Via terus-terusan menangis sepanjang jalan, dari parkit ke rumah sakit. Badannya bergetar, air matanya tidak lagi sederas tadi, yang tersisa hanyalah isakan, isakan yang begitu menyayat hati. Shila dan oik juga menangis tertahan, bersama-sama dengan agni mereka mencoba menenangkan via, walaupun hati mereka sendiri butuh di tenangin. Alvin sudah menjelaskan semuanya, ia tidak berhenti mengutuk dirinya sendiri dalam hati.
"Ikut gue !" kata cakka kasar sambil menarik tangan alvin. Riko dan obiet yang merasakan kejanggalan memutuskan untuk mengikuti cakka dan alvin.
"Kalian mau kemana, diluar hujan" kata obiet di sela-sela perjalanan, tapi sepertinya sia-sia, cakka terus menarik alvin dan membawanya ke taman.
BUG ! bogeman cakka telak mengenai wajah alvin, darah segar langsung mengalir pelan.
"Lo kenapa cak !" teriak riko sambil megangin cakka. Sementara alvin hanya terdiam pasrah.
"Lepasin gue !" ronta cakka kuat, tanah yang becek karena hujan, bikin riko enggak bisa jaga keseimbangan buat jagain cakka, dan..
BUG ! sekali lagi cakka memukul alvin, hingga alvin jatuh terjerembab ke tanah. Obiet, langsung berdiri di antara cakka dan alvin.
"Woi ini rumah sakit, bukan tempat berantem !" teriak obiet.
"Lo egois vin ! Lo egois ! Lo tahu, dan enggak mau bilang sama siapapun ! Lo enggak peduli sama iel sama kita !!" teriak cakka lantang, sambil berusaha buat nyamperin alvin lagi, tapi untung riko dan obiet sigap buat nahan cakka. Alvin hanya terdiam, memandang cakka dalam-dalam.
"Lo terserah mau bilang gue egois atau apa, lo terserah mau mukulin gue kaya apa, tapi apa lo lupa, gue satu-satunya orang disini yang tahu rasanya kehilangan.." kata alvin lirih, hampir tidak terdengar. Cakka tersentak oleh kata-kata alvin.
"Dan gue juga akan jadi orang yang pertama, yang bakal berusaha sekuat apapun untuk enggak ngerasain kehilangan lagi, berusaha sekuat apapun biar teman-teman gue enggak ngerasain apa yang gue rasain" sambung alvin sambil tersenyum hampa.
Riko mengendurkan pegangannya terhadap cakka saat merasa hpnya bergetar di saku celananya. 'heh, enggak tepat banget sih yang nelpon gue'
"Halo shila, kenapa ?" semua langsung noleh waktu denger riko nyebut nama shila.
"Oh, iya..iya, ini aku baru mau kesana" kata riko pada shila di ujung telpon.
"Iel udah sadar, dia mau ketemu sama lo vin" jelas riko sambil memasukkan kembali hpnya kesaku celananya. Alvin berjalan gontai, perasaannya campur aduk. Dibelakangnya obiet, riko dan cakka ngikutin. Cakka melihat punggung alvin yang kotor kena tanah waktu dia tonjok sampai jatuh tadi.'maaf vin, gue enggak maksud' bisik cakka dalam hati.
Shila, oik, agni dan via bingung ngelihat alvin, obiet, riko dan cakka yang datang dalam keadaan basah kuyup. Apalagi alvin, bajunya kotor, mukanya lebam dengan darah yang masih mengalir. Sadar dilihatin, alvin langsung ngelap darahnya asal dengan ujung jaketnya dan tersenyum.
"Udah ayo masuk.." ajak alvin.
"Di..dia..cu..cuma pengen ketemu lo" kata via dalam isakannya.
"Udah ayo semua masuk, lo yang paling berhak ketemu dia vi" ajak alvin lagi sambil menggandeng via, teman-temannya yang lain pun mengikuti.
"Vin lo kena..mereka ?" tanya iel kaget waktu melihat alvin yang babak belur masuk diikuti oleh teman-temannya yang lain.
"Mereka udah tahu yel, percuma juga kalo lo nyuruh gue nutup-nutupin ini lagi" kata alvin cepat, dan membuat semuanya terhenyak.
"Gue juga udah nelpon orang tua lo, gue cuma bilang lo sakit dan butuh mereka, masalah ini biar nanti dokter yang jelasin, mereka lagi usaha buat cari tiket kesini. Via nangis terus tuh, jadi jangan sekali-kali lo minta dia atau yang lainnya pergi dari sini, kita cuma pengen ngejagain lo" sambung alvin panjang, teman-temannya cuma bisa ngelihatin doang, sangking paniknya enggak ada satupun dari mereka ingat buat nelpon orang tuanya iel, dan ternyata alvin udah ngelakuin itu. Cakka tambah merasa bersalah mendengar perkataan alvin, agni yang masih belum tahu apa-apa, dapat merasakan ada sesuatu yang aneh di cakka, dia menggenggam erat tangan cakka, berharap sedikit meringankan pikiran cakka.
"Makasih vin.." kata iel lirih, dia bingung juga mau bilang apa lagi. Lalu dia melirik via yang masih menangis.
"Sini vi, maafin aku ya udah bikin kamu khawatir.." kata iel sambil menyuruh via buat duduk di samping ranjangnya, via menuruti itu, dan langsung menggenggam lembut tangan iel, dan menyenderkan kepalanya di dada iel.
"Gue mau pulang, mau ganti baju, nanti kalo sempet gue balik lagi kesini" kata alvin sambil beranjak pergi.
"Lo yakin bisa bawa mobil, perlu gue anter ?" tawar riko yang khawatir sama keadaanya alvin yang agak labil.
"Gue bisa sendiri kok" jawab alvin sambil tersenyum dan langsung pergi gitu aja.
"Jadi ada yang bisa jelasin ke gue apa yang terjadi sama alvin ?" tanya iel setelah alvin pergi.
"Bisa, kalo lo juga bisa jelasin alasan lo tentang ini semua" jawab obiet kalem tapi tegas, yang cuma di tanggepin anggukan sama iel. Lalu obiet pun mulai bercerita, dan cakka cuma bisa menyesali emosinya terduduk lemas di sebuah sofa.
Kelas, pulang sekolah.
Hari ini semua terasa berjalan lambat bagi riko, obiet, cakka, agni, oik dan shila. Via belum mau pulang, dan minta ijin buat nungguin iel, dan enggak ada yang tahu kenapa juga alvin enggak masuk. Mereka sedang terburu-buru membereskan beberapa buku, dan ingin segera nengokin iel ke rumah sakit. Waktu oik ngelihat aren celingukan di depan kelas mereka.
"Aren, kenapa masuk aja ?" ajak oik dari dalam kelas, aren yang merasa namanya di panggil pun masuk.
"Nyariin alvin ya ?" tanya oik lagi.
"Iya kak, dari semalem sms aku enggak di bales, di telpon hpnya malah di matiin, padahal aku cuma mau bilang pagi ini enggak berangkat bareng. Tadi pas istirahat aku cari di kantin enggak ada, di lapangan futsal juga enggak ada padahal hari ini ada latihan.." jelas aren.
"Alvin memang enggak masuk ren" timpal shila yang udah duduk di deket oik dan aren.
"Kenapa ? sakit kak ?"
"Kita juga enggak tahu tuh, dari semalem juga di telponin enggak bisa, kata omanya dia enggak mau keluar kamar" sambung agni.
"Aren boleh minta alamatnya kak alvin enggak ?" shila tersenyum sekilas, lalu menyobek kertas kecil dari memonya dan segera menuliskan alamat rumah alvin lalu memberikannnya ke aren.
"Makasih ya kak"
"Bisa sendiri ? perlu di anter enggak ?" tawar oik ramah.
"Enggak kak enggak usah, sekali lagi makasih ya.." ujar aren sambil meninggalkan kelas tersebut.
"Nanti sore temenin aku ke rumah alvin ya, aku mau minta maaf" bisik cakka ke agni, agni hanya menatap pacarnya itu sambil tersenyum lalu mengangguk.
"Eh, lo berdua malah bisik-bisik, ayo kita ke rumah sakit" ajak riko kemudian.
Rumah alvin.
Tok..tok..tok..
"Permisi, rumahnya kak alvin kan ?" tanya aren ramah.
"Iya, siapa ya ?" tanya omanya alvin enggak kalah ramah.
"Saya aren oma temennya kak alvin" oma pun langsung paham, beberapa kali sudah alvin cerita sekilas tentang aren, orang yang selalu di anter jemput sama alvin.
"Oh iya-iya, ayo masuk dulu" kata oma sambil nyuruh aren masuk.
"Kak alvin sakit ya oma ?" tanya aren setelah duduk di ruang tamu rumah alvin.
"Oma juga enggak tahu, semalem pulang basah kuyup enggak mau makan, langsung masuk kamar dan enggak keluar-keluar sampai sekarang" cerita oma khawatir.
"Aku boleh nunggu disini enggak oma, kali aja nanti kak alvin mau keluar"
"Boleh kok boleh. Oma malah seneng, soalnya oma mau pergi dulu, kebetulan pembantu oma lagi pulang kampung, kalo ada kamu oma jadi tenang"
"Makasih ya oma, nanti aren paksa deh kak alvin keluar buat makan"
"Oma udah siapin bubur di dapur, tinggal ambil aja, kamu juga kalo mau makan enggak usah malu-malu ya, oma percaya kok sama kamu. Ya udah oma pergi dulu ya" aren mencium tangan oma, dan langsung mengunci pintu ketika mobilnya oma udah pergi. Aren langsung ke dapur ngambil bubur yang di bilang oma, setelah bingung nyari kamarnya alvin yang mana, aren langsung merasa yakin setelah melihat sebuah pintu dengan hiasan bola tergantung di depannya.
"Kak alvin..aren ni.." kata aren di depan kamar.
"Kak, bukain dong, tega banget. Makan dulu nih" kata aren enggak patah semangat. Karena enggak ada jawaban apapun. Aren pun duduk senderan di tembok samping pintu.
Alvin ngucek-ngucek matanya, kepalanya sedikit pusing. Semalem dia langsung tidur gitu aja, masih pake seragamnya yang basah, dan dia masih dapat merasa air mata yang menetes dalam tidurnya. Alvin merasa ada yang manggil-manggil namanya barusan, suara yang dia kenal, tapi bukan suara omanya. Penasaran serta di dorong rasa lapar alvin pun memutuskan keluar kamar. Dan alangkah terkejutnya dia, mendapati aren tertidur senderan di depan kamarnya, di sampingnya ada baki berisi semangkuk bubur dan segelas air.
"Ren..aren.." panggil alvin pelan.
"Hmm..eh kak alvin..di buka juga akhirnya" kata aren sambil mengucek matanya
"Dari jam berapa disini ?"
"Jam..Ya ampun kak, mukanya kenapa ? di gebukin siapa ? kok masih pake seragam ?" tanya aren heboh yang baru sadar begitu ngelihat muka alvin lebam dan darah yang mengering.
"Enggak apa-apa kok" kata alvin sambil tersenyum padahal seneng banget waktu ngelihat ekspresi panik aren.
"Enggak apa-apa gimana, sampai kering gitu enggak di obatin, nanti infeksi"
"Itu buat gue ?" kata alvin sambil nunjuk baki di sebelah aren.
"Iya, udah dingin tapi. Gue panasin lagi ya, oh iya oma pergi ada urusan" jelas aren sambil berdiri tapi tangannya di cegah sama alvin.
"Enggak usah, sini gue makan aja. Ayo masuk ke kamar gue" kata alvin sambil ngambil baki di sebelah aren.
Aren mengamati kamarnya alvin, enggak seberantakan yang dia pikir, cukup rapi malah. Ada beberapa poster pemain bola yang menempel di tembok. Lalu pengamatan aren beralih ke alvin yang lagi kalap makan bubur, padahal apa enaknya bubur dingin pikir aren.
"Kak, udah berapa tahun enggak makan ?" tanya aren iseng. Alvin cuma nyengir lalu ngelanjutin makan bubur dan enggak sampe beberapa detik kemudian, bubur itupun habis tak bersisa.
"Mau nambah kak ?" aren enggak tega lihat alvin yang kayanya masih kelaperan.
"Enggak kok. Lo disini aja, temenin gue" aren bingung lihat tatapan mata alvin, ada kesedihan disitu, kesedihan yang sudah lam tertutupi oleh sorot mata cueknya.
"Kenapa kak ? cerita aja, kali aja gue bisa bantu" tawar aren sambil tersenyum. Dan langsung kaget, waktu tahu-tahu tanpa aba-aba dan pemberitahuan sebelumnya, alvin nyenderin kepalanya di pundak aren.
"Lo pernah takut di tinggal orang yang lo sayang enggak ren ?" tanya alvin pelan, aren baru mau menjawab ketika alvin menyambung lagi kata-katanya.
"Gue takut banget, waktu nerima kenyataan nyokap gue pergi ninggalin gue buat selamanya, gue takut banget pulang ke rumah, dan enggak ngedapetin nyokap gue nyambut gue seperti biasa, gue takut banget tidur, karena nyokap selalu datang ke mimpi gue. Gue nyoba jalanin hari-hari gue, ngikutin hidup mau bawa gue kemana, tapi hidup sekali lagi, bikin gue ngerasa takut" sambung alvin. Aren hanya mendengarkannya, dia rasa alvin lagi butuh di dengerin sekarang, bukan di ceramahin.
"Gue harus gimana sekarang ? gue enggak pengen kehilangan siapa-siapa lagi, cukup nyokap gue ren, cukup.." aren enggak ngerti kemana arah pembicaraan alvin, tapi dia dapat merasa pundaknya basah, basah oleh lelehan air mata alvin. Alvin hening, aren pun begitu. Rasanya dia juga pengen ikutan nangis, tapi berusaha sekuat tenaga dia tahan.
"Kak.." panggil aren pelan, karena alvin diam aja dan enggak ngelanjutin kata-katanya lagi. Aren menggeser duduknya, untuk menoleh melihat alvin. Tapi badanya alvin malah jatuh, untung buru-buru aren tangkap.
"Kak..kak alvin.." panggil aren panik sambil nepuk-nepuk pipi alvin, aren baru sadar kalo alvin pingsan. Dengan susah payah, aren berhasil nidurin alvin di kasur, aren memeriksa kening alvin, dan dia baru ngeh kalo alvin demam. Aren nyari-nyari kompresan dan segera ngompres alvin sekalian bersihin darah yang udah kering di wajah alvin dengan hati-hati.
Tok..tok..tok..ting..tong..
Aren beranjak ke luar buat lihat siapa yang datang, baru sadar kalo cuma ada dia dan alvin di rumah alvin.
"Eh, kak agni, kak cakka.." sapa aren.
"Lho ren, belum pulang dari tadi ? Alvin mana ?" tanya agni bingung.
"Kak alvin di kamarnya sakit, tadi pingsan. Oh ya masuk kak"
"Pingsan ?" tanya cakka dan agni bareng.
"Iya, kak alvin masih pake seragam, mukanya juga babak belur, baru aja aren bersihin darah keringnya" jelas aren sambil ngajak agni dan cakka ke kamar alvin.
"Ren gue haus nih, kita ke dapur yuk" ajak agni sambil menarik tangan aren sesampainya mereka di depan kamar alvin.
"Oh iya kak, kak cakka gantiin bajunya kak alvin ya, biar enggak tambah demam" kata aren yang di balas jempol oleh cakka.
"Kak agni, kalo boleh tahu ada apa sih ? tadi kak alvin curhat sampai nangis" kata aren di dapur.
"Nangis ?" agni bingung.
"Iya, dia bilang dia enggak mau kehilangan lagi, dia enggak ngerti harus gimana" kata aren mengutip kata-kata alvin. Agni pun memutuskan menceritakan semuanya, mulai dari penyakitnya iel sampai insiden pemukulan oleh cakka semalam. Aren cuma bisa dengerin dalam diam, dan berjanji bakal nemenin alvin yang ternyata rapuh dalamnya.
Di kamar alvin.
"Vin, gue mau minta maaf" kata cakka lirih.
"Lo tahu sendiri kan, gue agak susah ngontrol emosi. Gue enggak ngerti aja semalem, kenapa cuma lo satu-satunya yang tahu, dan kesannya lo enggak peduli, gue enggak terima aja. Tapi gue beneran lupa, lo satu-satunya orang yang pernah ngalamin ini, gue beneran tulus minta maaf. Harusnya semalam lo ngelawan gue, bukan pasrah kaya gini. Nanti kalo lo udah sadar, gue bakal minta maaf lagi, gue balik dulu ya.." kata cakka panjang lebar. Dia menatap alvin sekilas, dan segera keluar dari kamarnya alvin nyusulin agni sama aren ke dapur.
"Agni ayo kita pulang.." ajak cakka.
"Kak alvin udah sadar kak ?" tanya aren.
"Belum, nanti biar gue balik lagi kesini. Gue nitip alvin ya ren"
"Gue juga ya ren, kalo ada apa-apa telpon gue, atau yang lain..oke.." sambung agni, yang udah ngasih aren semua nomer temen-temennya.
"Iya kak.." jawab aren sambil mengangguk-ngangguk dan tersenyum tentunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar