Entah sudah sejak berapa menit yang lalu rio berdiri disini, di depan apartemen alvin. Berkali-kali sudah juga, rio menekan bel, tapi alvin masih belum juga membukakan pintu untuknya. Kalau tidak karena paksaan shilla, rio juga tidak berniat untuk menghampiri alvin. Tidak betah bila harus menunggu lagi, rio memutuskan untuk beranjak pergi.
“Klek” rio menoleh, terlihat alvin tersenyum tipis ke arahnya.
“Masuk yo..” ujar alvin menawarkan. Rio memperhatikan alvin dari atas sampai bawah, sahabatnya itu terlihat pucat.
“Lo sakit ya ? hp lo kenapa enggak aktif ? bikin shilla jadi parno aja, hari ini dia pergi sama orang tuanya, jadi deh dia maksa gue buat nyari tahu keadaan lo !” oceh rio kesal.
“Enggak enak badan aja, hp gue lowbatt lagi di charge” jawab alvin terdengar lemah.
Rio terlihat masih ingin menumpahkan emosinya terhadap alvin, pelampiasan karena shilla merusak sabtu paginya.
“Udah ayo masuk dulu..” sela alvin sebelum rio sempat bicara lebih lanjut lagi. Rio langsung ngekorin alvin ke dalam.
“Vin, gue ke kamar mandi ya..”
“Ya..” ucap alvin yang sedang ada di dapur, bermaksud mengambilkan minum untuk rio. Alvin menyandarkan tubuhnya ke dinding, ketika rasa sakit itu kembali menyerang perutnya. Sudah semalaman, ia menahan sakit yang luar biasa hebat. Baru tadi subuh, alvin berhasil mengumpulkan energinya untuk sekedar berjalan tertatih-tatih kembali ke kamarnya.
“Vin, kok di tempat sampah kamar mandi lo ada tisu yang ada darahnya sih !” teriak rio sambil berjalan ke arahnya. Tanpa pikir panjang, alvin langsung mengambil handsaplast dari kotak obat yang ada di dalam lemari atas dapur, dan membalutkannya di ujung jari telunjuknya.
“Hah, apaan ?” tanya alvin pura-pura tidak mendengar, saat rio menyusulnya ke dapur.
“Itu, kok di tempat sampah lo ada tisu yang ada darahnya ?” ulang rio lagi.
“Oh, ini nih, semalem gue masak mie gitu, terus pas lagi motong daun bawang, jari gue ke iris” ujar alvin beralasan sambil mengacungkan jari telunjuknya di depan muka rio. Rio hanya mengangguk-angguk saja, meski ia merasa ada yang janggal.
‘masak di dapur, kenapa tisunya ada di tempat sampah kamar mandi ?’ tanya rio dalam hatinya.
“Kenapa lo bengong ? nih minum lo..” alvin menyodorkan sekaleng soft drink dingin dari dalam kulkasnya, saat mengambil minuman tersebut, tangan rio tidak sengaja menyentuh tangan alvin.
“Kok badan lo panas ?”
“Enggak kok” sangkal alvin, rio yang merasa tidak puas dengan jawaban alvin, mendaratkan telapak tangannya di atas kening alvin.
“Apaan sih yo !” tampik alvin berusaha menghindar.
“Lo demam vin...”
“Gue enggak apa-apa kok” rio tidak menggubris alvin, ia mengeluarkan hp dari saku celananya.
“Mau ngapain lo ?”
“Nelpon shilla..” jawab rio enteng.
“Jangan ! please jangan telpon shilla” alvin langsung merebut hp milik rio.
“Balikin hp gue”
“Tapi jangan telpon shilla”
“Kenapa ?” tanya rio heran.
“Gue enggak mau aja dia khawatir..”
“Iya-iya, udah sini balikin” sambil tersenyum jahil, alvin mengembalikan hp rio. Lalu mereka berdua, pergi keruang tv, dan asik mengobrol santai. Rio berusaha mengorek informasi dari alvin tentang apa yang ingin dia lakukan di kafe besok, sementara alvin milih buat ngacangin rio dengan menonton tv.
***
Cakka menatap pintu putih yang ada di depannya dengan ragu-ragu. Dia berusaha memantapkan hatinya dan meyakini keputusannya.
“Tok..tok..tok...”
“Eh, cakka..” seorang wanita paruh baya yang cakka kenal sebagai mamanya agni, tersenyum saat melihatnya di depan pintu.
“Siang tante..” dengan sopan, cakka mencium tangan mamanya agni.
“Siang. Nyari agni ya ? agninya lagi enggak ada tuh di rumah”
“Kemana ya tan ?” tanya cakka sedikit kecewa.
“Nanti juga agni cerita sama kamu..” meski sedikit bingung dengan jawaban mamanya agni, cakka tetap memperlihatkan senyumannya.
“Oh ya udah, kalo gitu cakka pamit aja deh tante”
“Lho, enggak mau masuk dulu nih ? udah lama banget kamu enggak kesini” walau mamanya agni mengatakan kalimat akhir dengan nada biasa, entah kenapa cakka merasa itu seperti kalimat sindiran untuknya.
“Enggak usah tante, makasih, cakka masih ada urusan” tolak cakka halus.
“Iya, agni juga sering cerita kalo akhir-akhir ini kamu sibuk, jadi jarang main ke rumah, agni bilang, kalian lebih sering ngabisin waktu di lapangan basket” cakka tambah merasa tidak enak, agni sampai berbohong hanya untuk menutupi hubungan mereka yang sudah kacau balau seperti sekarang ini.
“Ehm..iya tante. Ya udah tan, cakka pamit..” mamanya agni hanya tersenyum sambil mengangguk, cakka langsung kembali ke atas motornya, tersenyum lagi ke arah mamanya agni yang masih berdiri di depan rumah sebelum memakai helmnya, dan kemudian langsung melesat. Segumpal kata maaf yang sudah bersarang mendesak keluar di tenggorokannya, terpaksa tertelan kembali.
***
Dari dalam mobil, via memperhatikan iel yang nampak sedang asik menyuci mobilnya. Dulu via suka membantu iel mencuci mobil yang akan diakhiri dengan acara semprot-semprotan air oleh mereka berdua.
Via melihat iel lekat-lekat, dan rasa rindu yang semakin hari semakin menumpuk membuat via ingin menghampiri iel, berdiri di dekatnya, menatap senyumnya yang selalu menenangkan hati, merasakan tatapan matanya yang penuh cinta.
Dengan ujung-ujung tangannya, via meraba bandul kalung yang berbentuk cincin tersebut. Hadiah ulang tahun ke 17nya dari iel kemarin. Di cincin itu terukir namanya dan nama iel, khusus di pesan iel hanya untuk dirinya seorang.
“kita memang masih muda vi, masih panjang jalan kita ke depan, tapi bukan berarti kita enggak boleh berharap dari sekarang kan ? aku pengen suatu hari nanti, akan datang hari bahagia itu, dimana aku akan mengikat kamu dengan cincin ini. sebelum hari itu terjadi, biarkan cincin ini melingkar sebagai kalung di leher kamu dulu...”
Kata-kata iel saat itu, terputar ulang di telinga via. Penyesalan yang merasukinya, tidak akan berguna apapun, dan via telah berjanji, ia tidak akan menyerah begitu saja untuk memperbaiki hubungannya dengan iel, ia tidak akan melepaskan iel semudah ini, ia akan mempertahankan iel, hingga nafasnya yang terakhir sekalipun.
***
Suasana canggung begitu kentara di antara mereka berdua. Padahal sudah ada bermenit-menit yang lalu mereka duduk berhadap-hadapan seperti ini. Dea dan ify sama-sama lebih memilih untuk menikmati makanan yang mereka pesan masing-masing.
“Ehm..jujur gue masih kaget waktu dapet sms lo” dea mencoba membuka pembicaraan.
“Kenapa ?”
“Karena gue tahu, mungkin gue orang yang kehadirannya paling enggak lo harepin, terutama di antara lo sama rio” jawab dea sambil tersenyum, ify juga tersenyum. Ify menatap dea sejenak, kemudian ia menghela napasnya, ify tahu ia harus mulai fokus terhadap rencana yang telah ia pikirkan kemarin.
“Gue sayang sama rio..” dea mengangguk sambil tersenyum.
“Dan untuk pertama kalinya gue sadar, kalo gue enggak mau kehilangan dia...” ify menatap dea lagi, ekspresi gadis itu tetap sama, tersenyum dan menyimak kata-katanya dengan baik.
“Gue kenal dia dari shilla, saat pertama kali gue ketemu dia, gue enggak langsung tertarik sama dia. Tapi seiring berjalannya waktu, kita mulai suka ngabisin waktu berdua. Dia suka nemenin gue belajar, bahkan dia enggak keberatan kalo gue ajak ngabisin waktu di perpustakaan, saat itu gue mulai tertarik sama dia..” ify jeda sebentar, ia menyeruput lemon teanya.
“Sampai akhirnya, pengumuman beasiswa gue keluar, dan rio jadi orang pertama yang gue kasih tahu, gue masih inget, setelah dengar itu, rio nyatain perasaannya ke gue, dia bilang dia sayang ke gue, dan gue jujur, gue juga bilang sayang sama dia, tapi gue enggak nerima dia buat jadi cowok gue, untuk sebuah alasan egois, gue enggak mau konsentrasi beasiswa gue keganggu sama dia..” sambung ify lagi.
“Dia menerima itu apa adanya, waktu nganterin gue ke bandara, dia meluk gue dengan erat, dan gue bisa ngerasain gerak-gerik tubuhnya yang kaya mau nahan gue, saat itu dia bisikin gue ‘gue akan selalu nunggu lo alyssa’ dan gue cuma bisa bales itu pake senyuman, karena saat itu di otak gue, gue sibuk mikirin tentang amrik dan sekolah baru gue. Jahat kan gue ?”
“Itu bukan jahat namanya, lo cuma terlalu excited saat itu..hehe...” komen dea, ify tersenyum mendengarnya.
“Selama gue di amrik, rio enggak pernah absen ngirimin gue surat. Bahkan pertama kali gue terima surat dari dia, ada kali tiga sampai empat lembar, dan lo tahu de ? gue selalu ngebalas itu cuma selembar, itupun gue selalu sibuk cerita dengan semua kegiatan gue, tentang gue, hidup gue, enggak pernah sekalipun tentang dia..”
“Kemarin saat gue tahu kalo lo calon tunangannya dia, jujur gue kecewa, gue marah, gue ngerasa di bohongin selama ini. Tapi saat gue sendiri dan ngerenungin semuanya, gue baru sadar kalo, selama ini gue yang nyia-nyiain dia, gue yang ngebiarin dia pergi perlahan demi perlahan dari hidup gue, gue yang enggak pernah peka sama perasaannya dia ke gue, gue yang terlalu mentingin apa yang gue suka di banding sama semua hal tentang kita berdua”
“Masih ada kesempatan buat balik sama rio fy, gue emang enggak bisa bantu apa-apa, tapi gue bisa ngomong sama orang tua gue dan rio, kalo pertunangan ini enggak bisa dilaksanain..” ify menggeleng sambil tersenyum.
“Kenapa fy ?” tanya dea bingung.
“Cita-cita gue de..”
“Gue tahu fy lo sayang sama rio, enggak mungkin juga gue jalanin hubungan sama orang yang hatinya bukan buat gue dan lebih enggak mungkin lagi gue ngebangun sebuah hubungan di atas runtuhan hubungan orang lain. Gue cewek dan begitupun elo, gue enggak mau nyakitin lo..”
“Lo baik de, dan rio lebih berhak dapetin elo” dea memandang ify heran.
“Saat lo mencintai seseorang, sesakit dan seterjal apapun jalan yang harus lo laluin, harus lo tempuh, karena ketika menyerah di tengah jalan dan suatu saat nanti kita ketemu sama penyesalan, semuanya enggak akan bisa di tarik lagi fy..”
“Dan sayangnya gue udah ketemu sama penyesalan itu de..”
***
Malam yang cukup cerah dengan berjuta bintang yang bertebaran di angkasa, seolah ingin ikut menyemarakkan acara malam ini. Via adalah orang yang pertama datang, ia duduk di tempat yang telah di reservasi oleh alvin dan shilla. Sambil memainkan sedotan dari gelasnya, via berusaha mengatur degup jantungnya, menyiapkan semua yang nanti rencananya ingin ia sampaikan kepada iel.Tidak begitu lama kemudian, tampak agni datang menghampirinya.
“Hai vi, masih sendiri nih ?” sapa agni sambil duduk di samping via.
“Iya nih, padahal gue kira si shilla sama alvin bakal dateng duluan”
“Oh iyaya, mereka kan yang ngundang ? mana nih..” agni nengok ke kanan kirinya, mencoba mencari keberadaan shilla dan agni.
“Eng....” kata-kata via terpotong, dari kejauhan ia melihat iel sedang berjalan ke arah meja mereka. Agni yang menyadari itu, menepuk-nepuk pundak via.
“Hai yel..” sapa agni.
“Hai ag..”
“Kok via enggak ?” via yang semenjak tadi menunduk memberanikan diri untuk mengangkat wajahnya, ia mencoba tersenyum pada iel, tapi bukannya membalas senyumnya, iel malah lebih memilih menyembunyikan wajahnya di balik buku menu.
“Hai semua..” ujar ify yang baru datang.
“Hai fy..” jawab agni dan via kompak. Sementara iel hanya tersenyum ke arah ify, tapi cukup untuk membuat hati via terasa pedih mengingat sikap dingin iel padanya beberapa menit yang lalu.
“Oh udah pada dateng nih..” kata rio yang datang bersama cakka. Cakka mencoba menatap agni, agni tersenyum tipis, dan tanpa memberikan kesempatan pada cakka untuk membalas senyumnya, agni langsung mengalihkan pandangannya.
“Lho, shilla sama alvinnya mana ?” tanya cakka berusaha santai.
“Enggak tahu..” jawab via, sementara ify menggeleng, rio mengangkat bahu dan agni serta iel memilih diam tanpa suara atau gerakan apapun.
Dari tempatnya shilla tersenyum puas melihat ke enam sahabatnya telah berkumpul sesuai dengan apa yang ia perintahkan. Kini tinggal melaksanakan acara selanjutnya, dan shilla cukup dibuat sabar oleh alvin yang sejak tadi pamit ke kamar mandi tapi hingga sekarang tidak juga kembali.
“Gue susulin juga nih ke dalam kamar mandi” gerutu shilla sambil mengecek jam tangannya.
“Mau nyusulin siapa ?” bisik alvin yang ternyata telah berdiri di belakangnya.
“Ya kamulah, lama banget sih !”
“Maaf ya..” ujar alvi tulus sambil memberikan tatapan mautnya.
“Maaf diterima. Lihat deh vin, mereka udah kumpul..” tunjuk shilla ke arah teman-temannya.
“Kamu seneng kan lihatnya ?” shilla mengangguk sambil tersenyum.
“Makasih ya..”
“Buat apa shil ?”
“Udah rencanain ini semua”
“Kan aku juga seneng kalo kita kumpul lagi”
“Ya udah ayo, show time..” shilla mau beranjak pergi dari tempatnya, tepat saat tangan alvin menahannya.
“I love you..” ujar alvin sambil mengecup kening shilla, membuat shilla kaget sekaligus senang. Alvin langsung menarik tangan shilla menuju panggung.
“Eh itu shilla sama alvin bukan sih ?” tanya ify yang sejak tadi memang matanya jalan-jalan kemana-mana. Yang lain juga langsung mengarahkan matanya ke arah panggung sama seperti ify.
“Iya itu mereka” jawab agni yang di setujui anggukan oleh yang lainnya.
Shilla memegang mike dan berdiri di tengah panggung, sementara alvin bersiap memainkan piano. Sambil tersenyum, shilla menatap lurus ke arah teman-temannya.
“Malem semuanya..persahabatan memang indah, tapi untuk mencapai keindahan itu kadang kita perlu terjatuh beberapa kali, dan sahabat sejati tidak akan pernah membiarkan kita sendiri, sahabat sejati akan selalu ada berdiri bersama-sama kita untuk membangun persahabatan yang abadi. Lagu ini dari kami berdua, untuk rio, ify, agni, cakka, iel dan via, senang bisa menemukan kalian sebagai sahabat sejati...” shilla memejamkan matanya sejenak untuk menghayati lagu yang akan ia bawakan, tepat saat intro musik dari piano alvin mengalir, shilla membuka matanya, memandang ke arah sahabat-sahabatnya.
And I never thought I'd feel this way
And as far as I'm concerned
I'm glad I got the chance to say
That I do believe I love you
And as far as I'm concerned
I'm glad I got the chance to say
That I do believe I love you
Sahabat-sahabatnya diam mendengarkan nyanyian shilla yang terasa tulus dari hati, begitupun dengan permainan piano alvin yang memukau.
And if I should ever go away
Well then close your eyes and try
To feel the way we do today
And then if you can remember ...
Keep smiling, keep shining
Knowing you can always count on me, for sure
That's what friends are for
For good times and bad times
I'll be on your side forever more
That's what friends are for
And if I should ever go away
Well then close your eyes and try
To feel the way we do today
And then if you can remember ...
Keep smiling, keep shining
Knowing you can always count on me, for sure
That's what friends are for
For good times and bad times
I'll be on your side forever more
That's what friends are for
Shilla tersenyum ke arah sahabat-sahabatnya, ia begitu menghayati lagu ini, dan berharap sahabat-sahabatnya juga dapat merasakan dan menangkap arti di balik lagu ini.
Well you came and opened me
And now there's so much more I see
And so by the way I thank you
And then for the times when we're apart
Well then close your eyes and know
These words are coming from my heart
And then if you can remember ...
Well you came and opened me
And now there's so much more I see
And so by the way I thank you
And then for the times when we're apart
Well then close your eyes and know
These words are coming from my heart
And then if you can remember ...
Ify, via dan agni saling berpegangan tangan, dan mulai ikut bernyanyi bersama. Mereka bahkan tidak segan-segan untuk berdiri dan jadi tontonan pengunjung lain di sekitar mereka. Sementara rio, iel dan cakka meski tetap memasang tampang cool ala mereka masing-masing, diam-diam ikut bernyanyi dalam hati.
Keep smiling, keep shining
Knowing you can always count on me, for sure
That's what friends are for
In good times and bad times
I'll be on your side forever more
That's what friends are for
Keep smiling, keep shining
Knowing you can always count on me, for sure
That's what friends are for
In good times and bad times
I'll be on your side forever more
That's what friends are for
Alvin dan shilla merasa puas melihat respon dari sahabat-sahabat mereka, setidaknya untuk beberapa menit ini, mereka bisa merengkuh kembali momen-momen yang telah menghilang di telan waktu dan ego masing-masing.
Keep smiling, keep shining
Knowing you can always count on me, for sure
That's what friends are for
For good times and bad times
I'll be on your side forever more
That's what friends are for
Keep smiling, keep shining
Knowing you can always count on me, for sure
That's what friends are for
For good times and bad times
I'll be on your side forever more
That's what friends are for
Alvin mencoba terus berkonsentrasi pada permainan pianonya, dan sialnya rasa sakit itu datang lagi, meski keringat dingin mulai membasahi tubuhnya, alvin terus berusaha untuk menyelesaikan lagu ini, tinggal satu bagian lagi.
Telinganya yang peka pada musik, membuat shilla sadar bahwa tempo permainan alvin perlahan menurun. Tapi shilla yang memang sering bernyanyi bersama alvin, mencoba tetap enjoy dan mengikuti permainan alvin.
Keep smiling, keep shining
Knowing you can always count on me, for sure
That's what friends are for
For good times and bad times
I'll be on your side forever more
That's what friends are for
(*Thats what friends are for*)
Keep smiling, keep shining
Knowing you can always count on me, for sure
That's what friends are for
For good times and bad times
I'll be on your side forever more
That's what friends are for
(*Thats what friends are for*)
Selesai memainkan pianonnya, alvin berdiri dan berjalan menghampiri shilla yang letaknya bahkan bisa di tempuh hanya dengan dua atau tiga langkah kakinya saja, tapi langkah alvin jadi sedikit terseok-seok karena harus menahan rasa sakitnya.
Sedikit terkejut ketika shilla meraih tangan alvin, karena tangan itu terasa begitu dingin, shilla menatap alvin, dan alvin yang tahu arti tatapan shilla hanya tersenyum sambil menggeleng sambil memberi kode agar shilla segera menyampaikan kata penutup.
“Itu tadi persembahan dari kami, semoga bisa dinikmati, terutama untuk semua sahabat-sahabat kami..” ujar shilla yang di lanjutkan dengan memberikan hormat sambil membungkuk ke arah penonton.
“Prok..prok...prok...” tepuk tangan meriah menyambut mereka, karena pertunjukan kecil yang mereka lakukan tadi memang cukup memukau bagi semua pengunjung. Alvin mengangkat kepalanya yang tiba-tiba terasa berat, ia menatap orang-orang yang ada di depannya, semua terasa berputar dan berbayang, perlahan suara tepukan tangan yang ramai itu serasa menghilang.
“ALVIN !” tiba-tiba semua menjadi gelap dan diam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar