Iel duduk senderan di pohon, dan via menyenderkan kepalanya ke dada iel. Langit telah berubah gelap, bulan perlahan naik menampakkan kegagahannya. Iel mengusap lembut rambut via, berharap ia masih memiliki banyak waktu untuk melakukan ini, kalo bisa selamanya.
"Yel, udah lama kita duduk disini, kita pulang aja yuk, kamu harus istirahat" kata via di tengah-tengah kesunyian yang mereka ciptakan berdua.
"Emang kamu udah mau pulang ?" Via hanya menggelengkan kepalanya.
"Aku masih mau disini vi, pengen lihat kembang api dari sini"
"Tapi ini udah malam yel, enggak bagus buat kamu" jelas via sabar.
"Aku mohon vi, aku pengen ngabisin malam ini berdua cuma sama kamu, malam ini" kata iel maksa. Via cuma bisa pasrah lalu kembali terdiam.
"Kamu mau janji ke aku enggak vi ?"
"Janji apa ?"
"Kalo nanti aku harus nyerah dan sampai di garis akhir hidup aku, kamu boleh nangisin aku sebanyak apapun yang kamu mau, tapi cukup hari itu, karena setelah hari itu, kamu harus mengenang aku dengan senyuman kamu" via hanya terdiam mendengar kata-kata iel, mudah baginya untuk mengatakan 'iya' sekarang, tapi tidak akan mudah untuk melalui itu nanti.
"Vi, bilang iya dong.."
"Iya yel, aku janji.." desah via pelan.
"Yang ikhlas dong janjinya. Terus.."
"Aku janji aku bakal ngenang kamu dengan senyumanku, tapi tolong jangan paksa aku buat berjanji terlalu banyak ke kamu, aku takut, takut untuk enggak bisa nepatin itu ke kamu" kata via mantap.
"Aku minta maaf, tapi aku cuma pengen kamu janji satu lagi ke aku" sambung iel.
"Apalagi yel ?"
"Aku enggak mau cinta kamu ke aku berubah jadi perasaan egois, kamu harus nyari pengganti aku nanti, orang yang akan ngegantiin aku buat ngejaga kamu" iel berkata lirih, ia tidak akan pernah rela, satu-satunya perempuan yang ia cintai harus mencintai orang lain, tapi ia lebih tidak rela bila perempuan yang ia cintai terbenam akan kesendiriannya karena dia. Via menegakkan duduknya dan menatap iel.
"Aku enggak bisa bilang sekarang, buat mau nepatin janji itu atau enggak, yang sekarang aku mau cuma berdua sama kamu" kata via sambil memeluk iel dan menyandarkan kepalanya lagi. Iel merasa menyesal, menyesal tidak meminta via dari dulu, menyesal menyia-nyiakan banyak waktu yang harusnya bisa mereka nikmati lebih lama daripada ini.
"Seharusnya aku jujur tentang perasaanku lebih awal dari ini, jadi kita lebih punya banyak waktu buat sama-sama"
"Aku enggak peduli berapa banyak waktu yang kebuang, aku cuma peduli, sesingkat apapun hubungan ini, kita udah ngejalaninya dengan penuh cinta, makasih yel.." lirih via tulus. Iel dapat merasa akhir-akhir ini via berubah menjadi lebih dewasa, iel tahu betapa via berusaha untuk tidak lagi menangis di depannya.
"Kamu takut mati enggak yel ?" tiba-tiba via bertanya.
"Awalnya iya, takut banget. Kamu tahu enggak, arti kata fear di dalam kamus itu takut, tapi ketika kata fear di sambung sama kata less, artinya berubah menjadi tidak lagi mempunyai rasa takut. Dan itu yang terjadi sama aku, ketika aku sendiri, aku ngerasa takut banget, tapi ketika kamu dan semuanya ada di samping aku buat dukung aku, semua rasa takut itu pergi, hilang entah kemana" jelas iel panjang lebar. Via hanya mengangguk-angguk, entah mengapa malam ini terasa panjang, tiba-tiba ia melihat tetesan pekat di rumput, via langsung menatap iel.
"Ayo kita pulang yel !" ujar via panik melihat darah mulai mengalir lagi dari hidung iel.
"Enggak vi enggak, aku mau lihat kembang api" ujar iel yang mulai terlihat lelah sambil berusaha menahan laju darah di hidungnya. Via langsung mengambil tisu yang akhir-akhir ini selalu tersedia di tasnya, dan mengelap darah iel perlahan. Air mata yang telah terbayang, berusaha ia tahan sekuat mungkin.
Ia tahu iel sedang menderita sekarang, pelipisnya yang basah oleh keringat, otot-otot yang menonjol kuat, dekapan tangannya ke via yang semakin kuat. Walaupun iel terus tersenyum, ia tahu iel sedang menahan rasa sakitnya sekarang, dan bukan air matalah yang akan menguatkanya.
"A..aku capek vi...aku pengen..pengen tiduran bentar..nanti bangunin aku ya...kalo kembang apinya nyala.."ujar iel terbata-bata. Via langsung memeluk iel kuat-kuat, sekuat yang ia bisa, berharap setengah dari nafasnya berpindah ke iel, atau kalo perlu seluruhnya. Via terus mendekap iel, mendekap raganya iel dan berharap dapat terus mendekap jiwanya juga.
DUAR !! bunyi kembang api yang menggelegar di langit-langit sekolah mereka, terasa berbanding terbalik, oleh isakan kecil via, isakan yang terlalu memilukan.
"Yel..kembang apinya..udah nyala..kamu lihat kan..ada yang merah..ada yang ijo..bagus yel..bagus.." via mendesah pelan di antara tangisnya.
***
Pemakaman baru saja berakhir. Semua kehilangan, sekolah bahkan memulangkan murid-murid lebih awal untuk bisa ikut memberikan penghormatan terakhir pada iel. Kapten basket mereka yang telah menyumbangkan begitu banyak piala dan penghargaan, teman mereka yang selalu tersenyum dan penuh semangat. Tidak ada yang menyangka, kemarin adalah hari terakhir mereka melihat iel, mendengar suara iel, menikmati senyumnya.Terlalu banyak yang datang, menunjukkan betapa luasnya pergaulan iel.
Riko, obiet, cakka, alvin, shila, oik, agni dan via duduk di depan rumah iel. Berusaha tegar, dan menerima semua dengan ikhlas, walau mereka sadar sahabat terbaik mereka telah lebih dulu pergi ke alam penuh ketenangan. Mamanya iel pingsan berkali-kali, mendapati anak tunggalnya telah tiada. Tapi semua orang lebih khawatir ke via, satu-satunya orang yang bersama iel hingga detik-detik akhir hidupnya. Orang yang ketika di temukan, masih dalam keadaan memeluk erat iel dalam isakan tangisnya. Via tidak lagi menangis, hanya tatapan matanya yang kosong yang menunjukkan betapa rapuhnya ia sekarang.
"Kak.."
"Kenapa ren ?" tanya alvin lirih sambil melihat aren yang berdiri di sampingnya.
"Ini.." aren menyodorkan sebuah cd.
"Ini apa ?"
"Dua hari yang lalu, mbok yati ke rumah aren, dia bilang kak iel pengen ketemu sama aren, pas aren datang kesini, kak iel ajakin aren ngobrol, dan dia ngasih ini, dia bilang kakak-kakak semua harus nonton ini bareng-bareng di kamarnya dia" jelas aren panjang lebar, semua yang ada disitu menoleh mendengar penjelasan aren dengan seksama.
"Ada pesan yang lain ren ?" tanya alvin lagi sambil menerima cd tersebut.
"Enggak, cuma pesan pribadi buat aren. Ya udah, aren mau bantu-bantu dulu ya kak"
Aren pun meninggalkan mereka. Tanpa ada yang berbicara, semua langsung berdiri dan beranjak menuju kamar iel, alvin yang memegang cd itu, sekuat hati untuk menekan tombol play.
Ternyata itu adalah sebuah video rekaman yang entah kapan di buat oleh iel. Video di buka dengan poto-poto ketika mereka semua masih tk, lalu beranjak ke sd, saat-saat mos smp, ada poto waktu iel dan cakka memenangi lomba basket, ada juga poto alvin sedang mencetak gol, lalu beralih ke poto-poto candid hasil keisengan iel, saat-saat mos sma, pesta ulang tahun mereka, saat riko terpilih menjadi ketua osis, dan yang terakhir poto mereka bersembilan yang sedang berangkulan dan tersenyum bahagia. Oik terisak perlahan di bahu obiet, shila yang terus-terusan merangkul via juga melakukan hal yang sama, bahkan agni yang pantang menangis di depan orang, membiarkan butir air matanya jatuh perlahan. Obiet memandang pilu video tersebut, sambil berusaha menguatkan oik. Pandangan nanar riko, orang yang selalu sebangku sama iel. Cakka yang menggenggam erat tangan agni, walau tangannya sendiri juga gemetaran. Hanya via dan alvin, yang berusaha menegarkan diri mereka, walau mereka tahu, lambat laun pertahanan itu akan patah.
"Hai..hai..semua, lagi pada nangisin gue ya ? cup cup cup diapus dong air matanya.." iel menatap mereka dengan senyumannya, masih bersemangat seperti biasa, padahal video ini pasti di bikin belum lama. Mereka yang melihat itu, hanya tersenyum miris, berharap itu semua nyata, bukan hanya gambar yang bergerak.
"Oke, riko lo harus apusin air mata shila, dan obiet ya gue tahu sih tanpa gue suruh lo pasti udah ngapusin air mata oik, ehm..agni, gue enggak tahu lo nangis atau enggak, tapi kalo iya, gue harap cakka bisa ngapusin air mata itu. Buat via, kamu masih nangis ? aku minta maaf ya, enggak bisa apusin air mata kamu, alvin, lo bisa kan apusin air mata via, di apus doang tapi, enggak pakai perasaan" iel mengatakan itu seolah tanpa beban, membuat semua merasa semakin terbenam dalam kesedihan masing-masing.
"Maafin gue ya, kalo masih ada salah-salah sama lo semua. Buat riko, makasih ya udah jadi chairmate gue, ya walaupun lo suka nyontek, tapi gue bangga sama lo, di bawah kepemimpinan lo, osis sekolah kita jadi lebih bagus, jangan lupa jagain shila" riko hanya tersenyum hambar mendengar kata-kata iel.
"Buat obiet, semoga pas pensi nanti, gue bisa lihat dan denger lo main biola buat terakhir kali mungkin. Satu-satunya alat musik yang enggak gue kuasai, tapi gampang banget akrab sama lo. Tetap sabar ngadepin oik ya" obiet hanya mengangguk singkat, berharap iel dapat melihatnya.
"Buat cakka, gue yakin lo bisa bikin tim basket kita lebih bagus lagi, gue percaya sama lo. Tetap kompak sama agni ya, saling melindungi, dan jangan jadi kambuh penyakit playboy lo, agni kan susah di taklukin, iya enggak ?" cakka mendesah pelan sambil tersenyum, senyum yang penuh kesedihan.
"Buat alvin, gue enggak ngerti gimana caranya, bilang makasih sama lo, yang udah selalu ingetin gue ini itu. Gue udah nitipin lo ke aren, oke, santai jangan melototin gue, toh mata lo juga sipit, hehe..tapi emang cuma aren yang bisa nenangin lo kayanya, buruan di resmiin dong, keburu di samber orang nanti si aren" alvin hanya tersenyum pahit, enggak ngerti kenapa temannya masih bisa mikirin hal kaya gini, di ujung-ujung hidupnya.
"Buat oik, jangan lupa ngerem kalo ngomong, buat agni jangan ketularan emosian kaya cakka, buat shila tetap lembut kaya biasa ya. Dan buat via, aku minta maaf, enggak bisa nepatin janji aku untuk selalu ada di samping kamu dan enggak bikin kamu nangis lagi, aku beneran ngerasa bersalah, rasanya aku siap menukar semuanya, untuk tetap bertahan di sisi kamu, tapi ini hidup aku, dan aku harap kamu nerima ini kaya aku nerima ini, biar aku bisa tenang, kamu mau kan ?" suara iel agak bergetar ketika mengatakan ini. Via mengangguk pasrah.
"Semuanya gue nitip via ya, tolong jagain dia, dan biarin dia jatuh cinta lagi, kalo itu hal yang bisa bikin dia bisa bersinar lagi, secerah biasanya. Makasih, buat persahabatan yang indah ini, yang selalu ada kapanpun gue butuh, sampai selemah-lemahnya gue, kalian tetap ada disini, enggak pernah berpaling sedikitpun, gue enggak ngerti lagi, kata-kata apa yang pantas buat gambarin kalian, anugerah paling indah dan istimewa dari Tuhan buat gue, makasih.." lalu video itupun mati. Via menekan tombol replay, hanya itu satu-satunya yang bisa ia lakukan, untuk membuat iel seolah nyata. Sementara alvin memutuskan untuk keluar dari kamar iel, dia belum siap kalo harus lihat itu lagi, bukan sekarang.
"Ren, bisa temenin gue ?" alvin mendekati aren yang sedang membantu membagi-bagikan snack kepada para tamu yang datang. Aren tahu, alvin sedang membutuhkannya, dia pun mengangguk dan mengikuti alvin. Ternyata alvin menuju sebuah bangku di taman belakang rumah iel.
"Iel ngomong apa ke lo ?"
"Kak iel nyuruh aren jagain kakak.." jawab aren sambil tersenyum.
"Dan lo bakal jagain gue ? nemenin gue ?"
"Iya kak, sekuat yang aren bisa" jawab aren mantap.
"Apa lo bisa janji enggak akan ninggalin gue ?" aren dapat melihat air mata yang siap menetes di mata alvin, tapi buru-buru di hapus oleh alvin.
"Enggak ada yang pernah tahu, hidup itu sampai kapan. Tapi gue bakal nemenin kakak, semampu yang gue bisa"
"Mungkin ini bukan saat yang tepat, tapi gue takut, takut semua keburu terlambat. Gue pikir tadinya perasaan gue ke lo, cuma sebatas kakak ke adek, tapi semakin banyak waktu kita abisin berdua, yang penuh dengan semangat lo buat gue, gue sadar sayang gue ke lo, lebih dari kakak ke adek"
"Kakak lagi nembak gue ?" tanya aren polos. Alvin mengangguk, dia menatap aren dalam, menunggu dengan gelisah jawaban apa yang akan di dengarnya.
"Aren mau jadi pacar kakak, asal..."
"Asal apa ?" tanya alvin penasaran.
"Asal kakak, mau selalu jujur tentang perasaan kakak ke aren, kan aren udah pernah bilang jangan pernah nutupin apapun perasaan yang kakak rasain" alvin memandang aren, lalu ia memeluk aren, dewi penolongnya, orang yang tanpa lelah menyemangatinya.
'gue bukan mau seneng-seneng di atas kesedihan ini, gue cuma takut terlambat dan harus kehilangan sekali lagi, gue harap lo ngerti yel' batin alvin lirih sambil terus memeluk aren.
Tiba-tiba ada cakka, riko, obiet, oik, shila dan agni yang menghampiri mereka. Alvin langsung melepaskan pelukan itu, dan menatap teman-temannya.
"Selamat ya vin, akhirnya lo berani juga ngungkapin ini" kata cakka sambil menepuk-nepuk pundak alvin.
"Thanks ya, gue harap kalian enggak salah tanggap, tentang gue yang malah jadian di saat kaya gini"
"Enggak ada yang salah vin, lo emang lagi butuh aren di sisi lo" kata obiet menimpali sambil tersenyum.
"Lo emang top deh ren, bisa bikin temen gue kaya gini" ujar oik sambil tersenyum, yang di tanggapin oleh senyuman manis juga sama aren.
"Via mana ?" tanya alvin yang baru sadar kalo via enggak ada.
"Dia masih nonton video itu, dia butuh waktu buat sendiri" jawab shila. Teman-temannya sadar, alvin dan via adalah dua orang yang paling berat dengan kepergian ini. Tidak ada yang mudah ketika harus menerima kenyataan, bahwa orang yang kita sayang, pergi selama-lamanya. Dan lebih tidak mudah, ketika hal itu terjadi, dua kali.
"Ada saatnya nanti kita bisa nenangin via, tapi sekarang, kita sendiri aja masih shock kan ?" tanya riko entah kepada siapa.
"Kita bakal ngejalanin ini sama-sama, buat iel, buat via, buat kita" kata agni mantap sambil menyodorkan tangannya, cakka menaruh telapak tangannya di atas agni, di ikuti oleh obiet lalu oik, riko kemudian shila, dan alvin.
"Kamu juga dong ren" ajak alvin sambil menoleh ke aren. Aren tanpa ragu meletakkan tangannya di atas tangan alvin, dan..
"JALANIN INI SAMA-SAMA, BUAT IEL, VIA DAN KITA, YEEY !!" teriak mereka kompak sambil tersenyum, kembali mengikuti alurnya hidup.
-tamat-
yang mau baca dari part satu bisa klik >> di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar