Alvin memperhatikan rumah nova dari atas motornya, sudah lama dia tidak melakukan hal seperti ini lagi sesering dulu. Matanya menatap lurus ke arah beranda kamar nova. Cukup memandanginya, tidak lebih. Setelah hampir tiga puluh menit melakukan hal ajaib tapi nyata ini, alvin baru mau menstarter motornya kembali.
"Gubrakk !!" alvin buru-buru memakai helmnya, saat melihat nova keluar dari rumahnya dengan kasar, alvin tahu apa yang terjadi sama nova, pelan-pelan dia mengikuti nova.
Nova berjalan cepat, setengah berlari, hatinya sakit, matanya panas. Langkahnya terhenti di sebuah taman yang cukup sepi, dia duduk menyenderkan badannya di kursi, badanya bergetar hebat, air matanya tumpah dalam diam.
Dalam diam di tempat persembunyiannya, alvin mengamati itu, ingin rasanya ia memeluk nova atau sekedar duduk di sampingnya untuk mengusap punggungnya, tapi siapalah dia, alvin mengedarkan pandangannya, berusaha mencari cara.
"Kakak, kok nangis ?" nova melihat siapa yang mengajaknya berbicara, ternyata seorang anak kecil yang sedang memegang sebuah balon. Nova ingin bersuara, tapi air mata telah membuat tenggorokannya sakit, dan ia hanya dapat tersenyum sambil menggeleng pelan.
"Ini buat kakak" anak kecil tersebut menyerahkan balon yang ia pegang, meski bingung nova tetap mengambil balon itu, ada sebuah gulungan kertas yang terikat di tali balon tersebut, nova melepas ikatan tersebut, dan mulai membacanya.
Tolong jangan menangis...
aku tahu, pasti berat buat kamu mengahadapi ini sendiri, tapi tolong jangan menangis
karena nova yang aku kenal
adalah matahari yang selalu cerah dan bersemangat
kita hadapi ini bersama-sama
aku akan selalu ada di sampingmu
meski aku tidak bisa mengusap air matamu
tapi bukan berarti aku tidak menemanimu
jadi sekali lagi tolong jangan menangis
aku mohon
aku tahu, pasti berat buat kamu mengahadapi ini sendiri, tapi tolong jangan menangis
karena nova yang aku kenal
adalah matahari yang selalu cerah dan bersemangat
kita hadapi ini bersama-sama
aku akan selalu ada di sampingmu
meski aku tidak bisa mengusap air matamu
tapi bukan berarti aku tidak menemanimu
jadi sekali lagi tolong jangan menangis
aku mohon
Nova hapal ini tulisan secret admirernya, tapi anak kecil tadi sudah menghilang entah kemana, nova mencoba mencari bayang-bayang seseorang, tapi dia tidak menemukan siapapun, nova kembali membaca tulisan itu, tapi bukannya berhenti menangis, air matanya malah mengalir semakin deras, bahkan diringi oleh suara isakan yang memilukan.
"Nova, kok lo nangis ?"
"K..Kak alvin ?" nova bingung ngelihat alvin tiba-tiba ada di depannya.
"Lo kenapa nangis disini ?" nova cuma menggeleng.
"Mau ikut gue enggak ? lo pasti suka tempat ini" entah dapat dorongan darimana, nova mau saja menuruti alvin, dia berdiri dari duduknya dan ingin naik ke atas motornya alvin.
"Sini gue pakein helm" alvin menarik lembut tangan nova, dan memakaikan helmnya dengan lembut, nova sebenernya masih bingung melihat alvin seperti ini, jauh berbeda dari alvin yang ia kenal.
"Tumben kak, bawa motor ?" tanya nova, membuka percakapan.
"Lagi pengen aja, kenapa ?"
"Enggak apa-apa, kita mau kemana ?"
"Lihat aja nanti, pegangan ya nov"
Dari kaca spion, alvin bisa melihat nova, sepertinya hari ini, akan menjadi hari bersejarah untuk mereka berdua, terutama alvin.
"Panti asuhan bintang kecil" nova membaca plang nama yang terdapat di depan sebuah rumah yang mereka datangi.
"Udah ayo masuk dulu" tawar alvin ramah.
"Hai, ourel.." sapa alvin ke seorang anak yang sedang duduk di teras.
"Kak alvin ya ?"
"Iya ini kakak, oh ya kakak bawa temen nih, kenalan dulu dong" alvin mengajak nova untuk mendekati ourel.
"Hai ourel, kenalin nama kakak, nova.." nova mengulurkan tangannya, tapi ourel hanya membalas dengan senyuman.
"Kak alvin..." nova berbisik pelan ke alvin, karena bingung melihat ourel.
"Ourel, mau kakak bacain bukunya ?" bukannya menjawab pertanyaan nova, alvin malah ngobrol sama ourel.
"Enggak, ourel sekarang kan udah pinter baca huruf braile" nova diam, dia tahu sekarang, mengapa ourel tidak membalas ukuran tangannya.
"Wah, ourel pintar ya, nanti ajarin kak nova ya" kata nova lagi, alvin dan ourel sama-sama tersenyum.
"Ke dalam yuk nov, gue kenalin sama yang lain"
"Kak alvin.."
"Kak alvin udah lama enggak kesini"
"Kak alvin, aku kangen" semua anak langsung berlari menghampiri alvin dan memeluknya, nova sampai takjub sendiri.
"Maaf ya, akhir-akhir ini kakak sibuk banget"
"Ini temen kakak ?" seorang anak laki-laki kecil menujuk nova.
"Kenalin, aku nova, aku boleh kan jadi temen kalian semua" nova memperkenalkan dirinya sambil memamerkan senyum manisnya.
"Nama aku bastian kak, ayo kak sini main sama kita" hanya butuh waktu beberapa menit, nova sudah berbaur dengan anak-anak tersebut, alvin merasa senang melihat tawa nova sudah kembali.
"Hai vin.."
"Eh, darimana lin ?"
"Ini abis belanja kebutuhan anak-anak, kemana aja lo ? anak-anak udah pada kangen tuh"
"Iya nih, baru sempet kesini sekarang gue. Nova.." nova yang sedang bermain puzzle dengan anak-anak langsung menoleh dan menghampiri alvin.
"Kenapa kak ?"
"Kenalin ini lintar, dia anaknya ibu panti sini"
"Nova"
"Lintar" lintar memandang nova dengan tatapan yang begitu dalam, dan alvin memahami hal itu.
"Gue balik kesana dulu ya kak"
"Lo suka sama nova ?" tanya alvin langsung setelah nova cukup jauh dari mereka.
"Mungkin, dia manis, senyumnya enak dilihat"
"Emang.." jawab alvin lirih, hatinya pedih, tapi bukan alvin namanya kalo enggak bisa nyembunyiinya isi hatinya.
"Kenapa vin ?" lintar tidak begitu mendengar kata-kata alvin, karena matanya masih menatap ke arah nova.
"Enggak apa-apa, dia udah kaya adek buat gue" ujar alvin berusaha normal.
"Lo sih emang semua di anggap adek" alvin hanya tersenyum mendengar jawaban lintar. Dia tahu dia cemburu, tapi sekali lagi, dia juga tahu, bahwa hatinya nova belum termiliki oleh siapapun. Setelah hampir seharian bermain di panti asuhan, alvin dan nova pun pulang, tapi di tengah jalan, alvin mengajak nova ke tempat favoritnya yang satu lagi, the book.
"Enak banget kak tempatnya, makanannya juga enak, makasih ya kak, hari ini kakak bener-bener udah bikin gue nyaman banget" ujar nova semangat.
"Nah gitu dong, jangan nangis lagi ya, lo bisa lihat kan, betapa seharusnya lo bersyukur dengan hidup lo yang sekarang"
"Iya kak, gue kagum banget lihat, anak-anak di panti tadi, ourel yang semangat banget, padahal dia enggak bisa ngelihat, terus bastian yang lucu yang ternyata punya penyakit jantung sejak lahir, terus osa yang seminggu dua kali harus cuci darah, belum anak-anak lainnya.."
"Mereka bisa terus seceria tadi, masa lo enggak sih ?"
"Tapi mereka enak kak, bareng-bareng di panti, ngabisin waktu sama-sama, gue.."
"Gue ?" alvin yang sebenernya udah tahu, pura-pura aja biar nova mau share sama dia.
"Orang tua gue seneng banget ribut kak, kata orang jadi anak tunggal itu enak, tapi gue, gara-gara gue anak tunggal, gue jadi harus ngerasain ini semua sendirian, enggak mama enggak papa, enggak ada yang peduli sama gue, gue capek kak.."
"Sstt, lo enggak boleh bilang gitu, banyak yang peduli sama lo, lo bisa aja bilang, kalo anak-anak tadi itu mungkin jauh lebih menyenangkan, tapi dalam hati mereka, mereka tetap aja berharap, punya rumah sendiri, tinggal sama orang tua mereka.."
"Tapi kak.."
"Enggak ada tapi nov, mencari hal negatif emang jauh lebih mudah daripada hal positif, tapi enggak ada keuntungannya, selain cuma nambahin sakit"
"Iya kak, gue tahu itu. Kak alvin dewasa banget ya..hehe..terus tumben jadi banyak ngomong" alvin cuma tersenyum melihat nova, dia banyak ngomong, karena dia enggak mau nova ngelihat groginya alvin.
***
Entah sudah untuk keberapa kalinya, cakka terus-terusan mengamati agni. Mengamati gadis manis di depannya, akhir-akhir ini agni sudah jauh berbeda dengan agni yang dulu, dan cakka selalu menemukan kenyamanan luar biasa dengan adanya agni di sampingnya.
"Kak cakka, kenapa sih ? gue aneh ya" agni juga sudah beberapa kali mengulangi pertanyaannya, dia merasa tidak begitu nyaman dengan tatapan cakka, ada sesuatu yang berdesir di dalam hatinya, ketika matanya bertemu dengan matanya cakka.
"Enggak kok, lo manis banget, kalo kaya gini, nih gue aja sampe enggak ada bosennya ngelihatin lo"
"Beuh, gombal amat lo kak"
"Haha, emang lo enggak mau gue gombalin ? banyak lho yang mau gue gombalin"
"Ya gue enggak minat gitu kak, gimana dong ?" cakka memajukan bibirnya, yang malah membuat agni tertawa.
"Haha, jelek amat kak lo kaya gitu.."
"Jahat amat lo ag, tapi gue kayanya enggak pernah jelek deh"
"Hmm, narsisnya kumat, udah yuk kak, katanya mau nemenin gue belanja buat ldks, entar keburu sore.." cakka emang beralasan mau nemenin agni buat belanja keperluan ldks, abis susah banget sih ngajak agni keluar.
Mereka memasuki sebuah supermarket, cakka tidak berhenti terus ngegombalin agni, dan agni cuma bisa tertawa mendengar hal itu.
"Cakka.." tiba-tiba seorang cewek datang menghampiri cakka, dan langsung cipika-cipiki, agni cuma bisa meringis saja melihat kejadian itu.
"Eh..ehm..shilla ?" cakka kaget banget, entah mengapa dia merasa tidak enak agni melihatnya begini.
"Kamu kemana aja ? kok enggak pernah telpon aku lagi ? ini siapa, cewek baru kamu ya ?"
"Bukan kok, gue adek sepupunya" agni langsung menyodorkan tangannya, dia sendiri enggak tahu kenapa bibirnya spontan berkata demikian.
"Oh, bilangin dong sama sepupu lo ini, tanggung jawab sama cewek-cewek yang udah dia bikin jatuh cinta sama dia" agni hanya tersenyum mendengar kata-kata shilla, sementara cakka benar-benar merasa tidak nyaman dengan keadaan ini.
"Eh shil, gue sama dia buru-buru nih, kita duluan ya" cakka langsung menarik agni dan meninggalkan trolley belanjaan mereka begitu saja.
"Agni sori, shilla itu..."
"Gue tahu kak, gue tahu kok susahnya jadi playboy" nadanya agni berubah jadi antipati terkesan dingin.
"Dengerin penjelasan gue dulu, shila itu cuma masa lalu doang.."
"Jelasin buat apa kak ? gue bukan siapa-siapa lo, mending sekarang lo anter gue balik, gue capek banget nih, besok kan kita mau ldks"
"Tapi.."
"Udah kak, gue maklum banget kok" agni tersenyum mencoba senatural mungkin, cakka enggak bisa ngapai-ngapain lagi, kecuali menuruti agni, lagian emang mereka bukan apa-apa kan.
Keesokan harinya.
Setelah hampir seharian, mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang sudah disusun sedemikian rupa, tibalah saatnya kegiatan api unggun yang emang paling banyak di nantikan oleh beberapa anak.
"Oke, pasti semua udah capek kan setelah seharian ini, jadi malam ini kita refreshing sebentar, ada yang mau nyumbang acara ?" tanya iel ke para peserta, tapi yang ngangkat tangan malah rio.
"Mau nyanyi apa yo ?"
"Ada deh yel, lihat aja..."
"Oke, tepuk tangannya ya.."
Rio memandang sekelilingnya, mencari satu sosok yang emang pengen dia nyanyiin, dari tempatnya, ify terlihat begitu cantik dan menawan, rio mulai menggenjreng gitarnya.
Ajari aku ‘tuk bisa
Menjadi yang engkau cinta
Agar ku bisa memiliki rasa
Yang luar biasa untukku dan untukmu
Menjadi yang engkau cinta
Agar ku bisa memiliki rasa
Yang luar biasa untukku dan untukmu
Semua yang ada disitu menatap rio dengan tatapan kagum, terlena akan suara lembutnya, tidak terkecuali ify.
Ku harap engkau mengerti
Akan semua yang ku pinta
Karena kau cahaya hidupku, malamku
‘tuk terangi jalan ku yang berliku
Hanya engkau yang bisa
Hanya engkau yang tahu
Hanya engkau yang mengerti, semua inginku
Ku harap engkau mengerti
Akan semua yang ku pinta
Karena kau cahaya hidupku, malamku
‘tuk terangi jalan ku yang berliku
Hanya engkau yang bisa
Hanya engkau yang tahu
Hanya engkau yang mengerti, semua inginku
Entah ify sadar atau tidak, yang jelas rio terus-terusan menatapnya.
[ajari aku 'tuk bisa mencintaimu]
[ajari aku 'tuk bisa mengerti kamu]
Mungkinkah semua akan terjadi pada diriku
Hanya engkau yang tahu
Ajari aku ‘tuk bisa mencintaimu
"Prokk..prokk...prokk" suara tepuk tangan mengakhiri pertunjukkan kecil dari rio tadi.
"Rio keren, lagu buat siapa ?" ify tiba-tiba spontan nanya, cakka, iel, dea, via dan rio tentu saja, langung menatap ify, dengan tatapan yang artinya "ya buat lo, emang mau buat siapa lagi ?!"
"Ada deh fy, mau tahu aja lo" kata rio agak gemes.
"Ada deh fy, mau tahu aja lo" kata rio agak gemes.
"Yo lo mau ngomong sama gue lagi ? udah enggak marah sama gue ?" tanya ify sumringah.
"Kenapa ? kangen ya sama gue ? enggak bisa kehilangan gue ya ?"
"Ih pd banget lo !"
"Jujur aja deh fy, gue tahu kok, gue tuh ngangenin banget jadi orang, iya kan ?"
"Whatever deh, yang penting lo mau ngomong lagi sama gue"
"Udah-udah, rame banget lo berdua, udah ada yang bisa nelpon alvin belum ?" tanya iel mengalihkan pembicaraan, semuanya menggeleng kompak menjawab pertanyaan iel.
"Kemana ya tuh anak, bukan alvin banget enggak bertanggung jawab gini" timpal rio.
"Ray, lo beneran enggak tahu, kakak lo dimana ?" tanya iel lagi.
"Enggak, beneran deh.."
"Ya udahlah, nanti juga nongol sendiri itu bocah, kayanya udah kemaleman nih, mending pada tidur deh, besok harus bangun subuh soalnya !" semua pun menuruti perintah sang ketua osis.
"Keke, lo tahu enggak agni kemana ?" cakka langsung menghampiri keke, udah seharian ini, diem-diem cakka panik enggak bisa ngehubungin agni.
"Enggak kak, gue udah coba hubungin hpnya tapi enggak bisa, maaf ya kak"
"Oh ya udah sana lo tidur, thanks ya.." Cakka bener-bener panik, semenjak kejadian di mall kemarin, agni sama sekali enggak balas smsnya, bahkan enggak datang ldks, cuma satu yang bisa lakuin kalo lagi stress gini, tidur.
Iel memperhatikan rio dan cakka yang tidurnya udah nyenyak banget, gara-gara enggak ada alvin, iel jadi harus ngerjain beberapa tugasnya alvin dulu, dan menyaksikan teman-temannya udah pada tidur gitu malah bikin iel ngsntuk iel nguap entah kemana, iel pun memutuskan kembali ke area api unggun. Iel hampir mengurungkan niatnya, saat melihat ada via sedang duduk disitu, tapi gara-gara sebuah ranting yang ia injak tanpa sengaja, malah mebuat via sadar akan kehadirannya disitu.
"Enggak bisa tidur ya yel ? temenin gue aja disini" iel kaget, tumben-tumbenan via seramah ini sama dia.
"Lo enggak kesambet apaan gitu kan vi ?"
"Hah ? emang kenapa ?"
"Kok lo jadi ramah gitu sama gue ?"
"Yee, gue emang selalu ramah sama semua orang"
"Kecuali sama gue vi" via diam mendengar kata-kata iel, iel menyadari itu.
"Sori vi.."
"Enggak kok yel, lo bener, gue emang jutek sama lo doang"
"Gue pernah salah sama lo ya vi ? gue pernah nyakitin lo ?"
"Sion.."
"Siapa ? sion ?"
"Cinta pertama gue yel" via berkata lirih, sementara iel bingung, enggak ngerti arah pembicaraan via.
"Lo bisa kok cerita sama gue, kalo lo emang percaya sama gue" iel menatap via.
"Foto yang lo lihat di rumah gue itu waktu itu, adalah foto gue waktu gue smp" iel mencoba mengingat gambaran poto tersebut, dan dia tidak menemukan kesamaan dengan gambaran via yang duduk di sampingnya sekarang.
"Bingung ya ? itu gue, dulu gue kaya gitu, terkesan cupu dan aneh, enggak ada yang mau temenan sama gue, enggak pernah ada yang mau nyapa atau sekedar nyapa gue, cuma ada satu orang yang selalu senyum sama gue, dia itu.."
"Sion" tebak iel cepat.
"Iya, cuma sion yang mau senyum sama gue, sampai gue lupa, kalo dia emang terkenal ramah dan selalu senyum ke semua orang. Tapi karena cuma dia yang selalu senyum ke gue, diem-diem gue suka sama dia.." via mengambil napas sebentar.
"Sampai suatu hari, dengan gobloknya gue ngasih diari gue ke dia, diari yang isinya tentang semua perasaan gue, ternyata dia juga kejam sama kaya yang lain, dengan jahatnya dia bacain diari gue pake pengeras suara di tengah lapangan, di hadapan anak-anak satu sekolahan, dan itu sakit yel, sakit banget" reflek via menyandarkan kepalanya di bahu iel, iel yang awalnya kaget, cuma bisa mengusap-ngusap punggung via.
"Semenjak saat itu, gue stres bahkan gue enggak pd buat sekedar ketemu orang lain, nyokap gue akhirnya nyuruh gue buat homeschooling, gue juga diikutin sekolah kepribadian, perlahan-lahan gue ubah penampilan gue, gue ubah sikap gue ke orang, tapi.."
"Lo tetap berasumsi kalo, orang ramah dan banyak senyum semuanya kelakuannya minus kaya sion" potong iel cepat, dia paham sekarang kenapa via jutek cuma sama dia doang.
"Gue udah usaha, tapi setiap ngelihat lo nebar senyum kemana-mana, gue jadi keingetan sion, yang make senyumnya buat topeng doang" ujar via pelan.
"Lo cuma trauma vi, tapi enggak semua orang kaya gitu, gue apalagi, paling pantang deh buat gue nyakitin perasaan orang kaya gitu"
"Maafin gue yel.."
"It's okay, asal setelah ini lo ngelihat gue sebagai iel yang emang beneran ramah dari bayi, tanya aja nyokap gue"
"Makasih ya yel, gue lega sekarang"
"Lo tahu enggak vi, baru kali ini senyum gue bawa bencana"
"Bencana ?"
"Iya, biasanya kan gue dapet senyuman balik gitu, tapi dari lo gue malah di balas jutek, hehe.."
"Bisa aja lo, eh gue ngantuk nih, tidur duluan ya.." iel cuma mengangguk, tapi matanya terus ngeliatin punggungnya via yang menjauh dengan senyum yang merekah lebar di bibirnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar