Jumat, 22 April 2011

Last part 9

Tangannya sibuk mengoleskan lem ke berlembar-lembar foto yang ada di hadapannya. Sebagai seorang anggota mading, tidak terlalu sulit untuknya, berkreasi seperti ini. Via bahkan tidak mempedulikan waktu yang kian larut. Ia hanya ingin cepat menyelesaikan semua ini, dan kemudian menunjukkanya kepada iel.
Sambil sesekali tersenyum dan bersenandung kecil, via terus melakukan aktivitas itu. Kadang ia berhenti sejenak, untuk membayangkan, bagaimana tanggapan iel nanti akan kerja kerasnya beberapa hari ini. Di dalam hatinya, via juga berjanji untuk tidak akan mengulangi lagi kesalahan konyol ini. Beberapa minggu tanpa senyuman manis iel, ternyata bukanlah suatu yang mudah untuk di lewati begitu saja.
Via jadi mengingat kembali, saat-saat yang pernah ia lewati bersama iel. Iel yang perhatian, iel yang selalu ada untuknya, iel yang selalu mencoba mengerti apa maunya dan iel yang selalu menyayanginya.
“Semoga kamu bisa maafin aku ya yel..” harap via sambil tersenyum.
Hanya di temani oleh cahaya lampu dan keheningan, via terus menempelkan foto itu satu persatu. Menyimpan setiap rasa sayang dan menyisipkan sebuah rasa maaf di setiap lembar foto yang ia rekatkan. Berharap agar semua belum terlambat. Berharap ia masih dapat memperbaiki semuanya.
Drrtt..drrtt...drrtt..
From : Ashilla
Lusa, athvilan cafe, jam 7 mlm
WAJIB DATENG ! see yaa
J
Sedikit mengernyitkan dahi saat membaca sms dari shilla tersebut, tapi saat mata via beralih dari layar hpnya ke arah prakarya di hadapannya, ia langsung mendapat sebuah ide tambahan.
“Ayo lembur via, semangat !” via berusaha memotivasi dirinya sendiri. Kemudian ia mulai tenggelam lagi mengerjakan kejutannya untuk iel, bahkan lebih serius dari sebelumnya.
***
Sebuah amplop tertutup tergeletak di sampingnya, menunggu untuk di buka sejak siang tadi. Jari jemari agni mulai meraih amplop tersebut, menerawangnya di bawah temaram lampu, berusaha menebak apa isi amplop itu, karena diam-diam, ia telah menyerahkan semua keputusannya pada isi amplop tersebut.
Perlahan namun pasti, agni mulai membukanya, mengambil keluar kertas yang ada di dalamnya, dan membaca kalimat demi kalimat yang tertera di atasnya. Senyum kegembiraan bercampur senyum getir tergambar di bibirnya. Detik ini juga, sebuah jalan telah ia pastikan untuk ia lalui dengan segala macam resikonya.
Matanya beralih ke arah meja kecil di sudut kamarnya. Terdapat beberapa figura foto yang berjejer di atasnya. Agni bangkit dari kasurnya, ia berjalan dan kemudian bersimpuh di depan meja kecilnya, menatap gambar-gambar yang terabadikan dalam figura-figura itu satu persatu. Tangannya merogoh ipod yang ada disaku celananya, lalu kemudian dengan asal, agni menekan tombol play, tanpa direncanakan sebelumnya, sebuah lagu yang terasa sesuai untuknya, mengalun menemaninya.
Pernahkah kau bicara
Tapi tak di dengar
Tak di anggap
Sama sekali
Pernahkan kau tak salah
Tapi disalahkan
Tak di beri
Kesempatan
Dengan tatapan nanar yang susah di artikan. Agni memandang foto itu satu persatu. Mengingat semua yang pernah ia dan cakka lewati berdua. Saat mereka selalu menghabiskan waktu bermain basket berdua. Saat cakka yang selalu bisa membuatnya tertawa. Saat cakka mengajaknya jalan-jalan di hari libur.
Kuhidup dengan siapa
Ku tak tau kau siapa
Kau kekasihku tapi
Orang lain bagiku
Tapi kini semua itu menguap di telan waktu. Agni terasing sendiri terus bertahan untuk cakka, sementara cakka meninggalkannya berkali-kali, menganggapnya hanya sekedar selingan dikala ia butuh. Semuanya berubah, rasa sayang, segala perhatian, waktu-waktu berdua, hanya satu yang tidak berubah, maaf agni yang selalu ada untuk cakka.
Kau dengan dirimu saja
Kau dengan duniamu saja
Teruskan lah.. Teruskan lah
Kau begitu
Dan agni masih tidak mengerti hingga saat ini. Hubungan apa yang sedang mereka jalani sekarang. Ikatan apa yang terjalin di antara mereka. Hanya tinggal kenangankah semua itu, berlalu begitu saja, meninggalkan agni dalam kubangan asa ketidakpastian.
Kau tak butuh diriku
Aku patung bagimu
Cinta bukan
Kebutuhan mu
Hoo.. Hooo
Kau dengan dirimu saja
Kau dengan duniamu saja
Teruskan lah.. Teruskan lah
Kau.. kau begitu
Dua tetes air jatuh dari matanya, ia tidak suka menjadi lemah, tapi cakka telah membuatnya seperti itu. Agni meraih satu foto yang letaknya paling depan, foto cakka dan dirinya, sedang menikmati es krim berdua. Ia dekap foto itu erat-erat di dadanya. Agni sadar, masa itu akan segera lewat, mengubahnya hanya menjadi sebuah secuil kisah dalam hidupnya.
Agni membawa foto itu ke tempat tidurnya, ia pandangi dalam-dalam, sorot matanya menyiratkan kerinduan, meski hatinya terasa pedih mengingat dirinya dan cakka saat ini semakin jauh. Cakka selalu menghindarinya di sekolah, tidak pernah membalas satupun smsnya apalagi mengangkat telponnya, dan agni tahu, itu semua tanda, kebersamaan mereka bukanlah lagi sesuatu yang bisa di harapkan.
Tangannya langsung meraih hp mungil yang ada di atas meja sebelah tempat tidurnya. Ia ingin menyelesaikan semuanya dengan cakka, secepatnya. Agni yang memang sengaja, menggunakan profil diam untuk hpnya setiap malam, baru sadar ada sms masuk untuknya sejak tadi.
From : shillavin
Lusa, athvilan cafe, jam 7 mlm
WAJIB DATENG ! see yaa
J
Membaca sms itu, membuat agni mengurungkan niatnya untuk sms cakka, mungkin memang Tuhan telah berniat campur tangan dalam masalah mereka berdua saat ini.
To : shillavin
Oke..
Agni tersenyum tipis, pandangan matanya mengitari seluruh area kamar, dan agni baru sadar, terlalu banyak hal yang mengingatkannya terhadap sosok cakka.
***
Duduk di atas ambang jendelanya sambil membawa gitar, iel mencoba merenungi semua yang akhir-akhir ini terjadi dalam hidupnya. Di mulai dari permintaan via untuk tidak over padanya sampai kini dia dan via yang benar-benar menjauh.
Tidak mudah untuk iel, harus terus-terusan berpura-pura untuk tidak mempedulikan via. Dia kangen menghabiskan waktu berdua dengan gadisnya itu. Tapi iel hanya ingin sedikit saja, membuat via sadar dan paham akan sikapnya selama ini, dan kalo boleh iel berharap lebih, iel ingin via merindukan semua perlakuan iel padanya
Namun sepertinya, jawaban yang iel dapatkan tampak berbeda dengan yang ia bayangkan selama ini. Masih teringat jelas di pikirannya, saat kemarin ia memergoki via dan cakka berdua. Entah untuk apa, tapi via tampak sibuk memaksa cakka untuk berpose. Sedangkal itukah perasaan via untuknya ? secepat itukah semua berubah dan menghilang ?
Iel tampak malas bila memikirkan sms dari shilla yang tadi ia baca. Ia yakin, sms itu pasti juga di kirimkan ke teman-temannya yang lain. Dan tentunya, via dan cakka juga akan datang ke acara itu. Apa yang harus iel lakukan bila ia melihat via dan cakka berdua nanti ? selesaikah semua ceritanya dengan via sampai disini ? di renggut oleh sahabatnya sendiri.
Seandainya iel mengenal cakka sebagai pribadi yang bertanggung jawab terhadap perempuan, mungkin ia akan bisa memaksa hatinya untuk merelakan via. Tapi melihat kondisi agni yang sekuat itu saja, takluk di tangan cakka, lalu bagaimana dengan via ? Demi apapun, iel tidak akan bisa melihat via tersakiti.
Salahkah aku
Mencintaimu
Memilikimu
Menyayangimu
Dengan penuh emosional, iel mulai menggenjreng gitarnya. Ingin meluapkan semua yang ia rasa melalui lagu, melalui nada-nada yang ia mainkan dengan hati.

Jangan paksakan kita untuk
Slalu bersama
Jangan paksakan kita untuk
Slalu mencinta
Salahkah aku
Mencintaimu
Memilikimu
Menyayangimu
Wajah cantik beserta senyum manis via tergambar indah di depan matanya. Sudah lama, ia tidak menikmati anugrah Tuhan itu secara langsung.
Bila kita harus berpisah, sudah
Biarkan ini semua berakhir, sudah
Cinta memang tak harus milikki
Suara iel, layaknya seorang yang sedang mengadu, menanyakan tentang cintanya, yang berawal indah, tapi saat ini, layaknya kapal yang mulai karam.
***
Sejujurnya ia bukanlah model cowok melankolis, tapi malam ini cakka merasa lelah dengan semuanya. Setitik demi setitik masalah itu terasa menumpuk dan mengepungnya. Ia tahu, ia yang salah, tidak menyelesaikannya dari awal, dan malah terus menghindar.
Bukan cakka ingin berlari apalagi menjadi seorang pengecut. Ia hanya tidak mengerti, langkah apa yang harus ia ambil untuk menuntaskan masalahnya kali ini. Dia tidak suka bila harus di paksa di pikir terlalu serius, tapi ia pun sadar, masalah ini butuh tindakkan cepat darinya.
Bohong bila ia bilang, ia tidak merindukan agni. Gadis itu pernah menemani hari-harinya sekian lama. Tapi cakka juga tidak ingin munafik, bahwa rasa bosan akan hubungan yang terlalu lurus serta sikap agni yang terlalu pasrah, telah mempengaruhi hampir seluruh perasaan sayangnya.
Cakka memejamkan matanya sejenak. Ia ingin tahu, apakah rasa sayang itu masih ada di dalam relung hatinya, bersembunyi di antara rasa bosan yang mendominasinya.
“Gue sayang sama lo, dan sayang ini beda, enggak kaya penggemar-penggemar lo. Gue sayang sama lo, karena gue sayang sama lo, sesimpel itu, enggak perlu beribu alasan, cukup gue bilang, gue sayang sama lo”
Suara agni terdengar jelas terngiang-ngiang di telinganya, ketika itu cakka menanyakan pada agni, apa alasan agni mau menerima dirinya dan perasaannya.
“Sayang sama lo memang berat kka, tapi gue enggak akan berhenti, karena gue enggak suka menyerah..”
Bahkan ketika agni mengetahui penyakit playboy cakka mulai kambuh, ia tetap mencoba tegar menerima semuanya.
“Kka, gue kangen main basket sama lo..”
Cakka menutup mukanya dengan kedua tangannya. Kata-kata agni yang terus berputar di telinganya, membuatnya merasa bersalah. Dia teringat, sms shilla yang beberapa saat lalu ia terima, ia merasa saat itu, ia tidak lagi boleh berlari. Ia harus menghadapinya, membuang semua keegoisannya dan alasannya yang terlalu kekanak-kanakan, dia harus memperbaiki semuanya, sebelum semuanya terlambat.
***
“Braak !” rio membanting pintu kamarnya. Tidak habis pikir dengan jalan pikiran orang tuanya, yang setiap hari tambah bersemangat membahas hubungannya dengan dea. Rio tahu, salahnya tidak memperkenalkan ify dari awal. Seandainya dulu ia mengenalkan ify sebagai orang yang ia cintai, pasti semuanya tidak akan pernah serumit ini.
“Halo shil..”
“Eh kemana aja lo ? gue telponin juga dari tadi”
“Tadi gue di ruang tv, hp di kamar. Kenapa ?”
“Lusa, cafe athvilan jam tujuh, dateng ya”
“Ada apaan ?”
“Udah dateng ajalah pokoknya, awas aja lo sampai enggak dateng”
“Oh, oke..”
“Eh iya yo..”
“Apaan lagi ?”
“Lo smsin ify dong, gue takut mau sms dia”
“Sama aja shil, kan gue udah bilang dia enggak mau ketemu gue”
“Tapi gue takut dia msaih marah sama gue”
“Enggaklah, masa selama itu sih. Kalo sama gue sih wajar, kalo sama lo, gue rasa ify bisa ngerti”
“Iya deh, bye rio..”
“Hmm..”
Klik.
Rio melempar hpnya begitu saja ke atas kasurnya, begitupun badannya. Dia berharap ify akan datang lusa dan mereka dapat berbicara satu sama lain.
***
Sambil menimang-nimang hpnya di atas telapak tangannya. Shilla mencoba memantapkan hatinya untuk mengirim sms pada ify, seperti yang telah ia lakukan kepada semua temannya yang lain. Bukannya apa-apa, shilla cuma takut, karena dia yang mengirim sms, ify tidak akan repot-repot membacanya dan malah akan langsung menghapusnya begitu saja.
“Ayo dong shil, enggak akan juga ify sampai kaya gitu, lo cuma tinggal ngirim sms doang” gumam shilla pada dirinya sendiri. Setelah merasa yakin dan berusaha positif think, shilla langsung mengirimkan sms untuk ify.
“Ini mana sih alvin, di sms enggak di bales, di telpon enggak di angkat, tumben banget kalo jam segini dia udah tidur” shilla menatap layar hpnya yang sepi tanpa sms dari alvin seperti biasanya. Padahal tadi sore, alvin sendiri yang memberitahunya tentang rencana untuk mempertemukan teman-teman mereka.
Lelah menunggu tanpa hasil, shilla memutuskan untuk tidur, lagipula matanya sudah terasa berat dan tidak bisa di ajak kompromi.
***
Ify membaca sms yang baru masuk ke hpnya berkali-kali. Sesungguhnya ia merasa ragu untuk datang, tapi ia tahu, bersembunyi terus-terusan tidak akan membuatnya merasa lebih baik. Lagipula menenangkan diri bersama buku-buku dan kumpulan musik klasiknya, cukup membuat ify merasa tenang.
Meski masih terlihat terlalu dini, tapi ify merasa ia sudah menemukan keputusan apa yang akan ia ambil. Sudah ada rencana yang tersusun dalam angannya. Dan saat ini, ify hanya tinggal menyiapkan batin dan mentalnya. Ia harus siap menerima segala konsekuensi dari semua ini.
Banyak waktu ia habiskan untuk intropeksi diri. Ify sadar, apa yang telah rio berikan untuknya, tidak sebanding dengan apa yang telah ia berikan untuk rio. Ia mengambil kertas kecil yang ada di meja samping tempat tidurnya, ada sederet nomer yang berhasil ify dapatkan melalui bantuan via kemarin.
To : dea
De, besok bisa kan ketemuan ?
kafe tulip jam 5, thx.
Ify.
***
Dalam keheningan yang mencekam, dan rasa sakit yang terasa menusuk di bagian perutnya. Alvin meringkuk di lantai kamar mandinya. Matanya masih terasa berkunang-kunang, alvin menggigit bagian bawah bibirnya mencoba menahan rasa sakit yang kian menjadi-jadi.
Tangannya berusaha menggapai pinggiran wastafel untuk ia jadikan tumpuan. Alvin berusaha untuk bangkit. Belum pernah ia merasa seperti ini sebelumnya. Mau teriak sekuat apapun, tidak akan ada yang bisa mendengarnya.
“Argh...hh..” alvin meremas perutnya, kondisinya benar-benar payah saat ini. Alvin menggeser tubuhnya, mendekat ke arah dinding untuk kemudian bersandar. Tangannya yang sebelah terkepal kuat mencoba menahan rasa yang terus menyiksa dirinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar