Sabtu, 02 April 2011

Fearless of Love Part 7

Oik berusaha melepaskan tangannya, tapi Obiet menggenggam tangannya dengan sangat kencang, dan setibanya mereka di taman, obiet langsung dudukin oik di bangku taman.
"Gue mau minta maaf ik.." kata obiet yang berdiri di depan oik sambil terus megang tangan oik, takut-takut oiknya kabur.
Oik cuma diam aja, dia bahkan enggak mau menatap obiet.
"Gue enggak ngerti lo kenapa bisa sampai marah sama gue. Gue enggak pintar kalo masalah cewek sama hati kaya gini.."obiet melanjutkan kata-katanya berusaha pd walaupun hatinya ketar-ketir enggak jelas.
"Mungkin gue salah, muji-muji keke di depan lo, tapi niat gue emang beneran cuma muji doang ik, enggak pake hati"
"Bukan urusan gue" akhirnya oik bersuara setelah sekian lama hening, tapi ia masih terus menunduk tanpa mau memandang obiet.
"Iya tapi kalo ujungnya lo jadi diem sama gue, harus ada yang di lurusin ik" kata obiet lagi.
"Tentang apaan sih biet, lo kalo mau ngomong, ngomong aja enggak usah muter-muter, gue pengen ke kelas" oik ingin beranjak dari duduknya, tapi obiet kembali menahannya.
"Lo nyiksa hati gue ik, puasa ngomong lo sama gue, bikin gue kangen sama cerewetnya lo. Gue pengen lo ngobrol lagi sama gue, sebanyak apapun bakal gue dengerin, lo mau ngomong yang jelek-jelek tentang gue juga enggak apa-apa, yang penting lo ngomong" oik tercengang mendengar kata-kata obiet barusan, cowok yang biasanya kalem ini, tiba-tiba ngomong sepanjang tadi.
"Bukannya lo lebih suka cewek yang diem kaya keke ?" tanya oik yang mulai menatap obiet.
"Gue suka temenan sama siapapun selama dia nyambung sama gue, tapi bukan berarti gue sayang terus pengen keke jadi cewek gue ik. Gue pengen lo yang jadi cewek gue, ngelengkapin gue yang pendiem dengan semua celotehan lo.." obiet mulai menguasai hatinya, dia udah ngeluarin apa yang pengen dia keluarin.
Oik yang masih bingung sekaligus seneng denger kata-kata obiet barusan, cuma menatap obiet tanpa bisa berkata-kata.
"Gimana ik ? Gue terima lo jawab apa aja, kalo lo mau, ya gue seneng, kalo enggak ya kita tetep teman, enggak ada yang berubah.." obiet berusaha santai menanti jawaban oik.
"Kenapa lo lebih milih gue, bukan keke atau cewek lain ?" tanya oik penasaran.
"Kan udah gue bilang tadi, gue nyaman sama siapapun, tapi sama lo gue udah ngabisin hampir seumur hidup gue sampai detik ini, gue tahu lo, lo tahu gue. Lagian definisi cinta menurut gue, adalah dua orang berbeda yang saling melengkapi satu sama lain ik" jelas obiet panjang lebar.
"Gue butuh alasan spesifik biet buat nerima lo ?" tanya oik lagi yang sebenernya udah mantepin hatinya, cuma lagi pengen ngerjain obiet dikit aja, jarang-jarang juga denger obiet ngomong panjang lebar gini.
"Enggak ada alasan lain ik, gue pengen lo jadi cewek gue, karena gue cinta sama lo, sesimple itu ik, cinta itu abstrak tapi rasanya dalam. Gue enggak akan ngumbar alasan atau janji buat lo, gue bukan tipe cowok kaya gitu. Yang gue tahu cuma lo cewek pertama yang gue minta buat jadi cewek gue karena gue cinta sama lo, jadi ?" jantung dan seluruh aliran darah di tubuh obiet mulai bereaksi enggak keruan, obiet takut kehabisan kata-kata untuk ngeyakinin cewek imut di depannya ini.
"Tapi lo enggak pernah nunjukin tanda-tanda apapun sama gue biet, lo memperlakukan gue sama kaya lo memperlakukan via, agni atau shila ?"
"Karena gue enggak ekpresif ik, gue enggak bisa kaya gitu, gue takut, lo selalu rame sama kata-kata lo, lo selalu semangat dan atraktif beda sama gue. Tapi bukan berarti gue enggak ada usaha, nganter jemput lo, dengerin curhatan lo, berusaha bikin lo nyaman dengan adanya gue, itu cara gue buat nunjukin rasa sayang itu, dan gue minta maaf kalo lo jadi enggak ngerasa"
"Yaa, oke aku mau jadi cewek kamu" kata oik, lalu berdiri dan mengecup singkat pipi obiet.
"Plok..plok..plok..ciee..suit..suit.." obiet yang masih kaget sekaligus seneng dan oik yang lagi blushing, beneran di bikin salah tingkah oleh kehadiran iel, alvin, cakka, riko, shila dan via dari belakang semak-semak dengan heboh tentu saja.
"Buset dah, gue geregetan sendiri nunggu jawaban oik" kata agni.
"Tahu nih si oik, udah suka aja, pake nanya macem-macem dulu" kata iel menimpali.
"Haha biarin, lagian jarang dengerin obiet ngomong panjang-panjang kaya tadi, kan biasanya gue yang ngomong panjang gitu" kata oik tanpa melepaskan genggaman tangannya dari obiet.
"Untung aja guenya bisa jawab, udah pusing tuh tadi gue, mikirin jawabannya" sahut obiet lagi sambil melirik oik.
"Tapi lo sih lancar biet, enggak kaya cowok gue" kata shila sambil melihat riko.
"Emang kenapa shil ?" tanya via heran.
"Iya, riko jadi kena serangan gagap waktu nembak gue, padahal biasanya juga heboh kalo lagi mimpin rapat" jawab shila yang membuat riko malu setengah mati, untung yang bilang ceweknya sendiri.
"Yee, gue kan waktu itu belum siap, enggak ada latihan juga" kata riko membela diri.
"Lo kira gue latihan tadi, gue juga enggak tahu kenapa tadi ngomongnya lancar.." kata obiet kemudian.
"Oke dah, jadi kapan nih kita-kita di traktir, masa iya lo berempat jadian enggak bagi-bagi rejeki.." cakka menyahut asal.
"Iya..iya, traktir dong udah lama juga enggak jalan bareng" sambung agni.
"Ciee agni, belain cakka.." kata iel iseng.
"Apaan sih, kalo lo enggak mau di traktir ya udah, gue sama cakka aja.."kata agni lagi.
"Okelah gue sih ngalah, kalo emang lo mau ngedate.."iel terus-terusan godain agni.
"Haha, kalo emang lo mau, nanti kita jalan deh ni, gue traktir berdua aja tapi.." kata cakka lagi.
"Wah, kayanya ada yang mulai beraksi nih.."goda riko.
"Gue sih mau aja kalo di traktir, rejeki pamali kalo di tolak.." jawab agni cuek.
"Yee, itu sih emang mau loo.." seru yang lain kompakan.
"Kantin aja yok, bentar lagi juga istirahat.." kata alvin tiba-tiba.
"Iya..iya, gue laper.."jawab cakka semangat. Mereka pun berjalan bersama menuju kantin. Tapi saat melewati lapangan futsal.
"Eh, pada duluan aja.." kata alvin singkat sambil menuju lapangan futsal.
"Gimana sih tu anak, tadi dia yang ngajak, sekarang dia malah ngeloyor ke lapangan" kata riko heran.
"Ya udahlah, emang susah lepasin alvin dari futsal" kata obiet bijak, dan mereka pun meneruskan perjalanan mereka ke kantin.
alvin merasa melihat seseorang di lapangan futsal, dan ternyata matanya enggak salah.
"Ngapain lo disini, masih jam pelajaran juga ?"
"Kakak sendiri ?"
"Gue lagi jam kosong.."
"Ya sama berarti kita.."
"Lo kemarin kemana aja ? mangkir dari latihan"
"Maaf kak, kemarin aren sakit, enggak masuk beberapa hari. Makanya sekarang kesini, beresin bola sama alat-alat lainnya, maaf ya kak.." seperti biasa selalu ada senyum manis di akhir kata-katanya.
"Ngomongnya pake gue-lo aja dong. Oh, gue kira lo nyerah jadi manajer" kata alvin sambil mengambil sebuah bola dan mulai memainkannya.
"Mulai aja belum kak, masa udah nyerah. Kak, minta no hpnya dong, biar gue bisa ngasih tahu kakak" kata aren sambil menyodorkan hpnya.
alvin pun mengetikkan nonya sambil terus mengolah bola di kakinya.
"Ya kali aja gitu. Kan terakhir kali lo ketemu gue, lo marah.."
'perasaan gue doang atau emang kak alvin lagi enggak gitu cuek ya' batin aren sambil menikmati permainan bola alvin yang emang keren.
"Iya kak, gue mau minta maaf juga buat yang waktu itu. Kemarin juga gue bingung kak di rumah, takut di pecat.."
"Gue enggak pernah mecat manajer kok.."
"Iya deh iya. Kak siniin dong bolanya, mau gue masukin kotak nih, gue mau ke kantin"
Alvin memberikan bola itu kepada aren, entah kenapa dia merasa nyaman ngobrol sama cewek satu ini.
"Ayo bareng.."
"Kemana kak ?"
"Kantinlah.." tanpa di duga-duga alvin menarik tangan aren. Beberapa orang yang melihat pun langsung kasak-kusuk, gimana enggak heboh, alvin yang cuek dan dingin ples susah ditaklukin, malah lagi ngegandeng anak kelas satu.
'duh, untung belum istirahat, bisa mampus gue kalo di labrak sama penggemarnya nih orang' batin aren yang pasrah tangannya di tarik alvin.
"Kak, gue mau kesana.." kata aren sesampainya mereka di kantin, sambil menunjuk ke arah mie ayam.
"Oh ya udah.."
"Lepasin tangan gue kak.."
Alvin yang baru sadar langsung ngelepasin tangan aren dan pergi ninggalin aren gitu aja menuju teman-temannya yang dari tadi udah ngeliatin mereka dengan tatapan bingung.
'kok gue bisa megang tangan tuh cewek ya' alvin bertanya dalam hatinya sendiri.
"Cie..sih alvin, diem-diem demennya ama adek kelas.."ledek cakka heboh.
Alvin yang masih bingung sendiri sama kejadian barusan cuma melempar senyum.
"Jiah, dia malah senyum-senyum.."kata riko kemudian.
"Tumben vin ramah sama cewek ?" tanya shila bingung. Gimana enggak bingung juga, sama shila, via dan oik yang udah temenan dari tk aja enggak pernah ada acara gandeng-gandengan tangan.
"Haha, gue juga enggak tahu shil, reflek.."jawab alvin sambil duduk di samping iel.
"Nah lho, pake ketawa lagi nih anak, wah kayanya ada yang cinlok di lapangan futsal nih ?" kali ini oik yang menimpali.
"Ya ampun lo pada, kayanya surprise banget sih gue kaya gini, biasa aja kali..."jawab alvin sambil memakai ipodnya kembali.
"Ya iyalah vin, lo kan cuek banget, masa iya tiba-tiba lo gandeng cewek ke kantin kita enggak heboh"kata iel menimpali, sambil ngelepas ipod alvin.
"Hmm, enggak tahulah, yang gue tahu senyumnya dia manis. Gue ke kelas aja deh ya, enggak aman disini kayanya.." sahut alvin kemudian sambil beranjak pergi.
"Yee dia ngacir.."timpal agni.
"Eh tadi enggak salah tuh alvin muji cewek ?" tanya via bingung.
"Haha, lagi kesambet kali tuh bocah, nanti juga balik lagi jadi cuek.."jawab iel sambil ngelihat via, yang lansung bikin via salting.
pulang sekolah, lapangan futsal.
"Lo pulang aja gih, muka lo pucet tuh.."
"Enggak ah kak, manajer apaan gue, enggak pernah datang pas latihan.." kata aren sambil menyiapkan minuman buat anak-anak futsal.
"Ye, di kasih tahu juga"
"Perhatian amat kak sama gue ?" aren beneran bingung sama alvin, kadang baik, kadang cuek banget, kadang aneh juga.
"Gue cuma enggak mau di repotin aja kalo lo kenapa-kenapa" jawab alvin cuek, lalu melanjutkan berlatih futsal bersama yang lain.
'tuh kan balik lagi cueknya' kata aren dalam hati.
Aren duduk sambil menyenderkan kepalanya ke tembok, dia baru tahu kalo anak futsal latihan sampai secapek-capeknya, alias enggak ada batas waktu. Apalagi kalo yang dijadiin patokan kaptennya, yang kayanya emang kelebihan energi kalo udah deket-deket bola. Aren melirik jam tangannya sekilas, sudah hampir menunjukkan pukul lima sore, dia udah bisa ngebayangin muka mamahnya yang udah siap-siap marah nunggu di depan rumah. Dan aren, baru tahu kalo angin jam segini itu dingin banget, apalagi di area sekolahnya yang masih banyak pohon.
"Masih lama banget ya latihannya, udah mana dingin, gue enggak bawa jaket. Jam segini biasanya susah nih nyari angkot ke arah rumah, fiuhh.."gerutu aren pada dirinya sendiri.
Aren melirik jaket alvin yang teronggok begitu saja, beberapa meter dari tempatnya duduk.
"Kalo gue pake, marah enggak ya tuh orang, secara susah di tebak gitu..."lagi-lagi aren berbicara pada dirinya sendiri. Karena emang enggak tahan dingin, dan enggak boleh kena dingin, aren pun memutuskan untuk beranjak dan mengambil jaket itu, saat tiba-tiba..
"Vin itu sih aren kenapa ?" tanya lintar pada alvin. Alvin yang enggak ngerti, nengok ke arah pandangan lintar, dan melihat aren tersungkur duduk, cuma karena posisi aren yang membelakangi mereka, mereka jadi enggak ngerti. Alvin dan lintar pun segera menghampiri aren.
"Woi, kenapa lo ?" tanya alvin sambil memegang pundak aren. Dan ia langsung panik ngelihat aren lagi megangin dadanya dan berusaha bernafas pelan-pelan.
"Eh, lo asma ?" lintarlah yang lebih cepat menyadari keadaan aren.
"In..inhal..ler kak.." ucap aren terbata-bata, lintar pun segera mencari inhaler di tas aren, dan alvin lansung mengambil jaketnya dan memakaikannya ke aren sambil membiarkan kepala aren yang terkulai lemah bersandar ke dadanya(haha, ini impian terpendam penulis sebenarnya).
"Lo tuh ya, udah gue bilang tadi, kaya gini beneran nyusahin kan.." kata alvin yang sebenernya panik.
"Udahlah vin, lo orang lagi susah nafas gini, masih aja dimarahin.."ucap lintar yang lagi membantu aren memakai inhaler. Sementar anak-anak lain, yang mulai sadar pun lansung ngerubungin kapten, wakil dan manajer mereka.
"Ma..maaf kak" kata aren yang sudah mulai stabil.
"Ya udah, latihan selesai sampai disini. ayo lo pulang sama gue.." kata alvin sambil membantu aren berdiri.
di rumah aren.
"Maaf ya tante, gara-gara saya aren jadi kaya gini.."kata alvin yang merasa bertanggung jawab.
"Enggak kok nak alvin, emang arennya aja yang bandel, udah tahu punya asma, tapi enggak bisa jaga dirinya sendiri" kata mamahnya aren ramah.
"Ya udah bilangin aja ke aren, kalo emang dia mau mundur jadi manajer, enggak masalah kok"
"Aren pasti enggak akan mudur jadi manajer, dia emang hobi nonton bola, tapi karena asma dari kecil, jadi tante sama om ngelarang dia buat belajar main bola, tapi masa iya cuma jadi manajer aja, masih dilarang juga. Tante mau minta tolong aja, nak alvin bisa tolong ingetin aren, biar asmanya enggak kambuh kan ?"
"Oh, iya tante, tenang aja. Ya udah, saya pamit salam buat arennya.." kata alvin sambil mencium tangan mamahnya aren. 'beuh, gue jadi dititipin anak orang' batin alvin.
"Eh den alvin, enggak mampir ?" alvin yang baru mau menaiki motrnya, jadi celingukan nyari asal suara, dan dia baru inget kalo rumah aren sama iel depan-depanan.
"Eh pak gun, emang iel ada di dalem ?" tanya iel ramah.
"Ada kok, masuk aja den.."
"Oh ya udah, ehm..pak gun, nitip motor yaa.." kata alvin sambil memberikan kunci motornya ke pak gun, motornya masih terparkir di depan rumah aren. Alvin langsung masuk dan naik ke lantai dua menuju kamarnya iel. Dan seperti biasa ia langsung masuk gitu aja.
"Ya ampun vin, ketok-ketok dulu kek. Ngapain lo ?" tanya iel bingung melihat temannya yang satu ini ada di rumah dia magrib-magrib, masih pake celana sekolah, dan kaos yang udah kucel.
"Abis nganterin tetangga lo tuh.."
"Cie, jadi lo beneran suka sama dia ?" tanya iel penasaran.
"Enggak kok. Tadi asmanya kambuh, sebagai kapten gue ngerasa bertanggung jawab aja nganterin dia" jelas alvin.
"Perhatian banget ?" tanya iel lagi.
"Biasa aja, gue suka enggak tega kalo lihat orang sakitnya kambuh terus kayanya kesiksa, inget nyokap.." kata alvin datar. Iel pun segera berusaha mencari topik lain.
"Udah makan ? Kucel banget penampilan lo ?"
"Belum sih, enggak laper tapi. Iya nih gue juga risih, gue pinjem kaos lo ya" kata alvin dan di jawab anggukan oleh iel. Setelah itu alvin pun pergi ke kamar mandi dan iel melanjutkan memandangi album potonya.
"Ngapain lo ngeliatin poto kita-kita ?" tiba-tiba alvin udah berdiri aja di belakan iel.
"Enggak, cuma ngira-ngira aja, sampai kapan gue bisa bareng terus sama kalian.." kata iel berusaha biasa aja.
"Lo enggak berhak bilang gitu, cuma Tuhan yang berhak.."
"Lo masih nyimpen rahasia ini kan vin ?"
"Masih, tapi gue beneran pengen bilang ke yang lain"
"Jangan. Gue tahu lo bukan tipe ember"
"Ini enggak ada hubungannya sama itu yel, ini hubungannya sama mereka yang berhak juga buat tahu"
"Enggak sekarang tapi.."
"Terus kapan ? Ngomongin ini, gue yakin lo pasti belum ngabarin ortu lo kan ?"
Iel hanya mengangguk sambil tersenyum masam.
"Sampai kapan yel, mereka orang yang paling berhak tahu, bukan gue.."
"Gue takut kecewa vin, gue takut udah telanjur ngarepin mereka, merekanya malah tetap enggak ada buat gue"
"Mereka selalu ada yel, masalah lo sama ortu lo cuma tentang komunikasi yang terhambat, dan enggak akan pernah bener kalo enggak ada yang mulai"
"Enggak segampang itu vin, tapi gue kan udah bilang sama lo, gue pasti bakal bilang ke mereka, pasti" kata iel berusaha yakin, walaupun nadanya lebih terdengar pasrah.
"Vin, perasaan gue doang, atau emang lo jadi lebih cerewet sih kalo berdua sama gue ?" tanya iel kemudian.
"Iya..ya. Abis kalo bukan gue siapa lagi yang mau cerewet sama lo" kata alvin sambil tersenyum.
"Lha vin, ngapain lo disini ?" tanya cakka yang tiba-tiba masuk ke kamar iel.
"Ehm..itu sih alvin.." kehadiran cakka yang tiba-tiba bikin iel gelagapan.
"Gue abis nganterin aren, terus mampir kesini minjem baju" jawab alvin jujur.
"Cie..alvin, beneran nih pedekatenya" goda cakka sambil tersenyum jahil.
"Lo sendiri kapan mau pedekate ke agni ?" tanya alvin yang kayanya nelak banget ke cakka, karena dia lansung diam.
"Kok diem cak ?" tanya iel bingung.
"Itu alasan gue kesini yel. Gue beneran enggak ngerti deh, gue berusaha perhatian ke agni, malah di bilang gombal, berusaha baik, dia malah curiga, susah.."
"Lo sih, suka gombal sana-sini, agni jadi susah percaya.." kata alvin ikutan diskusi, biasanya dia kan cuma jadi pendengar.
"Ya gimana ya, punya fans banyak, sayang kalo enggak dimanfaatin.." kata cakka narsis.
"Yee lo, tapi giliran lo yang ngefans sama satu cewek, mati kutu kan lo.." timpal iel kemudian.
"I..iya sih. Gue juga enggak ngerti, sejak kapan selera gue jadi kaya agni gitu, padahal dulu biasa-biasa aja. Sekarang, gue jadi suka enggak nyaman sendiri kalo deket-deket dia, pengen ngelakuin yang berkesan, tapi jadinya malah aneh" kata cakka panjang lebar.
"Ya lo nya jangan lebai lah" saran alvin cuek.
"Gue enggak lebai vin, tapi emang gue kaya gini kan ?"
"Haha, iya sih iya. Ya udah, kasian gue liat lo bisa juga jadi gini gara-gara cewek, nati gue cari cara buat bantuin lo sama agni, tapi enggak janji sukses ya.." kata iel.
"Kenapa ?" tanya cakka heran.
"Soalnya, gue enggak tahu, seberapa besar kans lo diterima agni, agni kan biasa-biasa aja sama lo" jelas iel lagi.
"Enggak apa-apa dah, yang penting lo udah mau bantuin gue, thanks sob.."
"Eh bosen nih" kata alvin tiba-tiba melenceng dari jalur pembicaraan.
"Nginep aja disini, besokkan sabtu libur.." tawar iel.
"Ya udah, gue telpon riko sama obiet ya" kata cakka kemudian. Dan setelah kehadiran obiet serta riko, mereka pun menghabiskan malam itu dengan berbagai aktifitas, dan baru tidur menjelang subuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar