
Acara hari itu, tidak berhenti hanya dengan menonton teater. Mereka berempat memilih untuk makan siang bersama di sebuah restaurant. Agni dan alvin benar-benar harus tahan batin, melihat aksi rio yang terus saja bermesraan dengan dea.
“Kak, elo berdua kalo mau mesra-mesraan tahu tempat dong, masa di tempat umum kaya gini sih” protes agni saat entah untuk keberapa kalinya, kecupan rio mendarat di punggung tangan dea.
“Kenapa lo ? enggak suka, atau malah mau ? minta alvin dong” timpal rio asal.
“Haha sori deh ag, vin, kebiasaan jalan berdua..” sahut dea. Agni hanya dapat mendecakkan lidahnya, kemudian ia kembali fokus pada makanannya.
Di sebelah kanan agni, alvin duduk sambil diam-diam mencuri pandang ke agni. Sejak menonton teater tadi, alvin sering juga memergoki aksi rio terhadap dea, sedikit banyak itu mempengaruhinya juga. Apalagi semakin ia melihat ke arah agni, semakin muncul juga keinginannya untuk melakukan hal yang sama seperti apa yang di lakukan rio.
“Psstt..vin lo usaha dong sama agni..” ujar rio sambil berbisik-bisik.
“Apaan ?” tanya alvin tidak mengerti.
“Usaha sama agni..” ulang rio sekali lagi.
“Lo berdua ngapain sih bisik-bisik ?” tanya agni curiga.
“Siapa yang bisik-bisik ? sok tahu lo !” tampik rio. “Eh de, aku mau ngasih kamu sesuatu” lanjut rio lagi sambil mengalihkan tatapannya ke dea.
“Apa ?”
“Bentar ya..” rio berdiri dari kursinya, sebelum beranjak ia menyempatkan diri dulu untuk mengecup ubun-ubun dea dan sedikit membelai rambutnya. Rio melangkah ke arah panggung kecil yang ada, berbicara sesaat dengan pegawai restaurant tersebut.
“Lagu ini spesial buat dea christa amanda, love you..”
I think of you
Whatever I did or do
To be with you
Whatever it takes i’ll do
Cause you my love
You’re all my heart desire
You’ve lightened up my life
Forever i’m alive
Rio berjalan menghampiri dea, lalu meraih tangan dea dan mengajaknya ke tengah panggung. Membuat pasangan lain yang ada di ruangan itu, iri dibuatnya.
Since i found you
My world seems so brand new
You’ve showed me the love i never knew
You”re present has sparks my whole life trough
Diam-diam, agni menatap alvin sekilas, entah kenapa ada keinginan liar dalam hatinya, seandainya alvin melakukan itu padanya.
Since i found you
My life begins a new
Now who need to dream when there is you
For all of my dreams come true
Since i found you...
Your love shines bright trough all corners of my hearth
Baby you are my dearest part
I’d give you all i have
My heart my soul my life
My destiny is you
Forever true
I’m so in love with you
Since i found you
My world seems so brand new
You’ve showed me the love i never knew
You”re present has sparks my whole life trough
Since i found you
My life begins a new
Now who need to dream when there is you
For all of my dreams come true
My heart forever true
In love with you...
Di akhir lagu, rio mengalungkan tangannya di pundak dea lantas mencium kening dea.
“Love you dea..”
“Love you rio..”
“Cie...prok..prok..prok..” applause meriah di berikan oleh pengunjung lain untuk dua sejoli yang sedang kasamaran itu.
“Kakak gue keren juga yaa..” komen agni setelah melihat penampilan rio. Alvin hanya menganggukan kepalanya, sesungguhnya ia masih tidak mengerti apa maksud bisikan rio tadi dan kelakuan rio setelahnya.
“Tadi gue keren kan ?” tanya rio langsung sekembalinya mereka ke tempat duduk.
“Untuk kali ini terpaksa deh gue harus bilang elo keren kak”
“Yang ikhlas dong lo muji guenya..”
“Haha iya deh, eh kak dea, emang kak rio sering kaya gini ?”
“Kalo romantis, kaya ngasih bunga tiba-tiba sih sering, tapi kalo yang sampai nyanyi kaya gini baru sekarang, gue aja rasanya masih speechless..”
“Kapan ya ada cowok yang gituin gue ?” desah agni pelan, tapi rio yang mendengar hal itu, langsung menyenggol siku alvin di sebelahnya.
“Apaan ?” tanya alvin polos, membuat rio sedikit gemas dan menepuk keningnya sendiri.
“Gue sama dea cabut duluan ya, kita masih ada acara lain dari sini” pamit rio akhirnya.
“Lho kok gue sama alvin di tinggal berduaan gini ?”
“Enggak apa-apa dong ag, biar bisa tambah deket” goda dea.
“Setuju gue, vin gue balik ya, jagain nih adek gue” rio menepuk-nepuk pundak alvin “Lakuin apa yang gue lakuin ke dea kalo emang lo suka sama agni” ujar rio pelan, sehingga hanya dia dan alvin yang mendengarnya.
“Duluan ya..” ucap dea dan rio barengan.
“Ag mau ikut gue ke suatu tempat enggak ?” tawar alvin.
“Kemana ?”
“Kalo lo mau ikut gue, entar juga elo tahu tempatnya, enggak bakal nyesel deh”
“Ya udah deh ayo..” sahut agni mengiyakan.
***
Ternyata alvin mengajak agni ke sebuah pantai. Belum pernah sekalipun agni menemui pantai seindah ini, dengan pasir putih yang lembut, angin sejuk yang berhembus serta ketenangan yang mampu menentramkan jiwa.
“Ini keren banget vin..”
“Lo suka kan sama tempat ini ?” agni menganggukan kepalanya kuat-kuat, ia masih merasa takjub dengan pemandangan surga di hadapannya.
“Duduk sini deh..” alvin menarik tangan agni lembut. Mereka duduk di pinggir pantai, di bawah payungan daun kelapa yang melambai-lambai.
“Kok elo bisa nemuin tempat kaya gini sih ? eh bentar ini masih jakarta kan ?” tanya agni polos, karena rasanya ia seperti berada di tempat yang jauh dari ibu kota yang penat itu.
“Gue juga enggak sengaja kok nemuin pantai ini, cuma sedikit orang yang tahu tentang pantai ini, makanya masih tenang, masih nyaman..”
“Pasti lo suka kesini sama cakka sama ify” tebak agni yakin.
“Iyalah, dulu kita sering banget kesini bertiga, mereka udah kaya keluarga buat gue” agni tersenyum tipis mendengarnya.
“Beruntung ya jadi lo, bisa nemuin sahabat kaya mereka berdua”
“Bukan nemuin tapi di takdirin, mungkin kalo bukan mereka yang jadi sahabat gue, enggak tahu deh apa yang terjadi sama gue sekarang..” mendengar perkataan alvin, agni jadi teringat akan rasa penasarannya akan sosok di sampingnya ini.
“Vin, kenapa elo main basket lagi ? lo sendiri yang bilang waktu itu, elo enggak ngerti basket”
“Karena ada yang bilang ke gue, kalopun basket bikin gue mati, gue enggak akan berhenti main basket karena gue cinta basket” agni tersipu mengetahui kata-katanya lah yang membuat alvin mau bermain basket lagi.
“Emang main basket bisa bikin elo mati beneran ?”
“Hahaha..” alvin hanya tertawa sambil mengacak-acak rambut agni.
“Ih gue nanya serius juga..” sungut agni sebal.
“Kadang kita enggak perlu ngupas sesuatu terlalu dalam, karena saat kita nemuin isinya enggak sesuai sama keinginan kita, yang kita dapetin cuma rasa kecewa dan waktu yang terbuang sia-sia..” agni mengalihkan pandangannya ke alvin, menatap alvin penuh tanya.
“Maksudnya ?”
“Enggak semua pertanyaan ada jawabannya dan enggak semua jawaban berasal dari pertanyaan”
“Aduh alvin elo ngomong apa sih ? gue enggak ngerti deh, serius” sahut agni sambil mengacungkan jarinya membentuk huruf V. Alvin terkekeh melihatnya, ia mencondongkan wajahnya lebih dekat ke arah agni.  
“Lo lebih manis kalo kaya gini deh ag..” alvin merapikan sedikit poni agni dan menyampirkan beberapa helai rambut ke belakang telinga agni, membuat jantung agni berdetak berjuta kali lebih kencang.
“Makasih..” ujar agni pelan, alvin menatap matanya lalu tersenyum.
“Lo pernah mencintai seseorang ?” tanya alvin tiba-tiba.
“Enggak tahu..”
“Kok enggak tahu sih ?”
“Gue enggak tahu definisi mencintai seseorang itu sejauh apa, gue pernah ngerasa suka sama temen sekelas gue di bandung, enggak ada satupun hari gue lewatin tanpa ngelihatin dia, kasarnya dia lagi keringetan aja tetep kelihatan menarik di mata gue, tapi cuma gara-gara gue ngelihat dia ngerokok sepulang sekolah, rasa itu lenyap gitu aja, enggal berbekas sama sekali, berarti gue enggak pernah benar-benar mencintai temen gue itu kan ?” jelas agni panjang lebar.
“Jadi sampai lo segede ini, belum pernah sekalipun lo pacaran ?” tanya alvin lagi.
“Iya, emang kenapa ?”
“Kalo gitu kita sama..”
“Serius ?” tanya agni seolah tidak percaya.
“Emang muka gue kelihatan bercanda ?” tanya alvin balik.
“Enggak sih, cuma enggak nyangka aja, gue ngelihat kak rio pacaran semenjak dia kelas satu smp kali”
“Pantes..”
“Pantes apa ?”
“Ahli banget kayanya dia kalo soal bikin cewek meleleh”
“Hahaha..” agni tertawa sambil mengangguk-anggukan kepalanya, tampak begitu manis di mata alvin. Benarkah yang rio bilang bahwa ia mencintai agni.
“Kalo ada cowok yang mencintai lo gimana ag ?” tanya alvin di sela-sela tawa agni.
“Ya enggak gimana-gimanalah..” jawab agni enteng.
“Kalo dia sampai bilang sayang ke elo dan minta lo jadi ceweknya, enggak gimana-gimana juga ?”
“Oh kalo itu sih baru gimana-gimana, hehe, tergantung lah vin, kalo misalnya gue nyaman sama cowok itu, dan gue punya perasaan yang sama, ya mungkin gue bakal nerima dia”
“Gue punya cerita, lo mau dengerin enggak ag ?” agni hanya mengangguk, sesungguhnya ia sedikit bingung dengan alvin yang sedari tadi seperti sedang menginterogasinya.
“Ada seseorang yang kecewa sama hidup yang dia jalanin, buat dia hidup itu cuma perputaran waktu dari pagi ke malam dan seterusnya yang ujung-ujungnya bakal nganterin dia sama satu hal yang menurut dia paling pasti, yaitu kematian. Sampai suatu hari, dia nemuin sebuah cahaya, cahaya yang bikin hidupnya sedikit berwarna, cahaya terang yang entah kenapa dalam waktu sekejap bisa merubah definisinya tentang hidup jadi berubah. Kalo lo jadi orang itu, apa yang bakal lo lakuin dengan cahaya itu ?”
“Gue akan menyimpan cahaya itu, berusaha memiliki dan menjaganya, karena cahaya itu secara langsung ataupun enggak, udah bikin gue sadar sama hidup yang lagi gue jalanin” jawab agni mantap.
“Sekalipun ujung-ujungnya elo bakal ninggalin cahaya itu di kemudian hari ?”
“Seenggaknya gue berani buat maju dan berusaha enggak nyia-nyiain apa yang Tuhan kasih buat gue, masalah akhir apa yang akan terjadi sama gue, gue enggak mau begitu peduli. Gue pernah baca novel, disitu di ceritain tentang seorang cowok yang punya cewek penyakitan gitu deh, pas ceweknya lagi kritis, si cowok itu bilang, kalo dia enggak peduli sama apapun yang bakal terjadi nanti, yang penting dia akan selalu berusaha ada buat ceweknya sampai kematian itu bener-bener dateng dan misahin mereka, enggak tahu kenapa, tapi gue suka aja sama kata-kata itu”
“Thanks ya..” ujar alvin sambil tersenyum.
“Buat ?”
“Jawaban lo”
“Emang itu penting ya ?”
“Cuma pengen tahu aja kok..”
“Gue boleh gantian nanya sama lo, wajib di jawab jujur tapi”
“Kalo gue punya jawabannya ya gue jawab”
“Pas pertama kali kita ketemu di ruang musik, waktu itu lo lagi megang gitar tapi enggak mainin gitar sama sekali, padahal lo bisa kan main gitar ?”
“Gue enggak punya jawaban buat pertanyaan lo itu” ujar alvin datar, ia berdiri lalu berjalan meinggalkan agni. Agni tidak mau menyerah, ia menyusul alvin dan mengikutinya.
“Ada apa lo sama gitar ?” alvin tidak menjawab, ia terus saja berjalan.
“Di kamar ify, gue ngelihat piala lo, lo best guitarist kan ? kata iel juga elo jago main gitar” lanjut agni lagi, mencoba tidak peduli dengan sikap tidak acuh alvin.
“Apa lo mau bilang main gitar juga bisa bikin lo mati ? sama kaya basket !” alvin berhenti, begitupun agni.
“Kenapa elo harus seribet ini sih cuma buat tahu tentang gue ? anggep aja lo enggak pernah tahu kalo gue bisa main gitar, anggep aja lo tahunya gue enggak bisa main gitar sama sekali” ujar alvin sambil berbalik menghadap agni.
“Gue mau lihat elo main gitar sekali aja, setelah itu gue akan pura-pura enggak tahu kalo lo bisa main gitar” sahut agni sambil menatap alvin dengan pandangan tajam sekaligus meminta. Ia tersenyum tipis, lalu berjalan menjauh dari alvin.
***
Ify dan cakka duduk berdua di gazebo rumah cakka yang teduh. Dengan tangannya, cakka mengelus-elus rambut ify yang sedang bersender di badannya.
“Bener kan apa yang aku bilang, agni orang yang tepat buat alvin”
“Tapi kalo agni tahu apa yang terjadi sama alvin, apa dia bakal bertahan juga, sama kaya kita ?”
“Kok kamu ngomongnya gitu sih kka, kesannya alvin enggak pantes buat di cintai”
“Bukan gitu maksud aku, aku cuma enggak mau lihat alvin kecewa lagi..” ujar cakka lirih, seolah kekecewaan yang ia bilang itu ia rasakan sendiri.
“Kita harus optimis kka, terserah apa yang mau orang bilang. Lagian beberapa hari ini, hawanya alvin beda, apalagi kemarin pas dia main basket, aura basketnya masih kelihatan, bukti kalo dia sendiri enggak pernah bener-bener ngebuang semua itu kan”
“Tapi kamu masih inget kan apa yang...”
“Ssstt, apapun itu, aku enggak mau peduli. Ayolah kka, kasih agni sedikit kesempatan, kali aja dia beneran bisa kembaliin alvin kita yang dulu” ify meneggakkan duduknya, sambil menggenggam tangan cakka.
“Kadang aku ngerasa, alvin yang enggak mau kembali lagi kaya dulu fy..”
“Itukan cuma perasaan kamu, nyatanya kemarin kamu lihat sendiri kan, dia berani, berani buat main basket lagi, berani buat ngadepin basket lagi”
“Tapi fy...”
“Percaya kka, semua bakal baik-baik aja” potong ify sambil mendekapkan badannya ke tubuh cakka, berusaha menenangkan cakka, atau dirinya sendiri mungkin.
***
Suara gemuruh ombak yang saling bersahutan, menemani alvin. Dia duduk di atas tebing kecil, sendirian. Gitar dan basket, dua hal yang dulu selalu ada dalam hidupnya. Hingga kini mungkin. Dua hal yang dulu menjadi kebanggaannya, ciri khasnya, juga cita-citanya. Dua hal yang dulu selalu menemaninya. Dua hal yang alvin lakukan dengan cinta. Tapi juga dua hal yang alvin hancurkan dengan tangannya sendiri. 
Seandainya agni tahu, betapa ia rindu akan dua hal tersebut. Yang di jauhinya begitu saja, yang dicampakan dan ia coba lupakan seolah dua hal itu adalah sesuatu yang menjijikan baginya. Tentu saja ada alasan untuk itu semua. Alasan yang membuatnya menjadi seperti ini, alasan yang menuntunnya berjalan membelakangi dua hal itu.
“Vin..” alvin menoleh, terlihat agni sedang berdiri di belakangnya.
“Maaf, kalo tadi gue maksa lo dan terlalu keras sama lo” ada nada menyesal di kalimat itu. Agni duduk di sampingnya, mereka diam sejenak untuk beberapa saat yang terasa membosankan.
“Lo enggak mau maafin gue ?” tanya agni sambil menengok ke arah alvin. alvin menghela napasnya sebentar, ia melirik jam tangannya.
“Gue tutup mata lo bentar ya..” ujar alvin lantas menutup kedua mata agni dengan tangannya.
“Satu..dua..tiga..” tepat dihitungan ketiga, alvin melepaskan tangannya. Mulut agni nyaris ternganga, melihat sketsa alam yang ada di hadapannya, tampak sang surya yang begitu mewah dan agung, perlahan demi perlahan, terbenam di ujung garis pantai, menyisakan aroma keindahan duniawi yang terlalu berharga untuk dilewatkan begitu saja.
“Makasih vin, hari ini lo bener-bener bikin gue seneng banget”
“Gue yang harusnya bilang makasih, agni..” tanpa aba-aba, alvin mengecup kening agni, membuat pipi agni bersemu merah.
“Ini bukan tindakan spontan, ini tindakan dari hati gue secara tulus buat lo” bisik alvin lembut., ia menggenggam jari jemari agni.
“Pulang yuk, entar kemaleman..” ajak alvin sambil menarik agni, agni hanya bisa pasrah, rasanya tubuhnya terlalu penuh oleh senyawa bahagia, sehingga ia tidak dapat melakukan apapun kecuali tersenyum.
“Arghh..” tiba-tiba alvin mengerang, ia melepaskan tangan agni begitu saja, kemudian memegangi tangannya sendiri.
“Alvin lo kenapa ?” tanya agni bingung. Alvin tidak menjawab, tubuhnya langsung merosot, cairan darah kental mengalir dari kedua lubang hidungnya.
“Alvin..” agni mengguncang-guncang tubuh alvin, yang terkulai lemas, matanya tampak tidak fokus, dan tangannya terasa dingin.
“Alvin..” panggil agni terus menerus, ia benar-benar tidak tahu apa yang terjadi, dua butiran hangat menetes di pipinya.
“Ca..kka..” desah alvin pelan, tepat sebelum kedua matanya tertutup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar